BAB 15 • Oh, Jadi ...

362 11 0
                                    

"I tell her, sweet lies."

- EXO ㅡ Sweet Lies -



Banyak penyesalan yang merasuki pikiran Sherin sejak malam itu. Penyesalan itu berupa pertanyaan yang tidak sempat ia tanyakan pada Adnan, dan malah terbuai dengan malam minggu sempurna nya.

Sejujurnya ia tak kuat untuk menatap kedua manik Adnan pada saat itu. Dalam hatinya masih ada secuil keraguan atas tatapan teduh yang lelaki itu berikan padanya. Keraguan terbesar adalah tentang Tania, yang ternyata masuk juga kedalam kisahnya kali ini.

Pertanyaan lain ialah perihal pertemuan singkatnya dengan Gavin disana. Hal itu sungguh membuat sebuah tanda tanya besar di kening Sherin. Tapi ia terlalu payah sehingga hanya membuat jawaban atas pertanyaannya itu menguar di sekitarnya tanpa bisa ia tangkap.

Mata gadis itu memicing ketika melihat Tania dan Fahrey sedang duduk di pojokan kantin dengan interaksi yang begitu mesra.

Iyuh! Sherin memutar bola matanya seraya mendecih pelan melihat pemandangan yang membuat matanya terasa sakit. Pikirannya tiba-tiba terpusat pada Adnan. Bagaimana nasib cowok itu ketika kenal dengan Tania si ular? Cewek yang ketika sudah berhasil merebut miliknya, tapi masih saja berusaha menempeli orang lain.

Pandangannya masih terkunci ketika pasangan itu sudah beranjak dan berjalan mendekatinya. Tania membalas tatapan Sherin dengan kedua alisnya yang terangkat. Cewek itu nampak berbicara sesuatu kepada Fahrey yang membuat lelaki itu turut menoleh kearahnya lalu terdenyum.

Cewek bermarga Lake itu terkaget sekaligus marah. Beraninya Fahrey memberinya senyum manis. Yang tidak pernah berubah sejak kencan terakhir mereka.

Tanpa sadar Sherin meremat cup berisi pop ice nya lalu melemparnya dengan kasar ke tempat sampah.

Entah sadar atau tidak, Sherin rupanya tidak membuang pop ice itu kedalam tempat sampah, melainkan meleset dan cipratannya mengenai seragam putih milik Gavin.

Gadis itu malah merengut kepada Rayefa yang sedang membeli sosis bakar. "Fa! Udah beluuuum?"

Rayefa menarik dan menghembuskan napasnya kasar. Ia berbalik dan menangkup kedua pipi Sherin. "Nyonya Lake, tunggu sebentar, ya. Atau mending lo duduk dulu biarㅡ eh, Kak."

Sherin menoleh ke samping kanannya ketika Rayefa tiba-tiba mengubah ucapannya menjadi sebuah sapaan. Hal yang sama ia lakukan seperti malam itu. Ia mundur beberapa langkah ketika melihat Gavin dengan seragam putihnya yang memiliki noda air berwarna biru.

"Eh, Sherin," Gavin jadi terkejut ketika melihat gadis yang membuat seragamnya kotor ini adalah Sherin. Membuatnya mengurungkan niat untuk marah kepada sang pelaku. "Nggak jadi, deh."

Gavin berjalan dengan langkah besar untuk segera pergi dari sana. Mana mungkin ia memarahi Sherin karena hal ini. Percuma saja usahanya meminta nomor ponsel gadis itu pada Adnan.

Sepasang sahabat itu hanya dapat mengernyit keheranan. Lalu seakan digerakkan oleh suatu hal, Sherin melirik tempat sampah yang menjadi tempat meluapkan kekesalannya tadi. Matanya melebar ketika melihat cup itu tergeletak di samping tempat sampah dengan pop ice yang tergenang disana. Netranya bergerak melihat Gavin yang sedang berjalan menghampiri sekumpulan anak-anak OSIS di bangku kantin dekat penjual Batagor. Ia melihat noda di seragam Gavin yang barulah ia sadari sama dengan warna pop ice miliknya.

"Rayefaaa!" Panggil Sherin disertai wajah panik. "Pop ice ...,"

Rayefa mengucapkan terima kasih setelah membayar sosis bakarnya dan Sherin. Lalu cewek bermata bulat itu menyahut dan mengikuti arah pandang Sherin yang tak lepas dari tempat sampah ketika memanggilnya. "Apa? Mau lagi?"

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang