Pssst... Budayakan vote sebelum membaca oke? Hehe.
Sudah?
Oke, happy reading!!!
*****
Aku benar-benar rindu sekolah.
Padahal aku hanya tiga hari tidak masuk karena sakit, empat hari jika ditambah hari minggu kemarin. Tapi tetap saja, suara kelas yang bising karena jam kosong tetap merindukan.
Sekarang hari senin, topi sudah kukaitkan di tempat sabuk rok. Dengan santai aku menyusuri koridor yang dilalui banyak murid entah itu kelas sepuluh ataupun kelas duabelas. Dengan permen milkita di mulutku, aku benar-benar menikmati masa sekolah ini. Mood-ku membaik karena Mama membelikanku martabak manis tadi malam. Ya, hanya karena itu Mama berhasil mengembalikan mood-ku setelah dihancurkan berkeping-keping oleh dua dinosaurus sialan itu!
Ah, mengingat namanya membuatku ingin menendang mereka jauh-jauh!
Sesuai dugaanku kemarin, mama marah besar saat melihat isi kamarku--karena ruang tamu dan dapur sudah dibersihkan oleh bi Inah omong--omong-sampai aku menjelaskannya Mama dan dia memaklumi lalu membelikanku martabak manis itu.
"Hai Lavie!" aku menyapa Lavie dengan semangat.
"Hei! Udah sehat?" aku mengangguk lalu mengernyit menyadari ada yang aneh.
"Eh, kok lo pindah ke depan sih?" tanyaku setelah menyadari kalau hal yang aneh itu tercipta karena Lavie pindah ke depan bangku yang biasanya kami duduk bersama. Aku menoleh ke bangku tempat duduk Lavie dulu saat bersamaku. Di sana sudah ada sebuah tas yang tak aku kenal, aku menatap Lavie meminta penjelasan.
"Ada anak baru. Gue suruh pindah ke depan sama Bu Emi yang ngeselin itu. Udah deh jangan banyak protes, lagian orang yang duduk disitu tipe-tipe cogan. Lo ga bakalan terganggu," jelasnya panjang lebar.
Aku yang tak mau ambil pusing segara duduk, menaruh tasku lalu menghadap ke depan--ke tempat duduk Lavie--hendak menceritakan apa yang terjadi kemarin padaku, dan bagaimana menyesalnya aku tidak mengiyakan ajakannya ke mall. Aku menceritakan dari awal, mulai Cantika yang dititpkan padaku sampai bagaimana Mama membelikanku martabak manis. Lavie hanya mengangguk-angguk sesekali merespon dengan kata kesal juga.
"Emang sih orangnya lumayan ganteng. Tapi kalok ngeselin mah gue gak peduli seberapa gantengnya!" kataku terbawa suasana.
"Kayak siapa sih orangnya? Kalok masih dalam standar lumayan mah gapapa lo bentak-bentak. Tapi kalok udah masuk standar 'sangat tampan' haram hukumnya kalok lo bentak-bentak!"
Aku memutar bola mata malas. Lavie memang begitu. Gila cogan. "Bodo lah Lav," kataku singkat.
"Kayak siapa sih?" aku lupa kalau Lavie punya penyakit penasaran yang hakiki. Aku mendengus lalu mengedarkan pandangan mencari seseorang yang sekiranya mirip dengan Aland.
"Kayak siapa ya... hmm..." aku masih terus mencari. Hingga seseorang berjalan ke arahku, maksudnya ke arah tempat dudukku. Aku melotot, tak jauh beda denganku dia juga memasang tampang heran. Dengan langsung aku berteriak, "ININIH LAV! ORANG KURANG AJARNYA!!" Aku menunjuknya yang kini berdiri di sebelah bangku kosong di sampingku berteriak seperti orang kecopetan yang bertemu dengan si copet.
"Eh, apaan lo! Badak!" Aland menatapku tajam.
"Yee, badak-badak! Gak boleh bilang badak, badak!" aku balas menatapnya tajam.
"Ngapain lo di sini?!" bentaknya sambil menunjuk ke arah tempatku duduk.
"Dih! Ini tempat duduk gue bego!" tak gentar, akupun balas membentaknya. "Seharusnya gue yang nanya, lo ngapain di sini?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinosaurus I'mn love.
Roman pour Adolescents[TAMAT] Stephanie Alyssa, si gadis biasa. Kehidupannya seperti gadis lain. Namun yang membedakannya adalah keberuntungan. Dia mampu menggenggam dua hati. Namun, tidak bisa menjaga rasa. Dia mampu menerima. Namun tidak mengerti dan tidak berusaha unt...