"Aku merindukanmu, aku merasakan jarak diantara kita."
Sudah satu minggu semenjak semuanya terjadi. Adnan sudah dapat kembali ke rumahnya setelah menghabiskan tiga hari setelah operasi memperbaiki tulang hidungnya yang patah karena bogeman Gavin yang tak main-main kala itu.
Persiapan pernikahan antara Tya dan Listyo pun sudah hampir rampung, karena waktu yang tersisa hanya tinggal satu bulan kurang dua hari lagi menuju harinya tiba, dan keduanya berencana menyisakan waktu satu minggu untuk beristirahat dan benar-benar menyelesaikan semuanya dalam waktu tiga minggu terakhir ini.
Hampir semuanya benar-benar membaik dan menemukan titik terangnya satu sama lain dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan, dua lelaki yang menjadi penyebab segalanya pun telah saling melapangkan hati mereka.
Gavin Riandi Listyo, dan Adnan Devar Septian. Dua nama yang selama empat tahun kebelakang selalu membangun bentengnya masing-masing. Dua remaja yang tak pernah menjadi pembentuk kalimat berkesinambungan atau kalimat bersahutan dalam waktu yang lama. Dua cowok yang menawarkan dua pintu yang berbeda untuk kehidupan baru bagi seorang gadis.
Sherin Edrea Lake, seorang gadis asing yang masuk kedalam kehidupan abstrak dari keduanya. Seorang cewek yang ternyata membangun dan memilih pintunya sendiri ketimbang milik Gavin atau Adnan.
Ya, kenyataannya hasil dari perbuatan mereka membuat gadis itu jauh. Sherin mereka telah memasuki ruangan dengan pintu miliknya sendiri.
"Aw! Pelan-pelan dong! Lo kok kayak masih punya dendam sama gue, katanya maafan!" Keluh Adnan sambil memukul lengan lawan bicaranya.
Cowok didepannya, yang sedang melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini ㅡmembersihkan jahitan dan mengganti perban sehabis operasi di tulang hidung Adnanㅡ berdecak dan menjauhkan kapas yang sudah ditetesi obat khusus dari bekas jahitan di hidung Adnan.
"Kata susternya sendiri kan memang harus agak diteken, bego!" Ia kembali mengusapkan kapas tersebut dengan sangat hati-hati. "Ini masih untung gue mau bantu, suudzon terus lo kerjaannya."
Adnan hanya diam sambil menahan rasa sakit sebagai reaksi dari obat tersebut. Cowok itu telah selesai dengan aktivitasnya membersihkan jahitan bekas operasi, dan kini ia beralih menggunting sebuah plester yang terbuat dari bahan khusus lalu ditempelkannya di tempat seharusnya.
Ketika menempelkannya, cowok itu terus mengatakan kepada Adnan agar menahan sakitnya karena memang plester itu sangat merekat. Setelahnya, ia menempelkan perban yang dipotong sesuai dengan ukuran yang pas, direkatkan dengan dua plester biasa di sisi atas dan bawah.
"Sama-sama." Tukasnya sambil membereskan peralatan yang membantunya, dan memasukannya kembali kedalam kotak berwarna krem.
Adnan terkekeh pelan, melihat calon kakak tirinya. "Belum, elah. Makasih kak Gavin!" Serunya dengan senyum jahil, berniat mengerjai.
Gavin melempar Adnan dengan bantal yang berada diatas kasur, yang untungnya tidak mengenai bagian wajah Adnan yang sedang sangat dijaga. Adnan dengan sigap menangkapnya, dan tertawa lepas, disusul tawa Gavin.
"Udah lama juga gue nggak dipanggil gitu." Ucap Gavin seraya mengambil posisi berbaring disamping Adnan yang duduk ditepi kasur. "Kayaknya dia bener-bener udah benci deh sama kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
AS
Teen FictionHighest Rank: #1 in SMA (091218) #26 in Fiksi Remaja #51 in Remaja (161118) Sherin suka Adnan, dan ia pun berpikir bahwa Adnan juga suka padanya. Karena perhatian Adnan yang menjurus kepada hal itu...