Aku berdiri di pagar sekolah masih menggunakan tas. Masih belum bel dan semua anak masih berlalu lalang. Aku mendesah kesal. Kulihat orang yang kutunggu baru datang. Dia memburu langkahnya melihatku, nyengir.
“Mal,” katanya berhenti setelah cukup dekat.
Aku berdehem pelan. Masih menggulung tanganku di depan dada. Itu Rendi. Tinggal di jalan Melati. Dan tidak sedang menjual ginjal.
“Bang Bagas minjam Flashdisk, katanya,”
Rendi mengangguk tidak terlalu fokus. Dia lagi mengecek ponselnya yang berdering saat kami bertemu. Itu tindakan kurang ajar karena mengabaikanku, kutendang kakinya!
Dia menyebut nama Tuhan dan menatapku seolah terluka. Aku tersenyum menang.
“Nggak usah mukul, Mal!” ingatnya mengajari.
Aku menahan tawa.
“Bang Bagas bilang minta film Naruto yang episode 200san di Flashdisk lo,”
“Nggak sekalian? Hari ini rilis episode 373.”
“Nggak,” kataku “...yang 200san aja buat Bang Bagas.”
Rendi diam.
“Ya udah, gue ke kelas dulu.” aku memasukan tangan di hoddie merahku. Rendi hanya mengangguk pelan bersama langkahku yang mulai menjauh.
***
Desi : MALPIRA! BALIKIN CATATAN BIOLOGI GUE!!
Itu adalah pesan terakhir yang kuterima dari Desi 5 menit yang lalu. Nggak spam berarti udah ngambek parah. Kulangkahkan kaki cepat ke arah 3 IPA 3. Hari ini, di IPA 3 pelajaran pertamanya dengan Pak Zul. Guru Biologi yang Rrrgghh.... Galak!
“Misi-misi,” kataku tergesah, membelah kerumunan orang yang berjalan pelan.
Saat aku sampai di depan pintu kelas itu, aku malah berdiri lama. Mataku mengamati Geri si biang rese yang sedang tertawa.
Malas banget masuk! Aku berdecak sebal sambil ngeremas pegangan tas. Memunculkan aura permusuhan.
“Ngapain?” seseorang membuyarkan lamunanku.
Tubuh tinggi dengan kulit putih dan baju dikeluarkan serta rambut hitam lurus dan sedikit panjang dibanding anak cowok yang lain membuatku sadar bahwa itu adalah Andri. Terlebih nada suaranya yang terdengar otoriter.
Aku meliriknya sesaat dan kembali melihat Geri yang ada di dalam. Apa kutititpkan saja buku Desi ke Andri?
“Ayo, masuk,” kurasa, Andri melihat ekspresiku yang tidak baik. Dia menarik pegangan tasku hingga beberapa langkah untuk mengikutinya masuk ke dalam kelas
Baru masuk beberapa langkah, kudengar curut itu berdecit.
“Eh si Kutil datang,”
Kan!
Aku menatapnya sinis sambil mengambil buku Desi dari dalam tasku. Sedang Andri sudah jalan ke bangkunya. Dia sempat memukul kepala Geri dengan LKS di meja si setan itu. Aku tertawa dan membuatnya terlihat mencibir. Syukurin!
“Des, entar kantin bareng, ya?” kataku sambil menyodorkan buku Catatan Biologinya.
Desi ngangguk-ngangguk aja. Masih sibuk nyalin contekan PR keliatannya. Aku nggak mau ganggu deh. Apalagi saat aku mau keluar, kudengar Dimas teriak bahwa guru Fisika tukaran jadwal ngajar dengan guru mata pelajaran pertama mereka.
Aku yakin, itu mengerikan.
***
Kadang, aku mau hening. Hening saja. Nggak sampai harus kayak di hutan. Cuman hening. Tapi keliatannya...
“Materi terakhir Biologi disaling nggak sih?”
“Lo udah PR Kesenian?”
“Kata anak sebelah Ulangannya dari awal Bab 4!”
“Haduuh... catatan gue tinggal!!”
...nggak bisa.
Padahal itu adalah bulan Oktober yang banyak angin, sedikit mendung, dan sangat tenang. Dan masih sangat pagi, sekitar jam 06.15 WIB. Aku melewati kelas 3 IPA 1 dan 3 IPA 2 dengan berusaha budeg. Pemandangan seperti itu sudah sangat lumrah.
Tidak ada matahari, jadi kelasku yang berhimpitan dengan IPA 4 dan IPS 1 ini, gelap. Hampir bisa disamakan dengan jika kedatangan Voldemort. Aku menatap sinis saklar rusak di dekat pintu. Tiba-tiba aku jadi benci Wildan. Dia yang ngerusakin.
Aku merebahkan kepalaku di meja. Semalam aku tidur jam 3 pagi. Rasanya tubuhku remuk. Dan belakangan kepalaku sakit. Kelas 3 benar-benar mengerikan, kurasa.
“Malpira!” kejut seseorang dari pintu.
Aku tidak kaget. Dan tidak perduli. Kualihkan kepalaku untuk langsung melihat ke arah dinding dan menutup telinga dengan buku pelajaran kewarganegaraan. Tapi, suara itu makin ramai. Seperti di pasar. Sangat berisik!
“Diam!” teriakku sambil berdiri dan melempar buku ke arah mereka. Aku setidaknya tahu benar bahwa mereka memang bermaksud menggangguku. Sangat jelas!
Mereka semua diam. Saling lirik satu sama lain. Bersikap hati-hati dan bergerak pelan-pelan. Mereka merapikan kembali kursi kelasku dan pergi. Memang cemen!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ke : Kurikulum Kakak Kelas (Completed)
Teen Fiction3 di #Kelas [7-9-2018] Hampir 13 tahun temenan dengan mereka buat gue yakin kalo sebenarnya mereka ini Teripang, binatang laut yang kalo jalan gesek dan nggak punya otak. Terlebih ketujuh orang ini juga nggak punya kamus bahasa dan tata krama. Kadan...