Chapter 38

54 10 21
                                    

"Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang menentukan."—A

"Kumohon sekali lagi? Aku hanya ingin melihat matanya dan menjelaskan semua."—A

"Melupakanmu tak semudah aku jatuh padamu."—D

****

Aku mendongakkan kepala mengintip keadaan Aland dari jendela kecil yang terdapat pintu ini. Aku menahan napas saat melihat Aland terbaring lemah dengan beberapa dokter yang sibuk di sampingnya. Tubuh Aland dikelilingi banyak belalai peralatan yang membantu merawat tubuhnya. Mataku memanas. Aku tidak tega melihatnya seperti ini.

Tidak kuat melihat kondisi Aland lebih lama lagi, aku membalikkan badan, dan menyandarkan tubuhku pada pintu yang tertutup ini. Aku menunduk, bertepatan dengan itu air mataku jatuh. Menghela napas, mencoba menghilangkan rasa sesak yang sedari tadi tak berhenti menghampiri. Aland akan baik-baik saja, dia akan kembali seperti semula. Aku yakin itu. Aland tidak akan meninggalkanku, iya dia akan selalu bersamaku. Dan akan kuusahakan agar dia selalu bersamaku.

Selalu begitu.

Andai saja waktu bisa diputar, aku akan benar-benar memperlakukannya sebagai mana yang kulakukan pada temanku yang lainnya. Aku tidak akan membentaknya, mengira kalau dia hanya bermain-main dengan perasaanku, dan aku akan menikmati masa-masa itu. Karena kutau, aku sadar, dan setelah kejadian ini aku berani mengakui kalau aku....

...aku mencintai Aland.

Tapi tolong, jangan secepat ini, jangan rebut Aland dariku. Aku menginginkan menikmati rasa yang muncul di antara kita dengan bahagia, seperti remaja lainnya yang mabuk asmara. Aku tau, aku terlalu naif. Aku tidak mengerti dan bodohnya aku tidak mau mengerti kalau rasa khawatir berlebihan yang muncul saat Aland tidak menampakkan wajahnya, rasa malu saat dia mengatakan hal-hal yang menyinggung perasaan, rasa kesal saat dia memeluk Vera, juga rasa berharap... yang berlebihan.

Aku merasakan hal itu karena aku menyayangi Aland.

Aku bodoh! Seharusnya aku berusaha mengetahui perasaanku saat pertama muncul itu, bukan malah bersikap seakan hendak mengusir rasa itu.

Kenapa aku mengetahuinya setelah Aland terasa hilang seperti ini?

Aku terisak.

Menghiraukan orang-orang yang berlalu-lalang melewati lorong ini. Tante Fina mendekat ke arahku, memegang kedua bahuku lalu menuntunku ke tempat duduk.

"Aland pasti akan baik-baik saja Alyssa...." suara tante Fina bergetar. Seharusnya aku yang menghibur tante Fina dalam keadaan seperti, bukan malah aku yang harus dihiburnya dan malah menambah lara pada dirinya.

Aku mendongak, menatap tante Fina yang wajahnya sudah dipenuhi air mata. Sama sepertiku.

"Maafin Alyssa tante...." aku memeluk erat Tante Fina. Menumpahkan air mataku disana. "untuk semua," lanjutku parau.

"Alyssa gak usah minta maaf. Seharusnya tante yang berterimakasih sama Alyssa udah buat Aland bahagia selama ini, dia sayang kamu, nak." Tante Fina melepas pelukannya lalu memegang daguku lembut. Dan hal itu semakin membuatku terisak. "Kamu tau nggak, saat dia gak masuk sekolah karena harus dirawat, dia selalu nanya kabar kamu ke mama kamu." Tante Fina tersenyum lirih setelah itu.

Dadaku terasa semakin sesak, tenggorokanku seakan tersumbat, kedua tanganku bergetar.

Tante Fina tertawa di sela-sela tangisannya, matanya seakan menerawang, "Tante bakalan selalu ingat gimana ekspresi Aland saat tante bicara pasal kamu."

Dinosaurus I'mn love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang