BAB 18 • Lagi

342 9 2
                                    

Dengan perasaan bahagia Sherin berjalan di koridor kelas sepuluh untuk menuju ke kelasnya. Wajahnya cerah, secerah matahari pagi ini, atau bahkan sinarnya itu kalah oleh pancaran aura bahagia dari senyumnya.

Ia telah membayangkan bahwa hari-harinya akan diisi dengan Adnan. Mulai dari mengumpulkan uang study tour setiap satu minggu sekali, mendata dan menghitungnya bersama, menyetorkannya  kepada Bu Resa yang pasti akan membuat keduanya pulang lebih lama dari yang lain.

Bahagia sepertinya. Langkahnya ia percepat untuk masuk kedalam kelas ketika melihat Adnan sedang berada di bangku Disya, rupanya mereka sedang berbincang. Pikirannya pun berspekulasi bahwa cowok itu sedang menunggunya untuk mulai mengumpulkan uang bersama.

Tapi sebuah kejanggalan terjadi ketika Adnan langsung pergi dari hadapan Disya ㅡ dengan senyumannya ㅡ ketika melihat Sherin mendekat. Semuanya terasa lebih aneh lagi ketika lelaki itu hanya berjalan disampingnya tanpa sapaan hangat atau pesan apapun.

Kemana Adnan yang membuat mengejeknya selalu membawa tomat waktu itu?

Paginya ini justru diperkeruh oleh Ludi yang berteriak mengucapkan selamat pagi kepada Sherin. Uh, menyebalkan!

"Sherin," panggil Disya seraya menghadap kearah Sherin yang sudah duduk dengan posisi malas di bangkunya. Disya menyimpan sebuah kertas dengan sejumlah uang diatasnya. "Ini udah ada yang setor. Tadi gue nagihin bareng Adnan. Baru ada segini, bisa lo itung lagi aja cocokin sama datanya terus salin ke buku punya lo."

Posisi Sherin yang tadinya bertopang dagu kini duduk tegak. Gadis itu mengernyit. "Lah, kenapa nggak sama gue aja?"

Jelas Disya hanya bisa mengangkat kedua bahunya. Karena ia hanya menurut ketika teman SMP nya itu meminta bantuan untuk menagih uang study tour. Dan Disya sendiri juga tak tahu bahwa ini tugas Adnan bersama Sherin.

"Nggak tahu, deh. Mungkin lo kelamaan datengnya. Dia udah ngebet banget pengen beli cilok di kantin dari tadi."

"Oh, mungkin gitu ya. He he," Sherin mulai bergerak menghitung uang dihadapannya sambil mengusap tengkuknya dan berusaha berpikir positif bahwa mungkin memang Adnan sedang ingin memakan cilok, bukan ingin menjauhinya yang bahkan sampai membuatnya merasa tak dikenal oleh Adnan seperti waktu itu.













                                        ● ● ●








Sekolah masih sangat ramai, padahal bel masuk sebentar lagi akan menampakkan dirinya, yang pasti akan membuat semuanya kalang kabut, berlarian menuju kelasnya masing-masing.

Pemuda itu melirik arlojinya dan menyadari bahwa jam istirahatnya tinggal 5 menit lagi, dan ia dipastikan akan terlambat masuk kelas jika sekarang belum juga beranjak kesana.

Terlambat sekali saja tidak apa-apa. Yang penting adalah menunggu seseorang didalam kamar mandi itu keluar. Ketika berjalan dari kantin hendak menuju kelas bersama Haris, ia melihat Sherin masuk kedalam toilet. Dengan tak mau menyia-nyiakan kesempatannya ia menyuruh Haris untuk kembali ke kelas lebih dulu yang mendapat jawaban 'yang kenyang ya Ward, gue bisa merasakan banyak darah suci disini.'

Terserah Haris saja, kali ini ia tak membuat perdebatan usil karenanya. Tujuannya hanya ingin mengajak Sherin untuk mampir ke kedai eskrim sepulang sekolah nanti. Dan ia pikir pertemuannya dengan Sherin disini adalah saat yang tepat.

Sudah hampir 10 menit ia duduk di tembok koridor yang letaknya agak jauh dari toilet siswa wanita. Akhirnya nampaklah figur blasteran itu yang sedang merapikan seragamnya sambil berjalan. Ia bangkit dan hendak berjalan menghampiri Sherin dengan langkah tergesa.

Disaat yang bersamaan, ada 3 siswa cowok kelas 12 sedang berlarian atau mungkin kejar-kejaran. Gavin kenal dengan salah satu diantara mereka, yaitu Daniel. Aktivitas ketiganya itu membuat beberapa siswa yang berada di koridor merasa risih, termasuk Gavin yang langkahnya terhambat.

Tiba-tiba Daniel menabrak seseorang. Membuat Gavin segera memastikan siapa korbannya, ia khawatir bahwa itu adalah Sherin. Ia menghembuskan napas lega ketika melihat bahwa yang terjatuh adalah Jiani, kakak kelasnya juga.

"Daniel! Hati-hati, dong!" Pekik Jiani kesal karena tumpukkan poster di tangannya jadi berserakan.

Daniel berhenti sesaat dan menoleh kearah Jiani. "Hati-hati itu cuma buat orang yang lagi nggak buru-buru. Dan itu udah nggak berlaku buat gue, bye!" Sesaat kemudian Daniel kembali berlari mengejar kedua temannya.

Mata Gavin membulat dan ia mengucapkan sedikit umpatan. Waktunya kembali terulur ketika melihat Sherin menghampiri Jiani dan membantu kakak kelasnya itu untuk kembali mengambil poster yang berserakan.

Tapi, setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya ia ikut membantu. Lagipula itu adalah poster kandidat nomor 1 calon ketua OSIS dan wakil ketua OSIS tahun ini, yang bahkan ia sendiri turun tangan untuk membuatnya.

Gavin menghampiri Sherin dan Jiani. Ia turut membungkuk untuk mengambil sisa poster yang belum keduanya ambil. Dan tak butuh waktu lama setelah Gavin datang, semua poster itu sudah kembali berada ditangan Jiani.

"Duh, makasih ya! Untung ada kalian. Maaf juga jadi repot gara-gara ulah si kudanil." Ujar Jiani seraya tersenyum.

"Santai aja, Kak. Ini juga poster punya si Ricko, kan gue yang bikin, ha ha." Balas Gavin diakhiri kekehan kecil yang dibalas oleh tepukan dahi dan tawa dari Jiani.

Sementara Sherin, ia masih bingung dengan ucapan Jiani tentang kudanil. Siapa kudanil?

"Iya, Kak sama-sama, he he."

Jiani melirik jam tangan putih di tangannya. "Em ..., ya udah gue duluan ya! Makasih!" Detik selanjutnya Jiani sudah berlari menuju ruang OSIS.

Kini tersisa Sherin dan Gavin yang diselimuti oleh atmosfer canggung. Gavin pun membelahnya. "Sherin, pulang sekolah ada acara nggak?"

Wajah Sherin nampak terkejut. Oh, jelas, karena secara mendadak kakak kelasnya ini bertanya sebuah hal yang tidak pernah ia pikirkan akan keluar dari bibir Gavin. Karena ini pertanyaan tak penting.

"Eng ㅡ gak. Kenapa emangnya?"

Wajah Gavin mendadak cerah. Ia nampak mengutak-atik ponselnya dan menunjukkan sebuah unggahan instagram. "Gue dapet kupon makan es krim di Creameafo. Buat dua orang, dan bingung ngajak siapa. Lo mau nggak kalau pulang sekolah nanti kita kesana?"

Sherin terdiam sejenak. Ia menimang-nimang tawaran Gavin yang cukup menggiurkan. Otaknya mengingat apakah ada tugas atau tidak untuk hari esok, dan ternyata tugasnya hanyalah membuat teks eksposisi, itupun Sherin sudah selesai mengerjakan. Dan juga letak tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah Sherin.

Sherin mengangguk, seirama dengan ikatan rambut model pony tail nya yang ikut berguncang. "Boleh, Kak. Pulang sekolah langsung?"

"Iya langsung, nanti gue ke kelas lo, ya."

"Nggak usah ㅡ"

"Dah!" Gavin berlalu setelah memberikan senyum terbaiknya kepada Sherin, bertepatan dengan berbunyinya bel masuk.

Disini Sherin mematung berusaha menyembunyikan senyumnya yang jika tak ditahan akan menciptakan lengkungan indah dan rona merah di wajah. Tomat? Bukan, itu milik Adnan. Kali ini sirup strawberi, yang rasanya manis dan membuat ketagihan. Bukan rasa bimbang yang terkadang mendapat manis atau asam.



















                                         ● ● ●















hai wattpad! apa kabar silent readers? hehe.
bonus fast update. lagu spring breeze dan one love bikin ngebutttt.

see ya, vote dan commentnya masih ditunggu ^^









-


Song : Sepatu by Tulus

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang