Apa? Sori, abis bales chat Tania
4.44 PM"Selesai," gumam Adnan sambil menyimpan ponselnya ke meja.
Tania yang berada disampingnya menyunggingkan senyum. "Nggak susah, 'kan?"
Adnan mengangguk pelan, menghembuskan napasnya pasrah. "Selalu terima kasih, Tan." Kata Adnan diikuti kekehan kecil, yang mengundang timpukan bantal sofa dari Tania.
"Tan, tan, tan! Tania, Naya! Bukan, Tan. Emang gue tante lo?!"
Tawa Adnan semakin pecah ketika melihat Tania sedang kesal karena panggilannya. Ia menghindari pukulan keras dari Tania yang selalu sensitif jika diungkit masalah panggilan.
"Ututuuu ..., tanㅡte. Hahaha!" Adnan segera kabur ke kamarnya sebelum tubuhnya habis diamuk Tania.
● ● ●
Sherin keluar dari kamarnya lalu menuruni satu persatu anak tangga menuju ruang keluarga. Disana ada Dena yang sedang duduk diatas sofa sambil menonton serial di TV.
"Ibu!" Seru Sherin sambil duduk dan memeluk tubuh Dena dari samping.
Dena sempat terhentak. Tangannya mengelus puncak kepala anak bungsunya itu dengan lembut. "Eh, ada anak SMA ..." Balas Dena dengan nada menggoda.
Gadis itu merengut, ia melepaskan pelukannya. "Ih, Ibu! Jangan diledek terus atuh!"
Kekehan terdengar dari bibir Dena. Ia merangkul tubuh Sherin dan mengusap lengan kanannya. Mereka pun menghabiskan waktu berdua dengan menonton TV.
"Ayah pulang kapan, Bu?" Celetuk Sherin disela aktivitas menontonnya. Ia mendongak menatap wajah Dena.
Terlihat Dena membalas tatapan anaknya. "Katanya, sih, lusa. Tapi nggak tahu juga," balasnya dengan sedikit dengusan.
Dapat terasa oleh Dena bahwa anaknya itu tampak mengangguk dalam rengkuhannya.
"Adek pengin, deh, bikin sesuatu yang beda di keluarga kita pas Ayah pulang ...," ia menggantung ucapannya, tepat setelah ponselnya berbunyi. Ia merogoh saku piyama bergambar Spongebob nya, dan menatap layar ponsel yang menyala.
08567723xxxx
Add | Block
Hai, save back yaa :)
8.34 PMLalu sebuah kerutan muncul di dahi Sherin.
● ● ●
Sesuai dengan kebiasaannya sejak kecil, lelaki bermata sayu itu selalu menyempatkan diri untuk tidur siang setelah pulang sekolah. Walaupun hanya lima menit, asalkan tubuhnya terasa lebih tenang, tidak masalah.
Gavin masih tertidur pulas di kasurnya. Masih dengan seragam putih abunya yang dengan sengaja tidak ia ganti sejak pulang sekolah.
Wajahnya terlihat sangat damai ketika tidur. Tidak ada raut wajah dingin atau seringai menyebalkan miliknya. Semua nampak lembut dan alami. Jika melihatnya seperti ini, siapapun tidak akan tega untuk mengusik kegiatan istirahatnya.
Namun, sebuah benda mati mengusiknya. Ponselnya mendadak berdering kencang, mengisi setiap penjuru kamarnya. Lelaki itu berdecak pelan. Lalu masih dengan posisinyaㅡmata yang tertutupㅡia meraba-raba kasurnya untuk mencari benda yang sedang berdering itu.
Dengan sedikit perubahan posisi tidur, ia berhasil menemukan ponselnya dan segera membuka matanya. Kedua mata yang asalnya menyipit itu mendadak terbuka lebar. Irisnya membulat sempurna ketika melihat bahwa bunyi itu berasal dari alarm reminder di ponselnya.
Alisnya tertaut karena ia tak pernah menyetel alarm selama ia memiliki ponselnya ini, bahkan membuka aplikasinya pun hanya sekali. Kerutan di dahinya semakin jelas kala melihat deskripsi alarm tersebut.
Selamat ulang tahun, Papa!
Ia tertegun untuk sesaat. Menatapi layar ponselnya dengan tatapan datar, dan tak berniat untuk mematikan alarmnya.
Disaat yang bersamaan, matanya menangkap sebuah mobil sedan milik Listyo memasuki pekarangan rumahnya, lalu bersarang di garasi, setelah pintu garasi dibuka oleh dirinya sendiri, tanpa ada Mbak Lati. Tak berserang lama setelah mobilnya terparkir aman, munculah figur Papanya itu, ia berjalan menuju kerumah seberang.
Ya, rumah siapa lagi kalau bukan rumah Tya, Mama Adnan.
Serasa ada yang mencelos dihatinya ketika melihat Listyo langsung menyambangi rumah tetangganya itu ketimbang masuk kedalam rumahnya sendiri. Setidaknya, ia bisa mencuci tangannya dirumah sendiri, atau sekedar bercermin melihat wajah kusutnya setelah lelah bekerja.
Netranya tak lepas dari arah jendela. Kemudian ia melihat Mbak Lati keluar dari rumah Adnan dan berjalan santai masuk kedalam rumahnya setelah tersenyum dan berbincang singkat kala berpapasan dengan Listyo.
Rupanya ART-nya itu sedang berada dirumah Adnan ketika Listyo pulang. Sepertinya sedang ada acara kecil-kecilan disana, yang melibatkan Listyo, dan tentu dirinya. Jika sudah seperti ini, ia harus memutar otaknya untuk mencari alasan.
Tok Tok Tok
Ia kalah cepat. Mbak Lati sudah mengetuk pintu kamarnya.
"A Gavin ...," panggilnya disela ketukan.
Gavin bergerak mematikan alarm reminder yang masih menyala di ponselnya. Ia beringsut turun dari kasurnya dan membuka pintu.
"Kenapa, Mbak? Udah, bilangin aja Gavin masih tidur." Tukasnya dengan nada malas.
Mbak Lati menghela napasnya berat. Ia memainkan ujung bajunya. "Anu, eung ..., itu A," ucapnya terbata.
Giliran Gavin yang menghela napasnya. Jika melihat wajah Mbak Lati seperti ini, ia tak bisa lagi berkutik atau bernegosisasi.
Ancaman yang sama yang selalu Listyo lemparkan kepadanya jika lelaki itu tidak mau menurut adalah; Mbak Lati akan kehilangan setengah penghasilannya, atau kehilangan pekerjaannya disini.
Sulit memang, Gavin tak paham lagi. Listyo membawa-bawa nama Mbak Lati yang tak tahu apa-apa. Menjadikan Mbak Lati korban, padahal kini hanya ialah satu-satunya yang membuat Gavin merasa bahwa rumahnya ini masih hidup.
Ia mengelus pundak Mbak Lati. "Maaf ya, Mbak. Ya udah, Mbak duluan aja, nanti Gavin nyusul. Pasti."
Beginilah kenyataannya, meski ia tampak menyerah, namun pada nyatanya ia tak akan pernah berserah pada keadaannya.
● ● ●
hai, ketemu lagi di hari sabtu :) setelah hampir tiga bulan nggak update. semoga suka 💝
13 Oktober '18

KAMU SEDANG MEMBACA
AS
Teen FictionHighest Rank: #1 in SMA (091218) #26 in Fiksi Remaja #51 in Remaja (161118) Sherin suka Adnan, dan ia pun berpikir bahwa Adnan juga suka padanya. Karena perhatian Adnan yang menjurus kepada hal itu...