BAB 25 • Hampir

285 14 2
                                    

Sudah bisa ditebak jika makan malam kali ini tidak akan berakhir dengan baik. Terakhir kali mereka melakukan makan bersama itu ketika Listyo berulang tahun, yang pada akhirnya membuat masalah baru tentang Sherin muncul setelahnya. Dan Adnan tidak tahu apa yang akan terjadi setelah makan malam kali ini.

Aroma masakan yang baru matang menusuk indra penciuman semuanya. Tapi tak begitu membangkitkan selera makannya. Malam hari ini udara terasa agak panas, berbeda dengan sebelum-sebelumnya yang cenderung dituruni hujan.

Semua memakan makanan mereka setelah selesai berdoa. Di menit pertama, yang terdengar hanyalah suara dentingan sendok yang berpadu dengan piring.

"Dua bulan lagi ya, anak-anak. Mama harap kalian bisa bekerja sama bikin acaranya lancar." Ucap Tya ditengah aktivitas makannya.

Tak ada respon dari ketiga anak mereka. Justru mereka memasang wajah kesal dan berlanjut mengaduk makanan mereka secara asal. Walaupun mereka tahu pasti tujuan makan malam itu untuk selalu membicarakan soal pernikahan dan hubungan kedua keluarga itu, tapi mendengarnya lagi membuat mereka kehilangan selera.

"Ehm," Listyo berdeham dan menngangkat kepalanya untuk memandangi anaknya, dan dua calon anaknya bergantian. "Oh iya, kalian jadi mau undang teman? Nggak apa-apa kok, soalnya kita juga mau undang beberapa tetangga."

"Adnan, Alesya?" Panggil Tya ketika melihat anaknya itu hanya diam saja.

Tersadar akan panggilan Tya, Adnan buru-mendongakkan kepalanya dan balas menatap Tya dan Listyo bergantian. "O-oh ... mau undang beberapa aja, Ma, Om. Nggak banyak, mungkin dua aja."

"Undang pacar Aa ya?" Tawar Alesya dengan antusias, mengundang tatapan bertanya dari yang lainnya.

Listyo terkekeh lalu meneguk airnya sejenak. "Lho, Adnan udah punya pacar, dek? Siapa tuh?"

Adnan sendiri ikut kebingungan dengan pertanyaan Alesya. Ia menatap Alesya yang sedang terkekeh pelan di depannya, dengan tatapan meminta penjelasan.

Sang adik merotasikan bola matanya melihat tingkah Adnan. "Iya, Om. Pacarnya bule. Itu lho yang waktu itu ketemu waktu perayaan ulang tahunnya Om. Namanya kak Sherin."

Telinga Adnan sedikit terganggu oleh suara dentingan sendok Gavin yang jadi lebih keras dan beremosi. Menyebalkan sekali adiknya sampai berbicara hal yang tidak benar, sehingga membangunkan singa disampingnya.

"Ooh ...," Tya dan Listyo mengangguk. "Kalo Gavin, gimana nak?" Tanya Tya dengan selembut mungkin.

TAK!

Suara sendok yang memotong daging ayam itu terdengar sangat berisik. Gavin akhirnya ikut mengangkat kepalanya. "Aku bukan anak Tante. Aku cuma anak Mama Niana."

Mendengar balasan ketus dari anaknya, Listyo tak tinggal diam, segera ia memperingatkan anaknya itu dengan sebuah seruan akan namanya. Tapi peringatan itu bukannya membuat Gavin jadi lebih baik, ia justru semakin menjadi.

Gavin sedikit membanting sendoknya sebelum bangkit dengan hentakan yang membuat kursinya terdorong ke belakang.

"Gavin!" Sentak Listyo sekali lagi.

"Apa, Pa?" Gavin balik bertanya. "Aku 'kan emang bukan anak dia, dan nggak akan pernah sudi jadi anak penggoda kayak dia!" Tukasnya dengan jari telunjuk yang menunjuk lurus Tya, membuat wanita itu sedikit tersentak.

Adnan tak terima mendengar Mamanya dicap seperti itu. Ia ikut bangkit dan menatap Gavin yang kini menoleh ke arahnya. "Maksud lo apa?"

Satu tarikan di sudut bibir Gavin menciptakan senyum sinis di wajahnya, ia melipat kedua tangannya. "Kenapa? Lo nggak terima? Kenyataannya emang gitu 'kan, Mama lo penggoda garis keras! Sampai bikin Mama gue nggak kuat karena dia!"

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang