6|| Teman 3 : KeRen-di

836 110 53
                                    

Aku menatap Rendi tak suka saat dia duduk di sebelahku di kantin seperti ini. Itu jarang sekali, dan saat terjadi, aku merasa aneh. Tapi dia juga tidak bicara. Bahkan saat Mita-teman sekelasku-bertanya padanya, dia cuman bilang mau aja. Ketus.

"Ya udah," kata Mita jadi gondes.

Jika Geri adalah orang yang kekurangan otak dan Andri cenderung bisa jadi psikopat, maka Rendi beda. Dia dalah tipe sempurna, seperti lorong rumahnya yang bernama melati, dia memang seputih itu. Rapi, Supel dan pribadi yang menyenangkan. Muka-muka anak Mami yang gemesin.

Tapi dia lebih pendek dari anak-anak cowok kebanyakan, lalu aku yakin bisa ngalahin dia kalo bertinju, kecuali kalo dia bawa kawan.

Tapi entah kenapa hari ini, di kantin, dia diam aja. Nunduk liatin bakso dan cuman diaduk-aduk doang, seperti membunuh kebosanan.

Aku, Dini, dan Mita berusaha tidak memperdulikannya dengan bercerita soal Drama korea High School Love On. Yaitu, film yang baru rilis tahun itu.

Sebenarnya, waktu itu juga ada beberapa drama korea yang tayang di TV Nasional. Salah satunya Master Sun. Tapi karena tayangnya siang dan sore, dan ada les, anak-anak jadi nggak nonton.

Dan begitulah, cerita ala perempuan.

***

Selama pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, entah kenapa, aku kepikiran Rendi terus. Apalagi pas di kantin tadi, makanannya benar-benar nggak dimakan dan dia langsung cabut gitu aja.

Sangking kepikirannya, aku sampai izin ke kamar mandi, padahal mau liat Rendi, ngintip ke 3 IPA 3.

Di kelasnya, dia cuman rebahan di atas meja. Kelasnya sih emang nggak ada guru. Dan hal itu memudahkan Geri, Dimas, Setan, Jin dan sejenis tentara Abraha lain ngajakin aku berantem.

Jadi, aku nggak bisa lama-lama lewat 3 IPA 3. Aku juga mikirin guru PKN dan anak kelas yang bisa saja berspekulasi aku BAB karena lama.

Kuputuskan untuk ke kelasnya saja setelah bel pulang. Tapi kata Andri, Rendi udah pulang waktu pelajaran ketiga, dijemput Duta.

***

Sialan!

Sudah malam dan aku bertekad untuk memukul Rendi. Bahkan sampai bawa balok yang aku pungut di depan rumah Andri. Sebenarnya, tadi aku mau fokus buat searching puisi yang bagus di google. Karena prakter musikalisasi puisi udah mepet. Tapi si kutu kupret Rendi terus kepikiran!

Aku jadi sebel sendiri.

Dengan tekad, amarah, dan sebuah benda tumpul di tangan, aku jalan cepat ke rumah Rendi. Pas aku berdiri di depan pagar rumah Rendi yang kebuka, aku bisa liat Andri, Geri, Dimas, Pertus bahkan Duta lagi ngobrol-ngobrol seru. Dan Rendi juga!

Tinggal tambah Fero, tuh boyband udah lengkap!

Dan celakanya, Rendi ketawa-tawa nggak ada beban. Hebat banget tuh anak!

"Eh Mal? Ngapain?" kata Andri sadar aku di pagar.

Suasana menjadi lebih hening dan aku lempar balok ke jalan aspal. Lalu berlari cepat ke arah Rendi. Kuhajar dia!

Suasana menjadi ricuh, Dimas teriak histeris kayak kemalingan. Andri diam aja, bingung. Pertus dan Duta kompak lari-lari panik nyari Saipul-Satpam rumah Rendi. Geri coba ngelerai. Dan aku mau bunuh Rendi.

"Dasar sialan lo!!" teriakku masih narik-narik Rendi.

"Ya Allah, Mal, istighfar! Istighfar!" kata Geri sambil narik-narik tangan aku.

"Nggak! Dasar sialan! Gue bunuh lo!!"

"Ei...ei.. Lepasin, Mal!" kata Andri ikut ngelerai.

Aku juga dengar suara Dimas teriak-teriak, dia berdiri jauh banget, di trotoar, di luar pagar rumah Rendi.

"LEPASIN WOY! WHOAA.... LEPASIN!!"

Aku sempat berpikir kalo Dimas sedang memicu warga sekitar buat ngelerai aku dan Rendi.

"Mal, udah ih, lepasin, nanti si Rendi mati!!" kata Duta Skeptis.

Kudorong Rendi ke lantai trus langsung cabut.

Aku sempat berbalik pas sudah sampai pagar buat natap mereka horor. Aku dengar anak-anak pada nyibir aku monster dsb. Tapi Rendi cuman ngeliat aku bingung sambil megangin lengannya yang nyeri.

Khawatir pantat kuali! Anak cowok emang ngeselin! Mau mati sana, aku nggak peduli! Sialan!

***

Ke : Kurikulum Kakak Kelas (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang