BAB 24 • Peran

268 11 1
                                    

Sudah waktunya pulang, dan Sherin sedang menunggu angkot untuk mengantarnya pulang. Tadinya, Gavin yang akan mengantarnya pulang seperti biasa. Tapi tiba-tiba Rico memaksa Gavin untuk mengantarnya membeli laptop baru hari ini juga. Gavin memintanya menunggu, namun sebuah pesan dari Gavin yang meminta Sherin untuk pulang sendiri, dengan maaf tentunya.

Tadi, sebelum pesan Gavin sampai padanya, banyak sekali angkot kosong yang bertengger didepan gerbang, yang satu persatu terisi penuh dan pergi membawa penumpang mereka. Tersisa satu angkot kosong yang baru datang. Sherin menimang, karena ia sendiri agak takut jika harus naik angkot kosong yang dimana hanya ada dirinya didalamnya.

Sekolah memang belum sepi. Masih banyak murid yang mengikuti ekskulnya, dan jadwal pulang mereka masih 2 jam lagi. Sungguh konyol jika Sherin harus menunggu selama itu.

Pada akhirnya, dengan langkah yang sangat berat ia memasuki angkot kosong itu. Dan benar, hanya ia yang menjadi penumpang disana.

"Nunggu penuh ya, Neng." Ucap sang supir angkot yang dibalas anggukan dan senyum canggung dari Sherin.

Lama kelamaan beberapa penumpang lainnya masuk. Beberapa dari mereka merupakan murid yang tidak memiliki jadwal ekskul hari ini dan pulang terlambat, dan ada satu murid yang menyapanya dengan senyuman manis, Adnan.

Sherin sedikit lega ketika angkotnya mulai terisi penuh, dan ada penumpang yang ia kenal. Ia membalas senyuman Adnan dengan senyuman pula.

Adnan duduk tepat di depannya. Lelaki itu terus menatapnya dengan tatapan datarnya, membuat Sherin jadi salah tingkah. Ia berusaha menghindari tatapan Adnan, dengan menunduk dan tatapannya berhenti pada sepatu futsal Adnan.

Benar juga, harusnya 'kan Adnan masih berada di sekolah karena hari ini adalah jadwal ekskul futsal putra.

"Nggak futsal?" Tanya Sherin yang kini sudah berani balas menatap Adnan.

Mulut Adnan terbuka, namun tak ada kata menguar dari sana untuk jawaban. Ia malah tersenyum, memaki dirinya sendiri dalam hati karena lupa mengganti sepatunya, akibat takut dikejar Ludi.

Adnan menggeleng, dan menatap sepatunya. "Enggak, nggak jadi katanya."

"Oooh," Sherin mengangguk paham. "Terus sekarang mau kemana?"

"Pulang,"

Kening Sherin berkerut, "Pulang gimana, kita 'kan nggak searah."

Ia kembali merutuki dirinya sendiri. Adnan mengeluarkan cengirannya. "He he, iya pulang ke rumah Tante gue. Bosen dirumah."

Sherin kembali mengangguk dan tersenyum tipis ketika mengingat salah satu adegan film yang sama persis dengannya saat ini. Pulang bersama, naik angkot.



















                                        ● ● ●




















Senyuman terus menghiasi bibir keduanya. Satu persatu penumpang sampai tujuannya dan turun, meninggalkan Adnan dan Sherin sebagai kedua penumpang yang tersisa.

Candaan dan ucapan gombal Adnan yang menggelikan selalu berhasil membuat tawa Sherin menghambur, yang juga membuat Adnan ikut tersenyum kala melihatnya. Hatinya semakin menghangat.

"Rin, kalo lo jadi tukang bangunan, gue jadi apanya coba?"

Sherin memasang tampang berpikirnya dengan serius. "Em ..., apa ya? Jadi partner ngaduk semen?"

Adnan menggerakan jari telunjuknnya ke kanan dan ke kiri. "Salah. Gue jadi helm proyeknya. Biar bisa jadi yang pertama lindungin lo dibanding partner."

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang