BAB 11 • Beda

527 13 1
                                    

"Beritahu ketika kamu suka padaku."

-I. O. I (Very very very)-















Sebuah hari bahagia, dengan penuh senyuman dan kenangan tentunya harus diakhiri oleh hal bahagia juga, bukan?

Bagi Adnan inilah hari bahagianya. Setelah menghabiskan waktu bersama Sherin. Melihat wajah cantiknya, dan menatap senyum indahnya. Meskipun masih banyak ruang tercipta diantara mereka, setidaknya mereka bersama saat itu.

Tapi perkiraan Adnan salah. Hari bahagianya tidak jatuh tepat di hari ini. Karena hal yang menutup harinya bukanlah sesuatu yang manis, atau membuatnya tersenyum. Semua kesan bahagia di hari ini luntur seketika.

Pertemuannya dengan Gavin adalah awal dari penutup harinya. Awalnya ia menepis pikiran negatif dengan berusaha terus berbincang dengan Sherin selama perjalanan, hingga gadis itu memberinya satu es krim cone sebagai tanda terima kasih untuk hari ini.

Tapi nyatanya pikiran yang bergerumul itu tak bisa ditepis lagi keberadaannya disaat ia melihat sepasang sandal rumah milik Gavin berada di teras rumahnya. Dengan langkah berat, ia mengucapkan salam dan memasuki rumahnya, sambil menenteng kresek berisikan es krim pemberian Sherin, dan cheeseburger untuk Alesya yang ia bawa dengan paper bag.

"Assalamu'alaikum,"

Gavin menimpali, "Waalaikumsalam," terlihat lelaki itu sedang duduk dengan santai di sofa ruang keluarga Adnan, memunggunginya sambil menonton TV. Ditemani setoples keripik kentang yang menjadi camilan kesukaan Adnan.

Adnan memutar bola matanya malas. Ia berdecak pelan. Lalu tiba-tiba asisten di rumahnya berjalan mendekat.

"Ibu juga nggak tahu dia mau apa kesini. Tadi dia dateng terus gitu dari awal." Jelasnya tanpa diminta oleh Adnan. Dengan pandangan mata yang sama-sama menatap Gavin seperti Adnan.

Adnan mengangguk pelan lalu menoleh ke asisten rumah tangga yang dipanggil Ibu itu yang berada disampingnya, dengan kain celemek yang masih menempel di tubuhnya.

Lelaki itu menghela napas dan menghembuskannya kasar. "Ya udah, Ibu balik ke dapur lagi aja." Ia mengulas senyum. "Masak apa, nih?"

Ibu Minah tersenyum, "Sayur lodeh pake telur dadar. Kesukaan Aa, 'kan?"

"Widiihh ...," Adnan tersenyum lebar. "Yang enak kayak biasanya, ya Bu. Ya udah, ah Ibu ke dapur lagi, takut sayurnya gosong, terus nanti kita makan apa. Haha."

Kini giliran Ibu Minah yang mengangguk. Wanita yang sudah selama sepuluh tahun bekerja di rumah Adnan itu kembali ke dapur untuk menyelesaikan kegiatan memasaknya. Tapi sebelumnya ia menepuk pundak Adnan, memberinya kekuatan.

Selepas Ibu Minah berjalan kembali ke dapur, Adnan kembali menghela napas kasar ketika menghadapi kenyataan tentang keberadaan Gavin di rumahnya. Dengan malas ia berjalan mendekati sofa. Kini ia dapat melihat wajah ceria Gavin yang sedang menonton acara komedi di TV. Jangan lupakan pemandangan memilukan yang Adnan lihat saat itu, ketika melihat keripik kentangnya hanya tersisa setengah toples lagi.

"To the point." Tegas Adnan tanpa basa-basi, dengan tatapan lurus menghadap Gavin.

Tawa Gavin kembali terdengar ketika melihat hal konyol yang dilakukan seorang komedian saat itu. Dan dengan sisa tawanya, ia mendongak untuk membalas tatapan Adnan.

Senyum hangat menggantikan tawanya. Ia memberikan isyarat kepada Adnan untuk duduk di sampingnya dengan tangan kanannya. "Sini, udah lama juga kita nggak nonton bareng gini." Ajaknya penuh senyum.

ASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang