2.1

2K 353 33
                                    

Entah bagaimana dia bisa dengan Jimin sekarang.

Dia refleks begitu saja, lanjut menangis dan berkata dia sedang sedih.. juga kesal! Jimin awalnya tidak peduli karena dia harus cepat, ada pesanan makanan yang harus dia antar dari kafe ini.

Tapi, dengan mengejutkan Taehyung bilang ingin ikut! Dia bahkan merengek dengan suara keras dan membuatnya dilihat banyak orang, akhirnya Jimin terpaksa membawa anak anjing ini.

“Ini mbak, pesanannya.” Jimin menyerahkan bungkusan plastik itu. “Waffle manis dan milkshake greenteanya, udah sesuai pesanan di aplikasi. Uangnya pas aja, mbak... Belum ada kembalian, hehe.”

“Makasih, ya, Mas...”

Jimin menerima uang sesuai pesanannya. Lumayan, lima puluh ribu. Untung 20rb karena ongkirnya agak besar. “Mas, kok bawa penumpang?”

“Eh?” Jimin menoleh ke belakang dan menatap Taehyung sebentar, “Cuma teman kebetulan ketemu... karena rumahnya searah jadi saya kasih tumpangan, Mbak.”

“Oh, gitu... Tapi temennya gak apa-apa, tuh?”

“Kenapa memangnya?”

“Kelihatannya lagi galau, ya?”

Jimin menoleh lagi dan sendu, “Kurang tahu kalau itu. Eh, sudah ya Mbak. Kasihan teman nunggu lama. Mari, mbak.”


















































;
“Kau mau diantar ke rumah?”

Taehyung menggeleng, “Kita putar-putar aja dulu. Terserah mau kemana, aku ikut aja. Asal jangan ke rumah.”

Dia menunduk menahan tangisnya. Hatinya sangat sakit setiap mengingat Seojun, inginnya dilupakan saja tapi entah kenapa di kepalanya selalu terbenak lelaki itu.... ah, menyusahkan sekali.

“Kita ke rumahku aja, ya.”

“Iya.”

Setelah itu Jimin melajukan motor ke rumah. Meski agak kesal karena dia tak bisa ngojek sekarang, tapi hati kecilnya merasa iba melihat Taehyung sedih begitu.

Sebagai teman, dia ingin menghibur lelaki ini. Karena sepertinya bisa gawat kalau Yoongi tahu Taehyung menangis.

Di rumahnya sepi, Jihyun belum pulang sekolah. Dan ia merasa tak enak pada Taehyung karena rumahnya sangat bobrok dan berantakan.

Khas bagaimana lelaki memperlakukan barang; berantakan dan semena-mena. Baru kali ini dia mencium bau kaus kaki, dan ia terus melirik Taehyung takut-takut lelaki itu muntah dengan ini.

Jimin menuntunnya ke ruang tivi, “Duduklah. Aku akan ambilkan minum.”

“Iya...”

Jimin pergi ke dapur untuk menyeduh teh manis. Dia kehabisan es batu jadi membuatkan yang hangat. Masih ada sekotak biskuit cokelat di lemari, itu cukup pantas untuk disuguhkan pada Taehyung.

Kendati begitu, dia tetap was-was Taehyung tidak menyukai ini. Maklum, selera orang kaya ‘kan berbeda....

“Maaf tak bisa kasih sesuatu yang enak,”

“Ini juga cukup,” Taehyung senyum dan minum tehnya. “Kamu menyeduh teh dengan baik. Dan ini produk biskuit kesukaanku,”

“Syukurlah kau bisa makan ini.”
Taehyung tersenyum kecil, “Tidak perlu repot-repot. Aku hanya butuh teman cerita, dan tempat aku bisa puas menangis.”

“Apa yang terjadi?”

“Jimin, apa kamu pernah suka seseorang?”

“Kurasa.... ya,” Jimin menggaruk kepalanya. “Dulu ada seorang senior yang sangat cantik dan menawan. Pandai menari dan karismatik. Baik hati dan lembut. Suaranya indah dan dia pintar. Tapi, orang sepertiku tentu bukan sandingan yang pantas.”

broom broom [minv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang