1.3

2.5K 460 24
                                    

Jimin mondar-mandir di kamarnya sambil memutar ponselnya.

Masih berpikir, apakah dia harus telpon atau tidak. Jujur saja, meski Taehyung itu menyebalkan dengan tingkah manja dan kekanakannya, Jimin tetap kepikiran.

Walau dia kesal dengan orang, tapi jika orang itu menangis karena ulahnya, Jimin tetap tak bisa makan dengan tenang. Jimin juga punya hati untuk merasa bersalah.

Walau ia juga tak paham letak salahnya dimana.

"Aish, telpon aja deh."

Bukan Taehyung. Dia jelas tak akan berani telpon lelaki itu. Tadi setelah insiden membingungkan terjadi, Jimin minta nomor baru Yoongi dan segera pergi.

Takut kalau kehadirannya disana memperkeruh suasana. Lagipula, Jimin tak punya hak apa pun untuk meminta nomor telpon Taehyung.

["Halo,"]

"Mmm, halo, Kak Yoongi."

["Ya... kenapa?"]

Kok tiba-tiba lidahnya kelu begini, sih... Jimin malah gigiti bibir selama beberapa detik setelah Yoongi merespon.

Padahal tadi di kepalanya sudah terbayang apa yang akan di tanyakan di telpon, tetapi tahu-tahu semuanya luntur.

["Kau masih disana?"]

"M-Masih, Kak!" Jimin duduk dengan raut kacau, "Kak... Apa aku salah bicara? Maksudku, kenapa Taehyung sampai menangis? Atau itu hanya karena aku membentaknya, sementara dia tak pernah dimarahi siapa pun selama hidupnya?"

Yoongi tertawa, "Keduanya benar. Tapi tak apa, kau kan belum kenal dia. Aku maklumi itu, kok. Aku juga sudah jelaskan padanya, jadi tak usah kepikiran tentangnya. Sudah ada aku yang jaga dia. Sekarang dia sedang makan buah stroberi, dia sangat sangat menyukai buah itu."

Jimin tak mau tahu juga, sih.

"Baiklah, aku minta maaf kalau gitu."

"Kok ke aku? Ke Taehyung lah ngomongnya,"

"Nggak, ah... Aku nggak enak sama dia."

Yoongi tertawa lagi, "Kalian hanya harus sering ngobrol supaya saling mengenal. Lain kali aku akan ajak kau makan siang bareng lagi."

Tidak, tidak.

Sudah cukup satu makan siang saja dan Jimin kapok berurusan dengan bayi besar.




















.
.

"Mas, udah lama jadi ojek online?"

Jimin menoleh sedikit dan tersenyum, "Masih baru, Mbak. Kenapa? Saya bawa motornya nggak enak ya? Apa karena saya nggak ngajak Mbak ngobrol? Maaf loh mba, soalnya lagi sariawan ini, nyes-nyes banget rasanya."

"Ehhh, nggak kok. Cuma tanya aja,"

"Kirain, hehehe. Kalo gitu, kasih lima bintang dong mbak."

"Oke, tapi saya nggak usah bayar, ya?"

Jimin merengut, "Yaaaah si mbak ngajak bercanda, nih. Ya jangan atuh, mba. Saya kan ngasih makan adek saya dari duit itu juga, hehe."

"Iya saya juga bercanda kali, santai lah."

"Aman deh kalau gitu," Jimin senyum lagi. Dia melajukan motornya cepat karena jalanan tak begitu ramai.

Tumben-tumbennya juga. Biasanya kalau jam-jam siang begini susah jalan, jam karyawan pulang kerja. Tapi nggak tahu ini kenapa lumayan lenggang, nggak perlu nyelip-nyelip kayak uler.

broom broom [minv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang