"Tidak sesempurna itu."
-A-
Begitu tangannya membuka pintu rumah, indra pembaunya sudah dapat menangkap wangi masakan dari arah dapur. Wanginya itu mengundang cacing dalam perutnya untuk berontak segera ingin diberi makan.
Rupanya kegiatannya disekolah hari ini membuatnya sangat lapar. Ketika masih berada disekolah pun ia sudah merasa ingin pulang kerumah dan melahap masakan Ibunya yang selalu menggugah selera.
"Assalamu'alaikum!" Dengan lantang, Sherin memberi salam dan bergegas menghampiri Ibunya di dapur lalu menyalami Ibunya.
"Waalaikumsalam," Dena, Ibu Sherin menyahut. "Lusuh banget, dek." Komentar Dena ketika memperhatikan penampilan anaknya dari atas ke bawah.
Sherin nyengir dan menggaruk tengkuknya. "Lapaaar," rengeknya sambil duduk di bangku meja makan dan membuka tudung saji yang menutupi makanan diatas meja. Lalu sorot matanya kecewa kala hanya melihat sepiring sayur capcay disitu. "Masak apa lagi, Bu?"
Dena menghela napasnya kasar, "Ibu nggak sempet masak banyak, Dek. Bahan-bahan buat capcay juga yang seadanya di kulkas." Dena melihat raut wajah anaknya yang kelaparan itu mendadak cemberut setelah mendengarkan penjelasannya. "Ya udah, Adek boleh makan apa aja. Boleh masak mie atau goreng telur." Lanjutnya.
Wajah cemberut Sherin mendadak berubah menjadi senyum cerah ketika pernyataan tersebut terlontar dari mulut Dena. Ya, Sherin itu tidak suka dengan sayur capcay, padahal ia suka semua sayur didalamnya tapi jika sudah disajikan dalam bentuk olahan sayur capcay, ia bisa-bisa tak makan kalau tidak diberi pilihan makanan lain.
"Makasih Ibuuu!" Ia beranjak dan memeluk Dena dengan erat, meskipun di detik selanjutnya Dena melepaskan pelukan Sherin dan menyuruhnya untuk bergegas mandi dan mengganti pakaian lusuhnya. Sherin pun dengan antusias berlari menuju kamarnya dan segera memanjakan dirinya dibawah shower.
Setelah setengah jam ia bergelut dengan hal-hal yang membuat dirinya kembali cantik dan wangi, ia dengan semangat turun menuju dapur dan mengambil satu bungkus mie instan rasa soto dari kitchen set dan satu butir telur dari dalam kulkas. Dengan rambut yang masih basah, gadis itu mengambil air dan memasukannya kedalam panci dan memasaknya diatas kompor. Sambil menunggu airnya mendidih, Sherin memanfaatkan waktunya untuk memotong beberapa sawi untuk ia masukkan kedalam panci.
Ditengah aktivitasnya memotong, perhatiannya teralihkan pada Dena dan Kakak perempuannya---Litha yang sudah berganti pakaian dengan baju yang lebih rapi dibanding tadi. Dena yang sekarang mengenakan pashmina hitam sudah cantik dengan sedikit riasan di wajahnya, dan Litha yang sudah sangat wangi karena parfum beraroma melatinya.
"Mau kemana?"
"Jalan-jalan tanpa kamu, hihi." Balas Litha asal, dengan terkesan mengejek.
"Nengok Mamanya Ica 'kan, Dek." Kali ini Dena yang menjawab dengan jawaban yang benar.
Setelah mendapatkan jawaban, Sherin kembali melanjutkan aktivitasnya memotong sawi dan memasukannya kedalam panci. "Oh," katanya sambil memasukkan mie kedalam panci.
"Pergi dulu ya, Assalamu'alaikum." Pamit Dena dan Litha seraya membuka pintu rumah, sebelum mendapat jawaban dari Sherin, dan begitu terkejutnya Dena saat mendapati seseorang tengah berdiri di hadapannya sekarang sambil tersenyum canggung.
"Ibu!" Sapa Ica yang baru saja sampai didepan pintu rumah Sherin sambil menyalami Dena. Ia pun masuk kedalam dan menyapa Sherin yang sedang sibuk di dapur. "Sherin, hei!"
Sherin hanya membalas dengan menaikkan satu tangannya.
"Oh, iya Ica." Panggil Dena yang sedang memakai wedgesnya pada Ica yang sedang menghampiri Sherin. Yang dipanggil pun menoleh. "Tadi Mama titip pesen katanya Ica nggak boleh pake kartu kredit Papa atau beli junkfood via online. Terus, jangan makan mie instan, oke?" Dena berbicara tanpa jeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
AS
Teen FictionHighest Rank: #1 in SMA (091218) #26 in Fiksi Remaja #51 in Remaja (161118) Sherin suka Adnan, dan ia pun berpikir bahwa Adnan juga suka padanya. Karena perhatian Adnan yang menjurus kepada hal itu...