4.1

1.7K 281 27
                                    

“Ayah, aku mau pipis.”

Jimin menoleh dengan terkejut, nyaris semburkan kopi panas dalam mulutnya. Terpaksa ia telan kembali, daripada sakiti anak kecil dengan mata bulat di hadapannya. Mendongak lucu kearahnya dengan wajah memerah dan mata berair.

Jimin kelimpungan, tapi berjongkok menyamakan tinggi. Dipegangnya bahu sempit itu, ditanya kemudian, “Namamu siapa?”

“Ayaaaah! Mau pipis! Gak tahan!”

Matanya membola, antara kaget dan bingung. Lantas menggendongnya dan berlari ke kamar mandi. Begitu menjelajah, ia baru sadar sedang ada di rumah sekarang.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana anak ini bisa ada di sana? Jimin pusing antara memikirkan jawaban dan mendengar rengekan anak kecil. Dia tak terbiasa.

Anak itu gemetaran, “Auuuh, cepetan, Yahhh! Mau keluar!”

“J,Jangan!! Tu-Tunggu dulu!”

Semakin kencang Jimin berlari, justru kamar mandi itu semakin menjauh. Membuatnya kelimpungan dan lelah, sekaligus merasa pusing. Dadanya sesak sekali karena tak bisa berpikir.

Butuh oksigen banyak, tapi anak ini bergerak gelisah di tubuhnya. Jimin tersandung kakinya sendiri dan menjatuhkan keduanya. Bukan sakit yang pertama kali ia pikirkan, tapi anak itu.

Matanya membulat sempurna.
Basah, lebar sekali dan langsung bau pesing.

“Yaa!!!! Park Jimiiiin!!!!”

“H-Haaah?!” ia mendongak dan dapatkan Taehyung bersedekap.

Mata memicing marah dan mengintimidasi. Seketika buat Jimin beku dan menempel pada gaya gravitasi. Tunduk pada Taehyung yang tampak begitu agung.

Entah kenapa. Jimin menganga seperti orang bodoh dan hanya diam perhatikan Taehyung menggendong anak kecil itu.

“T-Taehyung....”

Lelaki itu berdecak, “Lagi-lagi kamu buat dia mengompol!”

“Aku —"

“Hentikan kerjaanmu sejenak dan antar dia pipis, apa itu susah?”

kemudian Taehyung menenangkan si kecil yang menangis karena sakit habis jatuh dan rasa risih karena pantatnya basah serta bau.

Senyumnya manis untuk dia, tapi masam untuk Jimin. “Kamu juga bertanggungjawab atas dia, Jimin. Sekarang kamu itu Ayah, bukan pacarku lagi. Ayah dan Suami, ayolah.”

Rahangnya jatuh, “H-Haaah?!”

“Apa? Kau masih berpikir ini dunia 5 tahun lalu, apa?”

“T-Tunggu, tapi, Taehyung, aku —”

Rasa mual menghampirinya seketika. Pusing berputar-putar, sampai rasanya semua makanan yang sedang dicerna naik ke tenggorokan memaksa keluar banyak.

Sudah bau asam di mulutnya, siap-siap tumpahkan muntahan. Dahak sudah membumbung, dan Jimin kehilangan pegangan untuk tetap sadar,
























.
.
.
.
.
.
HOOEEEEEEK!!!

“Astaga, Jimin!”

Yang dipanggil mendongak dengan mata sayu. Ada Taehyung yang memandanginya khawatir, cekatan meraih tisu untuk mengusap sudut bibirnya. Berkali-kali memanggil dan bertanya, untuk pastikan status kesadarannya.

Jimin melihatnya seperti dipenuhi sinar terang. Hangat dan menenangkan. Lantas refleks menggenggam tangannya, “Sayang...”

“Kenapa, sakit?”

broom broom [minv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang