Sherin merasa pikirannya lebih tenang setelah membersihkan dirinya. Kini ia sedang duduk didepan meja riasnya, sehabis memakai krim malamnya. Ia memandangi suatu objek yang ada di cermin, sebuah foto yang menjadi saksi kebersamaannya dengan Adnan yang katanya harus ia lupakan.
Tangannya mengambil foto yang semula tertempel itu, ia mengamati wajah Adnan yang nampak bahagia, dan seketika ia teringat ucapan Adnan yang memintanya untuk selalu baik-baik saja.
Sekarang Sherin merasa sangat tidak baik, maka apakah Adnan juga sama adanya? Apakah sekarang Adnan juga sedang merasakan rasa sakit yang tak dapat terungkap?
Ia pun jadi teringat akan fakta yang baru ia ketahui dari Fahrey tadi siang. Bagaimana bisa seseorang yang sangat dekat dengannya ternyata berhubungan baik dengan orang yang paling dihindarinya?
Sungguh hari ini Sherin mendapat serangan. Tentang berbagai fakta yang ia dapat dan ia jalani. Tanpa melepas satu fakta bahwa sebenarnya tadi Fahrey berkata bahwa lelaki itu masih menyayanginya. Gila.
Sherin berencana menggunting foto di tangannya menjadi dua bagian agar tetap bisa ia simpan. Ketika hendak membaginya menjadi dua bagian, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka menampilkan Anton dengan wajah kusut sehabis pulang kerja.
Karena terkejut, tangan Sherin sedikit membelok ketika menggunting tanpa tahu bagian mana yang tergunting tidak sesuai.
Ia berjalan menghampiri Anton dengan tatapan bingung. "Ada apa, Yah?"
Anton mengusap wajahnya, "Dek, mau anter Ayah ke rumah sakit lagi, nggak? Handphone Ayah kayaknya ketinggalan di meja."
"Lah, kok bisa Yah? Gimana kalo ada yang ngambil? Kan sayang,"
"Iya makannya sekarang temenin Ayah nyari, sebelum Ibu pulang, ntar Ayah kena omel." Ujarnya sambil mengusak kepala Sherin.
Gadis itu mengangguk dan meminta waktu untuk mengganti bajunya dan menyisir rambutnya kembali. Ia melirik jam dindingnya, dan ternyata sekarang baru pukul tujuh, masih ada waktu sebelum Dena pulang dari rumah Neneknya.
Dan sebelum keluar kamar, ia melihat bagian ternyata wajah Adnan di foto ikut tergunting olehnya.
● ● ●
Darah segar masih saja mengalir dari hidung Adnan. Pemuda itu juga masih tak sadarkan diri, semenjak dua puluh menit yang lalu. Kepalanya berada diatas pangkuan Tya yang sedang menangis melihat keadaan anak sulungnya yang nampak hancur.
Gavin yang duduk di bangku depan tak mampu menegakkan tubuhnya, ia hanya bisa menunduk dalam sambil merutuki perbuatannya dan berusaha memikirkan ucapan Adnan.
"Ini udah keterlaluan Gavin," Kata Listyo yang sedari tadi tak henti menyudutkan Gavin yang memang jelas-jelas bersalah disini. "Kalo kamu nggak suka sama hubungan kita, bicarain baik-baik, nggak gini caranya!"
Dan, kata yang dapat keluar dari bibir Gavin tetaplah sama. "Maaf, Pa, Tante."
Listyo yang sedang kesal pun semakin menjadi karena jalanan yang macet menghambat perjalanan mereka menuju rumah sakit, ia khawatir terjadi sesuatu pada Adnan.
"Maju dong Pak! Saya lagi keadaan darurat ini!" Seru Listyo pada mobil didepannya yang masih diam padahal lampu sudah menunjukkan warna hijau.
Listyo yang sedang marah akan lebih mengerikan dari Gavin, pemuda itu memegang pundak Papanya untuk menenangkan. "Sabar, Pa..."
Tangan Gavin ditepis secara kasar. "Mau sabar gimana lagi?! Kamu mau tanggung jawab kalo sesuatu yang fatal terjadi sama Adnan?!"
Selanjutnya, perjalanan menuju rumah sakit pun diselimuti oleh suasana tegang dan tangis. Dan akhirnya setelah bergelut dengan macetnya jalanan, mereka sampai di rumah sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/128224538-288-k151154.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AS
Teen FictionHighest Rank: #1 in SMA (091218) #26 in Fiksi Remaja #51 in Remaja (161118) Sherin suka Adnan, dan ia pun berpikir bahwa Adnan juga suka padanya. Karena perhatian Adnan yang menjurus kepada hal itu...