Siswa-siswi kelas sebelas SMA Pelita Bangsa berhamburan masuk ke Aula. Hari ini mereka akan tahu, diurutan keberapa namanya tercantum atau mereka ada diperingkat keberapa.
Bintang, Anggi, dan Kayla mulai memasuki Aula. Bintang tidak bisa melihat peringkatnya, karena banyaknya siswa yang mengerubuni papan peringkat.
"Aishh... penuh banget," pekik Bintang.
Kayla menghela napas pelan. "Kita tunggu aja, sampai muridnya gak terlalu banyak."
Bintang memperhatikan siswa-siswi yang berdesakan. Ia menyilangkan tangannya di depan dada.
Tiba-tiba, datang segerombolan siswa berjalan kearah tempat Bintang berdiri. Saat siswa-siswa itu sudah ada dihadapannya, Bintang mengangkat satu alisnya.
"Selamat ya, Bin!" kata salah satu siswa itu.
"Untuk?" tanya Bintang tidak mengerti.
"Peringkat satu paralel," jawab siswa tadi.
"Gue peringkat satu?" tanya Bintang lagi.
"Ya iya lah, siapa coba yang bisa ngalahin peringkat lo."
Bintang masih tidak percaya, ia kira Rafa yang mendapatkan peringkat satu. Karena waktu itu, David yang memberitahu saat di rooftop.
Karena rasa penasarannya, Bintang masuk ke dalam kerumunan siswa-siswi. Ia rela desak-desakan, hanya untuk memastikan. Kayla dan Anggi yang ikut bingung, langsung menyusul Bintang untuk melihat papan peringkat.
Saat Bintang melihat peringkatnya, benar saja. Ia ada diperingkat nomor satu. Lalu peringkat dua Rafa dan ketiga Bagas. Ia menghela napas, rasa senang dan bingung tercampur aduk.
"Kok Rafa peringkat dua?" tanya Kayla dan Anggi bersamaan.
Bintang mengedikkan bahu. Lalu pergi meninggalkan Kayla dan Anggi dengan tanda tanya besar. Mereka masih bingung, tidak mengerti.
Kayla mencari namanya, "wihh, demi apa, Gi. Gue peringkat 12" girang Kayla.
"Cuman naik satu peringkat," sahut Anggi.
"Yah... gakpapa, mudah-mudahan gue bisa masuk sepuluh besar," Kayla masih menatap papan peringkat dengan mata berbinar.
"Amin...."
"Woahh... lo peringkat 10, Gi" tukas Kayla tak kalah girang.
"Hm," deham Anggi. "Ehh, kejar Bintang yok!"
"Yok! Gue juga mau kasih si David pelajaran, udah ngasih berita palsu," pekik Kayla dengan mata berkobar api.
Anggi dan Kayla keluar dari Aula. Mereka dapat melihat Bintang yang akan berbelok ke tikungan koridor.
"Kejarrr!" Anggi berlari mengejar Bintang, diikuti Kayla.
Akhirnya, Anggi dan Kayla bisa menyamai langkahnya dengan Bintang. Mereka melihat Bintang yang tersenyum menyahuti siswa-siswi yang memberi selamat.
"Wihh... selamat ya, Bin"
"Keren lo, Bin!"
"Emang gak ada yang bisa ngalahin Bintang."
"Lo dikasih makan apa sih, Bin. Bisa peringkat satu?"
Saat sampai di kelas, Bintang duduk, menyilangkan tangannya di atas meja, lalu menenggelamkan kepalanya. Ia mengistirahatkan pikirannya, karena tadi malam ia terus memikirkan bagaimana kalau peringkatnya turun. Bukan karena ingin terus diperingkat satu. Bukan. Ia tidak ingin Mamanya datang ke sekolah, hanya untuk menanyakan soal peringkat.
"Vid, sok tau lo. Kata siapa Rafa peringkat satu," ucap Anggi. "Buktinya, nama Bintang yang ada diperingkat satu."
"Masa sih? Gue beneran ga bohong. Waktu gue lewat ruang guru, gue denger nama Rafa yang jadi peringkat satu," gerutu David tidak ingin disalahkan.
"Informasi lo palsu, beb" sindir Kayla.
"Gak mungkin, beb. Telinga aku masih normal,"
"Lo gak percaya, Vid. Sekarang, lo liat sana ke aula," ucap Kayla tambah kesal karena David tidak mau kalah.
"Mau gue seret ke aula, atau gue bopong. Hah?" pekik Anggi tak kalah kesal dengan Kayla.
"Kalau lo bopong gue, nanti Kaykay gue cemburu dong," sahut David dengan wajah dicemberutkan. Kaykay atau Kayla.
"Gak akan," bentak Kayla penuh penekanan. Ia dan Anggi tidak suka dengan informasi palsu, apalagi menyangkut pautkan sahabatnya.
"Udahlah, cuman peringkat ini," lerai Rafa, karena risih dengan pertengkaran mereka.
"Ya... tapi kan, jumlah sama rata-rata lo dan Bintang sama," David terus membela Rafa, membuat Anggi dan Kayla kesal.
Bagas yang sedari tadi hanya mendengarkan, mulai membuka suara, "Udahlah Vid, orang yang lo bela malah acuh."
⭐⭐⭐
"Ohh... jadi, Bintang bisa mendapatkan peringkat satu, karena prestasinya yang lebih banyak dari Rafa. Walau jumlah dan rata-rata di raport sama, gitu?" tanya David.
Kayla dan Anggi mengangguk.
"Lo baru konek, Vid?" tanya Bintang.
Sekarang, mereka-Bintang, Kayla, Anggi, Rafa, David, dan Bagas- sedang bejalan di koridor menuju parkiran sekolah dengan tas yang sudah ada di bahu masing-masing.
Kayla, David, Anggi, dan Bagas sudah keluar dari pekarangan sekolah dengan kendaraannya. Sekarang, di parkiran tinggal tersisa Rafa dan Bintang.
Rafa menghampiri Bintang yang hendak memakai helm. "Selamat ya, Bin. Akhirnya, taruhan di halte itu, lo yang menangin. Sekarang, lo mau minta apa dari gue, sesuai taruhan waktu itu. Kalau lo yang dapat peringkat satu, gue harus kabulin permintaan lo selama sebulan. Dan kalau gue yang peringkat satu lo harus jadi..." Rafa menggantungkan kalimatnya.
"Jadi apa?" tanya Bintang menggoda Rafa.
"Jadi... ga mungkin," lirih Rafa.
"Mungkin aja, kalau gue mau," sahut Bintang.
"Lo mau?" tanya Rafa dengan mata berbinar.
"Tidak untuk sekarang," jawab Bintang. "Sore ini, lo datang ke rumah gue ya."
"Ngapain?"
"Ngapain? Gue kan pernah bilang, akan ngajak lo ke suatu tempat,"
Rafa hanya mengangguk tanpa banyak tanya.
"Yaudah, gue duluan!" pamit Bintang lalu menjalankan motornya.
Setelah Bintang pergi, Rafa pun masuk ke mobilnya dan mulai menjalankannya meninggalkan pekarangan sekolah seperti yang lain.
Tak jauh dari parkiran sekolah, terlihat seorang gadis masih memakai seragam sekolahnya, sedang mengepalkan tangan dengan wajah memerah memendam amarah.
"Awas lo, Bin."
"Permainan gue bentar lagi dimulai."
⭐⭐⭐
Tetap baca ya! Karena sebentar lagi, KONFLIK nya datang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh [End]
Teen FictionBintang Cahya dan Rafa Aditya sudah kenal 11 tahun yang lalu. Saat mereka kecil, kejadian yang tak diduga membuat mereka terpisahkan. Setelah 11 tahun lamanya, mereka dipertemukan kembali. Tapi mereka tidak saling mengenal. Dengan cara yang tak did...