Chapter 01

1.1K 283 319
                                    

Dunia memang sudah sinting atau aku yang kacau, apapun itu kurasa tidak masuk akal untuk kondisiku yang sekarang ini.

Aku menatap sekitar dengan wajah pasrah akan jadi amukan Mama karena telah mengacaukan kondisi rumahku. Sofa yang terkena tumpahan jus mangga, meja yang sudah kehilangan taplaknya, lantai yang kotor seperti kolam lumpur, dan dapur yang sudah seperti kandang badak. Aku mengeluh tertahan membayangkan bagaimana ekspresi Mama nanti jika ia mengetahui apa yang telah terjadi pada rumahnya.

Sepertinya aku akan sakit lagi.

Tiga hari aku tidak masuk sekolah karena demam sialan akibat dari bermain hujan malam-malam itu akan dengan senang hati kembali menyapa jika dihadapkan dengan situasi seperti ini.

"Kak Alyssa tau nggak sama kakak Cantika?"

Aku menatap tak selera ke arah gadis kecil yang kini tengah mengaduk-aduk jus mangga yang telah dicampur satu bungkus oreo diselai perasan jeruk nipis yang ia temukan di dapur tadi. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa rasanya, melihatnya saja sudah muak.

Namanya Cantika, adalah anak dari teman Ayah yang beberapa minggu ini menempati rumah kosong di sebelah rumahku. Sebenarnya dia cantik, terlihat lucu. Sayangnya sikapnya yang seperti 'Little Devil' bagi rumahku menghancurkan ekspektasiku semula saat melihat wajah manisnya tadi pagi saat Mamanya menitipkan dia di rumah. Ternyata benar kata orang-orang tentang "Don't judge book by this cover" siapa yang menyangka gadis kecil dengan senyum manisnya di depanku ini bisa merubah bentuk rumahku yang tertata rapi menjadi seperti kebun binatang tak terurus? Aku saja yang tidak menyukai anak kecil tadi pagi langsung tertarik saat melihat tingkah lucunya bersama sang Mama.

Dan memang benar, dia yang menyebabkan semua kekacauan yang tercipta di rumahku.

Dia juga mengacaukan hari mingguku omong-omong.

Seandainya waktu bisa diputar, tadi pagi aku akan mengiyakan saja ajakan Lavie--sahabatku dari komplek sebelah--untuk jalan-jalan di mall dekat sekolahku sana, katanya supaya tidak sakit lagi dan hari senin besok bisa masuk (aku tau ini sama sekali tidak nyambung) coba saja, seandainya aku ikut Lavie pasti aku tidak akan menjaga lalu tersiksa dengan kelakuan Cantika ini. Maka beruntunglah Kak Radhit--kakak laki-lakiku--sekarang tidak ada di rumah. Jika dia tidak ke rumah temannya, mungkin dia juga akan tersiksa akan kelakuan Cantika ini.

Oh, ya ampuun. Seandainya saja dengan menjaga anak kecil ini aku bisa mendapatkan kursi gratis untuk menonton race motogp minggu depan, pasti aku akan menikmati momen-momen ini, persetan dengan apapun yang telah ia perbuat. Lagi-lagi hanya seandainya bukan kenyataannya.

"Kak Alyssa kok gak jawab sih!" tiba-tiba Cantika melemparkan bantalan sofa kepadaku, refleks aku tersentak dari lamunan dan langsung berciuman dengan bantalan sofa itu. Aku mengatupkan mulut rapat-rapat, melafalkan istighfar dan kata sabar berkali-kali di dalam hati, aku takut khilaf akan menenggelamkan dia ke rawa-rawa.

Sekarang, aku tengah bersimpuh di lantai dengan tangan yang menumpu pada meja yang sudah tak berbentuk ini dengan Cantika juga duduk di lantai di ujung meja yang di sebelah sana. Kami berhadap-hadapan, Cantika dengan segelas jus mengerikannya, dan aku dengan wajah kusutku.

Menyingkirkan bantal yang ia lempar padaku aku berkata, "Uhh, Cantika lembut banget sih. Cara manggil orangnya beda ya, pake lempar bantal. Tadi Cantika nanya apa?" aku tersenyum ke arahnya. Tersenyum paksa lebih tepatnya. Jangan lupakan kalau dia masih kecil, jika saja dia sudah besar aku tidak akan mau repot-repot menampilkan wajah sok ramahku, tersenyum menahan teriakan amarah padanya. Seandainya dia sudah besar.

Cantika memberengut, bibir ia majukan ke depan. Bukan terlihat lucu, aku malah ingin memakannya. "Tuh, kan. Kak Alyysa gak dengerin! Tadi Cantika nanya, Kak Alyysa tau nggak sama kakak Cantika?!"

Dinosaurus I'mn love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang