Chapter 39

73 12 17
                                    

"Jika mengenalmu mengajarkanku arti kedewasaan. Aku tak akan menyesal mengenalmu walau luka sebagai makanan setiap harinya."—A

"If i'm not made for you then why does my heart tell me that am i?"—Daniel.B. (if you're not the one.)

****

Aku tersenyum. "Gue gak nangis! Cuma kelilipan, hehe." Aku mengusap air mataku cepat, kemudian memunculkan senyuman. Fake smile.

"Gak semua tentang gue 'kan?" tanyanya membuat dahiku berkerut menghilangkan ekspresi sedihku disana.

"M-maksudnya?"

"Masih Aland."

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tidak percaya akan apa yang diucapkan Dave dalam kondisi seperti ini. Aku tau betul apa maksudnya.

Masih tentang rasa.

"Muka lo serius amat, Cha!" tiba-tiba Dave tertawa dan itu membuatku terdiam beberapa saat. "Jangan dipikirin! Gue udah ikhlas kok, hehe." Aku masih terdiam menatap Dave datar. "Becanda," terangnya lalu merangkulku, menuntunku masuk ke dalam rumahnya.

"Gak lucu," gumamku pelan.

"Lucu-lucuin aja biar ketawa. Biar nutupin mata lo yang bengkak tuh. Jadi tambah jelek tau nggak."

"Lho Dave? Kok sepi gini sih?" tanyaku setelah sadar kalau disini hanya tinggal kami berdua. Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah, namun tidak seorangpun keluarga Dave terlihat di sini.

"Keluarga gue udah jalan ke bandara beberapa menit yang lalu. Tinggal gue yang masih di sini. Nungguin elo," jawabnya sambil mengambil sesuatu di laci yang kuduga adalah kunci pintu.

"Terus?" tanyaku berhasil membuat Dave menghentikan pergerakannya, ia menatapku lekat.

"Terus ya kita nyusul mereka ke bandara!" kemudian Dave melangkah ke arahku, merangkul ke arah pintu keluar. "Nanti lo pulangnya sama supir gue aja ya," katanya sambil mengunci pintu di depannya.

Aku hanya mengangguk, kemudian memutuskan untuk bersuara saat menyadari Dave tidak melihat ke arahku. "Iya."

****

Panas terik matahari tidak menghalangi manusia-manusia menyusuri jalan di kota metropolitan ini. Termasuk aku dan Dave.

Sejak tadi, aku bergerak gelisah di dalam mobil. Aland kembali berhasil menerobos masuk ke dalam pikiranku. Bagaimana keadaannya? Apa dia sudah sadar? Bergabung dengan pertanyaan lainnya semua itu bertumpuk-tumpuk di dalam kepalaku. Aku benar-benar khawatir.

Aku menghela napas berat. Rupanya helaan napasku cukup untuk membuat Dave yang duduk di sampingku menoleh.

"Maafin gue Cha," ucapnya pelan.

"Gak papa... mungkin takdir kita udah kayak gini." Aku menoleh ke arahnya yang duduk di kursi penumpang tepat di sampingku. Tersenyum menguatkan padahal aku sendiri butuh dikuatkan.

"Bukan masalah itu!"

"Masalah apa?"

Dave menghela napas, ia menatapku lekat. Dari tatapan matanya aku bisa melihat berbagai beban di sana. "Soal Aland." Aku tetap menatapnya dalam diam, sementara di kepalaku sudah berkumpul berbagai macam kemungkinan, menebak apa yang akan ia katakan selanjutnya.

"Mama yang ngasih tau semuanya ke elo kan?" entah kenapa hal itu terasa meyakinkan di kepala kalau Dave mengetahui masalah ini dari Mama. Mungkin beberapa jam yang lalu? Saat dia menelepon mama?

Dinosaurus I'mn love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang