BAB 30 • Akhir

206 15 2
                                    

"Bertentangan dengan perasaanku, kata-kata,menyakitkan terucap. Ini bukan perasaan yang bisa aku akhiri dalam satu hari."















Adnan terpaksa menghindar dari Sherin untuk sementara waktu. Ia tak bisa menjadi lebih dekat dengan cewek itu semenjak mereka menghabiskan waktu berdua tempo hari, yang diakhiri dengan pertikaian kecil yang kembali terjadi antara Adnan dan Gavin.

Waktu itu, sepulang Adnan mengantar Sherin pulang dari rumahnya, ia langsung mendapati Gavin yang sudah bersandar didepan pagar rumahnya sendiri dengan kedua tangan dilipat di dada.

Gavin dengan keegoisannya bertanya mengapa Adnan masih terlihat dekat dengan Sherin, sampai-sampai cewek itu terlihat bermain ke rumahnya.

Dan Adnan, menjawab seadanya dan sejujurnya, membuat Gavin semakin nampak emosi karena Adnan nampak seperti memanfaatkan kesempatan ketika Sherin sedang tidak bersamanya. Hingga keputusan Gavin yang mengatakan bahwa ia masih tidak akan mengikuti persiapan apapun untuk pernikahan kedua orang tua mereka yang sudah semakin dekat, satu bulan dari sekarang.

Lelaki itu hanya bisa membuang napas beratnya dan mengusap wajahnya kasar sambil berpikir lebih keras bagaimana caranya agar Gavin luluh, tanpa harus ia yang mundur.

Kedua netranya bertubrukan dengan milik Gavin yang sedang melangkahkan kakinya ke arah kantin sendirian, sebelum suara Ludi terdengar memanggilnya.

"Woi, Nan! Kenapa lo?" Tanya Ludi sambil menepuk bahu kanan Adnan.

Yang ditepuk hanya menoleh dan menggeleng. "Nggak, mendadak males aja."

"Malesin anjir, nggak jelas!"

"Ya udah kalo lo mau ngantin, sana aja sendiri, gue mau ke gedung dua." Ujarnya sebelum mempercepat langkahnya menuju gedung dua, yaitu gedung sekolah baru yang proses pengerjaannya baru 80 persen, yang terletak agak jauh dari gedung lama sekolahnya ini.

Ia memang tidak terlalu sering mengunjungi tempat ini, ia akan datang kesini jika sedang butuh ketenangan, dan ini adalah kunjungannya yang kelima semenjak ia tahu kalau lantai dua gedung ini bisa di akses.

Adnan sampai di lantai dua, dan sesuai dugaannya, tempat ini sepi. Ia memilih untuk duduk diatas lantai semen yang masih terdapat banyak pasir-pasir halus. Ia duduk sambil mengukung kedua kakinya dan menghembuskan napas sedikit lega ketika menatap pemandangan kota Bandung dari atas sini tanpa terhalang apapun.

Ah, Adnan suka saat-saat seperti ini. Dan ia berjanji akan mengusir siapapun orang yang datang kesini nantinya, karena sekarang ia dapat mendengar suara langkah kaki dan barang berjatuhan dekat pintu.

"Jangan datang kesini! Nggak nerima tamu!" Serunya tanpa menoleh ke arah datangnya orang tersebut.

"Oh, oke."

Tapi, Adnan kenal suara itu. Dengan cepat ia bangkit. "Lah, Sherin?"

Sherin yang hendak kembali pun menghentikan langkahnya dan menoleh. "Iya, kenapa? Katanya tadi nggak nerima tamu, haha."

Adnan hanya bisa menyengir dan mengusap tengkuknya. "Yah ... dikirain bukan lo, Rin. Sini-sini!" Ajaknya seraya kembali duduk dan menepuk tempat di sebelahnya.

Cewek itu menurut dan duduk disamping Adnan.

"Ngapain kesini?" Tukas Adnan.

"Nyari lo, terus pas ketemu Ludi, dia bilangnya lo disini. Ya udah."

Adnan kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Nyari gue? Ngapain?"

Sherin menghela napasnya, "Mau tanya," lalu ia balik menatap Adnan. "Lo ... kenapa? Ini sih nggak tahu gue yang baperan atau gimana, tapi gue ngerasa lo ngejauh dari gue."

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang