1.5

2.5K 426 25
                                    

Jimin menghentikan laju motornya. Tak tahan dengan remasan di perutnya yang sesekali ujung-ujung jari Taehyung tak sengaja mencubit kulitnya. Hari ini dia tak pakai jaket, hanya kaus tipis, jadi dia merasa sakit sekali. Orang ini memeluknya terlalu kencang seperti dia adalah balon, dan itu sangat sangat tidak nyaman.

"S-Sudah sampai, ya?"

"Sampai kutub utara?" Jimin mendengus, mematikan mesin.

"Kau mencengkeramku terlalu erat sampai aku tak bisa berkemudi dengan enak. Apa yang membuatmu setakut ini naik motor? Kau biasa ngebut dengan mobilmu, seharusnya ini sama saja dengan motor."

Tidak menjawab, Taehyung hanya turun dan melepas helm. Tanpa satu patah kata yang keluar dari bibir tebalnya, ia pergi meninggalkan Jimin yang terbengong. Kaget.

Ada apa lagi, sih, dengan lelaki ini?

Dengan pemikiran tentang probabilitas Taehyung menangis di jalanan, Jimin ikut turun dan mengejar lelaki itu. Bisa habis dia kalau Yoongi tahu ini.

Dia mungkin lolos dari bogeman Yoongi saat membuat Taehyung menangis, tapi jangan lagi. Bukan karena dia ingin menyenangkan Taehyung. Tapi karena ia punya respek pada Yoongi.

Lengannya mencekal Taehyung, "Hei!"

"Lepas,"

"Ayolah, ini bukan adegan drama romantis." Jimin menarik tubuh Taehyung hanya untuk melihat wajahnya.

Tetapi lelaki itu masih membuang jauh-jauh wajahnya, tak mau diperlihatkan. Entah ada apa. "Dan aku tak apa-apakan kau, paling tidak aku harus mengantarmu balik. Memangnya kau mau jalan kaki ke kampus?"

Taehyung meronta hebat, tanpa suara.

Hanya pekikan tertahan.

Dan Jimin bingung harus melakukan apa, selain kemudian melepas lengan Taehyung yang terasa sagat kurus dalam genggamannya.

Ia juga merasakan jejak keringat dingin di kulitnya. Ia diam memandangi Taehyung yang berlari mendekati pohon rindang sekitar sepuluh meter di dekat sana, menunduk dengan pasrah dan terburu.

Taehyung muntah.

"Hei –kau !!!" Jimin kaget, tak mengira lelaki itu akan muntah.

Pantas saja dia tidak bicara apa-apa dan meronta ingin pergi. Jimin tak tahu apa jadinya kalau dia sok-sokan menahan Taehyung dan menenangkan dia seperti di sinetron; mungkin dia akan jadi tempat Taehyung melepaskan muntahnya. Ewh. Hampir saja.

Tetapi, Jimin punya hati. Jadi dia hampiri Taehyung. "Kau sakit?"

"Hhhhh,,"

Kasihan, Jimin memijat tengkuknya lembut supaya Taehyung memuntahkan semua yang ditahannya. Ini sudah biasa, ketika ia mengurus Jihyun yang masuk angin. Jadi dia kebal kalau lihat muntahan.

"Sudah baikan belum?"

"Ya.... kurasa...."

"Sakit kenapa gak bilang?"

Taehyung mengusap sudut bibirnya. Berbalik menatap Jimin dengan mata yang basah menahan tangis yang tadi hendak keluar, "Aku gak apa-apa. Hanya gak biasa naik motor, kurasa."

Ia tersenyum simpul, "Maaf ngerepotin."

Walau sebetulnya Jimin punya segumpal perasaan kesal pada anak manja ini, dia juga luluh kalau Taehyung bersikap manis begini.

Dia terlihat pasrah dan baik, seperti anak kucing. Meskipun ini lah sikap Taehyung ketika merasa sedih atau takut. Bukan dalam mode garang, manja, dan egois.

broom broom [minv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang