14|| Persekusi

633 97 58
                                    

Selamat ulang tahun, Malpira!
31 Desember 2017 lalu pertama kali publish. Udah setahun!!

Aku senang publish bagian ini, semoga kalian juga senang, ya.

***

Bersamaan dengan bel, waktu les selesai. Sekitar jam setengah 5 sore dan capek. Dan celakanya Andri dan Geri maksa kumpul di depan sekolah dulu.

Fero dan Duta juga datang. Mereka berdua pake baju sekolah putih abu-abu seperti kami. Aku sempat nanya ke Fero pas nungguin rombongan IPA 3 keluar. Kenapa dia pake seragam? Seingat aku kan dia udah libur. Dan bukannya dia sekarang harus kerja?

“Dari sekolah,” juteknya.

Dan membuatku senang hati untuk menghindarinya dengan nyempil di antara Duta dan Pertus yang lagi ngomongin komputer.

“Ishh,” kata Duta menjauh dariku.

Aku memicingkan mata melihat kelakuan Duta dan jalan ke sebelah kiri Pertus, ikut menjauhinya yang menjauhiku. Pertus cuman ketawa aja.

Saat itu, tidak beberapa lama menunggu, aku bisa melihat Andri, Geri, Rendi menuju pagar diikuti dengan Dimas. Saat melihat si penakut itu dan dia melihatku, kami berdua kaku. Dia sempat berhenti jalan dan saling tatap kaget.

Aku merasa seperti jantungan dan kami berdua berakhir dengan salah tingkah. Natap pasir. Pohon. Mamang cilok. Apapun kecuali sorot mata anak-anak yang lain.

Ampun! Otakku terus teringat pengintaian kami kemarin yang berakhir kurang baik dengan kehilangan target karena saling curhat perkara kegelisahan punya adik dan tidak punya.

“Weeehhh!”

Mereka sahut-sahutan sambil tos gitu. Aku masih gulung tangan di depan dada dan mandangin pasir. Sangat niat dalam memutuskan konteks mata dengan siapapun.

“Gimana kemaren?” tentu Duta terlihat tidak ingin berbasa-basi.

Tapi entah kenapa hal yang sebegitu tertebaknya masih bisa membuat aku dan Dimas tetap kaget hingga menyuarakan hah? Cukup keras dan membuat kecurigaan di mata Duta.

Kurasa, aku akan mati hari ini.

Emp.. gi-gimana ya, Dim? Hahaha...” kupukul lengan Dimas sok asik untuk menyadarkannya dari wajah bingung.

“Gi-gimana ya, Mal? Hahaha...” tanyanya pula.

Sialan!

Aku mutar otak mikir mau ngomong apa. Masa iya, aku bilang Bagus dan Sella kemarin buka baju? Yang bener aja!

“Ooh.. itu, Dim! Kita nunggu di depan SMP!”

“Dekat Mamang bakso goreng kan?!” Dimas menimpali heboh.

“Iya!” teriakku keras “Bakso goreng! Nah terus Bagus dan Sella keluar?”

“Iya-iya, mereka keluar, Ta.” Dimas melihat ke arah Duta yang mengernyitkan kening “Kita ikutin kan dari belakang ya, Mal?” aku mengangguk sambil tertawa pahit.

“Pake motor Andri! Si jume, jupiter merah. Hahaha...”

Terus berteriak seperti itu membuat suaraku habis dan sekaligus otakku. Aku bingung. Anak-anak malah terlihat curiga. Kukodein Dimas untuk menurunkan intonasi suara.

Ke : Kurikulum Kakak Kelas (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang