BAB 17 • Semoga

360 12 0
                                    

Udara terasa sangat dingin sore ini. Hujan deras disertai angin dengan intensitas sedang membuat mode mager setiap orang muncul. Inginnya hanya diam diatas kasur sambil bergulung dengan selimut. Terlebih jika itu adalah kasur orang lain, kesukaan Tania.

Gadis berambut selengan itu sangat suka jika sudah berada di dalam kamar sepupunya. Wangi maskulin yang khas selalu mengisi setiap inci dari ruangan yang didominasi oleh warna moka itu. Selain itu, banyak fasilitas pendukung untuk mengusir rasa bosannya.

Televisi berukuran 32 inci itu sedang menampilkan acara memasak ketika Tania memilih saluran nomor 1. Kini ia nampak seperti sebuah kepompong jika dilihat dari jauh. Selimut tebal berwarna putih tulang itu melilit tubuhnya dari leher hingga kaki, yang menyebabkan hanya kepalanya yang menyembul keluar. Ini merupakan cara jitu agar ia sulit ditarik keluar oleh sang pemilik kamar jikalau ia datang.

Tania sudah memasang mode siaga ketika mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat kearah kamar ini. Sudah bersiap untuk ikut menenggelamkan kepalanya kedalam gulungan selimut.

"Nayaaa!" Panggil sang pemilik kamar dari luar. Suara yang asalnya terdengar jauh itu perlahan mendekat dan terbukalah pintu kamar itu. "Heh, PHO!" Ledeknya ketika melihat aksi Tania itu.

Tania merengut kesal ketika sepupunya itu menyingkap selimut yang menutupi wajahnya dengan paksa. "Dingin, Adnan!" Tangannya bergerak untuk menarik selimutnya lagi. Matanya menyipit ketika melihat sebuah benda ditangan Adnan.

Adnan meletakkan segelas susu putih hangat dan biskuit Oreo diatas nakas. Ia melirik kondisi gadis itu yang masih sesak napas. Bibirnya mengeluarkan umpatan ketika menyadari bahwa pendingin ruangan di kamarnya ternyata menyala.

"Bego!" Adnan memukul pelan kepala Tania yang sedikit menyembul dengan remote pendingin ruangan. "AC-nya nyala, mau segimana rapet jendela ditutup juga nggak ngaruh." Ia pun mematikan sumber udara dingin di kamarnya ini.

Tania hanya dapat mengeluarkan cengirannya lalu duduk dan mengambil susu putih hangat diatas nakas kemudian menyesapnya.

Perlahan lelaki itu beringsut duduk di tepi kasur, ia tenang ketika melihat kondisi Tania yang sudah agak membaik setelah meminum obat.

Siang tadi di sekolah, Tania mengejutkannya dengan penyakit asmanya yang mendadak kambuh. Waktu istirahatnya ia pakai untuk menemani Tania yang sedang terbaring di ranjang UKS.

Ditengah kondisinya, dengan sifat keras kepalanya Tania memaksa untuk tetap pulang kerumah Adnan, seperti yang biasa dilakukannya di hari Rabu. Adnan sudah mati-matian melarang Tania melakukan kebiasannya dan menciptakan perdebatan yang membuang waktu mereka selama 15 menit.

Akhirnya, Adnan yang mengalah. Selain dirinya lelah dan ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya ㅡ yang kini dihuni sepupu keras kepalanya ㅡ dengan rasa manusiawinya ia mengingat kondisi Tania yang sudah butuh untuk pulang dan mendapat perawatan.

Dan lagi, dengan sifat buruknya itu Tania memaksa untuk beristirahat di kamar Adnan, bukan di kamarnya sendiri. Semua itu ide Tya yang menyarankan bahwa kamar tamu mereka disulap menjadi kamar Tania jika sewaktu-waktu gadis itu menginap disini.

Adnan pun seolah teringat dengan hal itu. Ia melirik Tania yang sedang memakan Oreo nya, dan membalas dengan tatapan bertanya. "Lagian punya kamar sendiri juga, masih aja nempel disini." Cowok itu menggeser kaki Tania dan merebahkan tubuhnya.

Tania berdecak kesal, ia melempar sebuah guling tepat ke wajah Adnan. "Selain tan, gue juga nggak suka dipanggil kayak tadi!" Serunya sambil kembali menyesap susu yang kadar kehangatannya sudah agak berkurang dari tadi.

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang