Chapter 31

33 12 0
                                    

Haloo... iya, A/N-nya aku taruh di depan hehehe. Cuma mau bilang sediakn plastik ya, takutnya ntar muntah karena terlalu bnyk baca narasi, wkwkwk. Juga mau bilang, tolong jangan contoh sikap Alyssa disini ya. Btw aku gak tega lho nulis chap iniiii, plis gw malah baper sendiri T.T

Vommentnya oke?

Kayaknya gitu aja deh...

Oke... HAPPY READING!!

****

"Katanya, harapan itu penting untuk mengejar impian sebagai penyemangat. Aku mengakui itu benar. Tapi, mungkin aku terlalu banyak memupuk harapan hingga rasa kecewa itu mudah didapatkan."—A

"Seharusnya kau tahu, mana yang kau butuhkan dan mana yang kau inginkan. Jadi, kau tak akan termakan harapan."—A

"Aku tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya."—D

****

Aku mematung melihat kondisi fisikku di depan cermin.

Rambut acak-acakan, wajah tak keruan, hidung memerah, mata membengkak, dan baju yang sudah jauh dari kata rapi. Mengenaskan sekali. Orang di depanku ini terlihat seperti bukan aku, tapi aku tau dia adalah aku. Dan aku juga tau kalau aku adalah penyebab orang-orang di sekitarku tersakiti. Itu aku. Memang pahit jika ditelan.

Dengan sisa tenaga yang ada aku melangkah mundur, lalu mendaratkan pantatku keras pada kasur.

Aku memijat pelipisku keras, rasa pusing mulai melanda. Mungkin ini efek terlalu lama menangis? Kurasa. Sekarang sudah jam 01.46, dan aku masih terjaga di pinggiran kasur dengan kepala yang tertunduk ke bawah. Setelah Dave mengantarku ke rumah aku langsung berlari memasuki rumah menuju kamar lalu kututup pintu rapat-rapat, dan saat itulah air mataku mulai mengalir dengan deras.

Aku memang tolol, mengendapkan semua masalah lalu menangis dengan bodohnya. Aku menangis karena otakku tak berhenti memutar ulang kejadian-kejadian yang membuatku semakin tak keruan.

Otakku masih tidak bisa menerima kalau Dave memiliki rasa itu. Rasa yang hingga sekarang membuatku duduk di pinggir kasur dengan mata sembab dan hidung memerah. Air mata tak lagi keluar, mungkin mataku juga mengerti kata lelah. Hatiku masih berkecamuk, pikiranku masih keruh.

Aku tidak tau kenapa, tapi entah kenapa aku malah kesal pada diri sendiri. Apakah ini wajar untuk seseorang yang seakan kehilangan harapan untuk hidup damai dan tentram?

Aku tau, hidup tak selalu tentang bahagia pasti ada sedih di dalamnya. Aku tau. Tapi kenapa aku masih tidak bisa menerima kesedihan datang? Sungguh, aku ingin datang ke tempat dimana dibebaskan untuk berteriak tanpa dipedulikan orang. Aku pikir itu cukup baik untuk menghilangkan beban. Menghilangkan beban dalam bentuk fisiknya, bukan rohaninya. Kalau rohaninya disini tentu saja adalah menghadapinya.

Tapi aku sudah terlalu lelah. Haha, aku memang lemah.

Aku membuat Dave sakit hati, dan parahnya aku malah membuat diriku semakin terjerumus ke dalam lubang mengerikan yang di dalamnya hanya ada penderitaan.

"KENAPA? HAH? KENAPA AL? KENAPA LO GAK BISA JAUHIN ALAND KALOK LO GAK PUNYA PERASAAN LEBIH KE DIA! LO SEHARUSNYA SADAR AL, ALAND LEBIH BANYAK NYAKITIN LO DARIPADA BUAT LO BAHAGIA! LO JANGAN EGOIS GITU DONG. JANGAN FOKUS SAMA SATU TITIK DOANG! LO SEHARUSNYA LEBIH PEDULI SAMA LINGKUNGAN LO! LO SEHARUSNYA TAU SIAPA DISINI YANG LEBIH SAYANG SAMA LO!!"

Dinosaurus I'mn love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang