"Mukamu lesu banget kayak celana dalam belum dicuci,"
Jimin menoleh dengan wajah mengkerut, "Gila apa? Jijik banget dong mukaku? Ngatain orang tuh yang bagusan dikit kenapa..." ia mengusak rambut lepeknya ke belakang.
Hari ini panas sekali sampai rasanya kepala cenat-cenut dan nyaris gila. Inginnya sih beli coca cola gitu tapi mana ada uang.
"Apa lihat-lihat? Ganteng 'kan?"
Lelaki itu berdecak, "Ya in biar cepet. Jimin, kau habis ngapain ke ruang dosen? Emangnya udah pembagian pembimbing skripsi yah?"
"Bukan. Biasa lah, ngurus dispensasi."
".....lagi? Bukannya ini udah yang keempat?" dia bertanya dengan suara kecil, takut menyinggung Jimin yang sedang dalam mode tidak stabil.
Ia melirik kawannya yang makin mengkerut wajahnya. Dahinya terlihat mengkerut setiap waktu sampai ia tak pernah bosan untuk mengingatkan Jimin agar tersenyum. Supaya tak lebih cepat tua dibanding usia aslinya.
Jimin mengangguk lemah. "Tadi juga aku mohon-mohon kayak pengemis. Malu-maluin banget, sih, soalnya dosen lain lihat juga. Tapi ya mau gimana lagi, bro. Tahu sendiri, kan...
—Orangtua udah nggak ada, masih ada Jihyun.. dia mau masuk SMA. Pengeluaran banyak banget sampe kepalaku pusing," ia mengendikkan bahu kemudian.
Ditepuk kepala kawannya yang terlihat sendu. "Keuanganku emang kacau banget. Tapi nggak apa, semuanya udah lancar. Sekarang, aku hanya harus pikirkan cara dapatkan uang sampai batas dispensasi bayaran SPP habis."
Lelaki itu, namanya Kang Daniel.
Kawan bermain Jimin sejak jaman tadika mesra –eh, TK lah namanya.
Jadi dia tahu, kehidupan Jimin itu bagaimana. Termasuk kerusakan keluarganya dan perpecahan ikatan keluarga besar Park.
Entah salah apa Jimin sampai harus tanggung beban seberat itu. Daniel kadang (sebetulnya sering, tapi ia gengsi katakan sejujurnya) merasa iba tetapi Jimin akan selalu menolak pemberiannya.
Kalau diterima pun, itu karena terpaksa dan kepepet pake banget alias darurat.
Jimin sudah tiga kali pembayaran SPP minta dispensasi ke dosen pembimbing karena keuangannya sedang kacau balau. Lelaki itu baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai karyawan paruh waktu di minimarket karena tuduhan maling.
Dan tidak ada yang percaya kata-katanya saat pembelaan, sebab Jimin tidak punya teman disana. Jimin punya kepribadian yang pendiam dan jutek saat pertama bertemu, dan agak sulit membangun pertemanan. Jadi dengan babak belur, ia dipecat secara tidak hormat.
"Bung, sudah kubilang, aku bisa pinjamkan uang. Ah, tidak –bahkan kau tak perlu pinjam! Aku akan berikan padamu secara sukarela, dan kau tak perlu menggantinya. Aku lakukan ini bukan karena kasihan, tapi –"
Jimin mengatupkan bibir Daniel, "Udah deh. Berisik. Dengan alasan apa pun, aku tetap tak akan gunakan uangmu. Bahkan yang kemarin saat Jihyun opname belum aku ganti, mana bisa kau bayari SPP-ku? Yang kuliah aku, jadi aku yang bayar."
"Aku yang kuliah tapi Papaku yang bayar!"
"Nah, maka dari itu. Alasan utama aku tak mau pakai uangmu adalah; itu bukan uangmu, paham?"
Jimin tersenyum lebar dan merangkul sahabatnya. "Itu semua uang dari orangtuamu. Aku tak berhak sama sekali, dan aku tetap merasa nggak enak. Nanti, kalau kau bisa hasilkan uang sendiri, boleh deh berikan banyak-banyak!"
Walau keras kepala, Jimin itu sebetulnya baik hati.
Terlalu baik.
Lelaki ini tak akan pernah lihatkan sisi lemahnya pada orang lain dan tak akan minta bantuan bahkan di saat-saat tergenting.
KAMU SEDANG MEMBACA
broom broom [minv]
FanfictionKebayang nggak bagaimana Jimin mengendarai motornya dan menjemput kamu? Siap antar kamu kemana pun mau dan memperlakukanmu seperti Yang Mulia? Tapi, bayar ya?