7. "Kita berdua"

4.2K 324 189
                                    

The Temptation - My Girl

The Temptation - My Girl

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rumah lo yang mane?"

Pertanyaan tersebut merupakan kalimat pertama yang terucap di mobil. Sebab, sepanjang perjalanan baik Kievlan maupun Giska sama-sama bungkam. Yang perempuan masih panik, yang laki-laki tidak tahu harus bicara apa. Hingga terciptalah hening berkepanjangan.

"Itu, yang pagernya hijau lumut." Giska menunjuk satu-satunya rumah berwarna hijau di deretan kiri yang paling ujung.

Kalau boleh jujur, Giska agak heran juga melihat Kievlan diam begitu. Possitive thinking, mungkin Kievlan gak mau memperkeruh suasana hati Giska yang genting.

"Dah, turun. Awas kecipratan becek."

Setelah menjawab iya, Giska turun dari mobil Kievlan. Tak butuh waktu lama untuk si pengemudi mengatur persneling mobilnya dan berbelok pergi. Melihat mobil Kievlan semakin jauh, Giska berbalik menghadap pagar rumahnya.

Saat menemukan kunci pagar rumahnya di dalam slingbag, kepalanya tak sengaja menoleh ke kiri. Dilihatnya seorang laki-laki berdiri di sebelah motor matic yang terparkir di tanah kosong sebelah rumahnya.

Dalam hatinya, ia bertanya. Siapa dia? Tamu rumahnya kah? Kok sendirian?

Dengan mata menyipit, Giska menatap punggung laki-laki berjaket denim. Dari postur tubuhnyan, orang itu nampak tak asing. Perasaan Giska yang awalnya gak enak makin gak enak.

"Halo, situ siapa ya?" Giska meninggikan suaranya. Dua detik setelah Giska bicara seperti itu, lelaki tersebut memutar kepalanya.

"Giska."

Giska melotot kaget. "... Gama?!"

"Gis---"

Tanpa berkata apa-apa, Giska memutar kunci gembok rumahnya. Lelaki bermata sayu itu langsung menghampirinya. Terlihat dari sudut mata Giska, Gama hendak meraih tangannya. Namun, Giska keburu menghindar.

"Pergi." Tegas Giska pelan.

"Dengerin dulu---"

"Pergi!" Kali ini Giska mendorong bahu lelaki itu dengan satu tangannya.

Mata Gama terpejam, dihelanya napas panjang. "God, okay..." Gama bergumam lirih, dan mundur perlahan. Tangannya memijat pelipisnya yang terasa berat sekali.

Melihat Giska masih kacau, Gama tersadar tak seharusnya ia memaksa keadaan. Tak seharusnya ia datang sekarang. Tetapi ia ingin perbaiki semua, setidaknya ia ingin kata maafnya didengar.

[BHC #1] Naif | ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang