Guru sedang rapat. Jadi aku sedang duduk di mejaku saja dengan Headsheat di telinga, bersama Demi lovato ft. Olly Murs, judulnya Up. Itu adalah lagu yang baru dirilis saat itu. Buku Uan Fisika berada di depanku, di atas meja, siap dipelajari sendirian.
Kelasku ramai, semuanya juga sedang belajar. Jangan berani bandingkan dengan keadaan kelas 1 yang sedang berisik itu!
“Mal!” panggil seseorang dengan keras. Membuatku spontan melepas Headsheat karena kaget orang itu menggebrak mejaku. Dia... Geri.
Aku melihatnya dalam diam.
“Gue mau ngomong dengan lo,” sambungnya dengan alis berkerut sebelum keluar dari kelasku untuk aku ikuti.
Dia berdiri di luar kelas, kedua tangannya tergulung, terlihat seperti orang kesal. Aku berjalan mendekatinya, aku tidak ingin dia merasa sedang kujauhi karena itu akan membuatku canggung.
“Kenapa?” nada suaraku antusias, aku bahkan tersenyum tiga jari. Aku tidak tahu, dengan menjawab sepolos itu aku akan lolos dari prasankanya yang mungkin juga benar atau tidak.
Geri mengernyitkan kening. Mulutnya terkatup rapat, sorot matanya tajam. Aku melihat dia mengepalkan tangannya. Dia marah. Aku tahu.
“Lo kenapa jauhin kita?”
Aku ketawa.
“Mal!” teriaknya geram. Tapi aku tetap tertawa.
“Hahaha... biasa aja kali!”
“Gue panggil, lo pergi. Gue ke rumah, lo selalu nggak ada. Lo juga nggak pernah balas BM gue, lo nggak datang ke tanjakan!” dia kembali naik beberapa oktaf. Aku kembali tertawa, rasanya sangat konyol.
“Gue belajar, Geri salut. Udah ah, gue masuk dulu,” ucapku tak menghiraukannya dan masuk ke kelas.
“Lo marah kan?” katanya
Kupelankan langkah kakiku walau tidak berbalik. Aku ingin dengar apa yang dia katakan.
“Gue bakal tunggu lo nggak marah lagi,” sambungnya.
Kulihat pantulan dirinya dari kaca di dekat meja guru, dia menunduk dalam saat mengatakannya “Terus semua bakal baik dengan sendirinya kan?” pelan sekali dia katakan, lalu dia pergi.
Kalo gue pergi berarti gue mau sendiri. Gue butuh ketenangan. Nanti juga gue bakal datang sendiri.
Pernyataanku di kelas 2 tahun lalu menggema begitu saja. Seperti menolak sepi yang tiba-tiba kurasakan.
***
Hari itu aku pulang sekolah lebih cepat dan duduk di teras rumahku. Saat itu Andri dan Duta datang, mau ketemu Bang Bagas katanya, langsung ke dalam rumah.
Aku melihat mereka dan mereka berlalu. Entah kenapa, aku menghela napas dan menyenderkan kembali tubuhku di bangku teras. Bersama buku di pangkuanku. Dan sebuah pemikiranku bahwa aku bisa saja jadi profesor.
“Woy,” tegur Duta saat keluar dari rumahku. Aku tersentak, kaget. Dan meresponnya dengan berdehem “Belajar?” sambungnya duduk di bahu kursi.
“Iya,” kujawab pelan.
“Mal, gue ambil dasi di kamar,” Andri menyela, mengangkat dasinya di depan wajahku. Aku berdehem dan kembali membaca buku.
Dan mereka berdua pulang.
***
“Malpira, beli satu aja!” teriak Mamaku dari dapur. Yaitu untuk disuruh membeli kecap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ke : Kurikulum Kakak Kelas (Completed)
Novela Juvenil3 di #Kelas [7-9-2018] Hampir 13 tahun temenan dengan mereka buat gue yakin kalo sebenarnya mereka ini Teripang, binatang laut yang kalo jalan gesek dan nggak punya otak. Terlebih ketujuh orang ini juga nggak punya kamus bahasa dan tata krama. Kadan...