21|| Persahabatan kami adalah janji

517 86 20
                                    

Aku mencoba untuk tidak terlalu terpengaruh dengan apa yang sudah terjadi. Yang jelas Pertus tak memberitahuku dan berarti hal itu tidak terlalu penting untuk aku tahu. Aku mencoba biasa saja dengan berusaha bangun siang di hari minggu ini.

Awal bulan Desember di tahun 2014 adalah filler. Aku dengar dari Bang Bagas kalo episode Naruto Shippuden bakalan filler dulu beberapa episode. Padahal waktu itu udah perang dunia gitu katanya.

Aku nggak tahu deh, nggak nonton!

“Padahal lo ingat, nggak? Dulu pas SD pada nonton bareng yang lain. Ngerengek minta Abang Download-in terus?” dia berdiri di konsen pintuku dengan mata yang masih tertuju pada ponsel.

“Keluar!” kataku dari atas ranjang, kembali bergulung.

“Ada Andri tuh di bawa,” sambungnya lagi sebelum benar-benar pergi dan membuatku langsung duduk mau tidak mau. Kutebak, Andri palingan lagi rebahan di sofa. Ini minggu dan dia mager. Sungguh terbaca.

Aku menurui tangga dan melihat Bagus juga sedang di ruang tengah. Duduk lesehan sambil ngerjain tugas di laptop Bang Bagas sambil dilihatin dengan 4 siluman cicak dari atas sofa. Aku mendesah takjub. Keren saja melihat Rendi, Andri, Geri dan Duta muat di sofa seperti itu.

Dan melihat Bagus yang tetap polos tidak terganggu, membuatku mulai gusar.

“Ehm,” dehemku mencari perhatian. Tidak ada yang melihat. “Dek,” kataku sambil menyentuh bahu Bagus pelan.

Dia menunjukkan tugasnya ke arahku seperti sedang pamer. Aku tersenyum menanggapinya. Sedang 4 siluman cicak itu tetap melihatnya dengan tatapan tidak enak. Sebagai Kakak yang mencintai adiknya dengan tulus, aku merasa harus menyelamatkan Bagus.

“Kerjain di kamar aja, Dek, di sini dingin,”

Kukatakan begitu karena pintu rumah terbuka dan di luar sedang hujan. Angin berhembus dan Bagus menurut. Setelahnya adalah aku yang melempar mereka dengan kacang yang kubawa dari kamar.

“Mata! Mata!” ingatku serius.

Mereka menyipitkan mata melihatku, berdiri saat aku baru saja duduk. Mereka melangkah ke arah pintu seperti mau pulang. Aneh. Aku merasa seperti orang tidak berharga saat itu. Ini kelewatan.

Aku tidak menyangka mereka ke rumahku hanya untuk melihat Bagus belajar? Menyebalkan! Kuteriaki mereka karena frustasi lalu kembali berjalan ke arah kamarku dengan cepat.

Sampai punggung mereka patah duduk di rumahku, aku takkan keluar lagi. Lihat saja! Biar mereka mengerti rasa diabaikan!

“Mal?” panggil Andri dengan suara bingung. Membuatku berbalik melihatnya dan melihatkan wajah kesalku.

“Ayo!” sambungnya yang tak kumengerti.

Mereka berempat jadi kembali memasang wajah bingung dan saling melihat. Aku juga bingung. Ayo kemana? Dasar aneh!

“Ck.. ke rumah Dimas, Bego!” ucap Geri tak tahan.

Aku diam sebentar untuk mengerti bahwa hari ini ulang tahun Dimas dan aku tidak mengerti kenapa aku bisa melupakan itu. Aku bergegas keluar rumah melewati mereka.

“Ayo,” kubilang pelan sambil tetap berjalan menerobos hujan dan membuat Geri harus repot mengejarku agar mengenakan payung bersamanya.

Ke : Kurikulum Kakak Kelas (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang