7. Aku Merindu

329 8 0
                                    

Aku selalu menggunakan akal ketika berpikir tentang perasaan. Sebenarnya aku ini kenapa? Kadang resah tak jelas. Kadang gelisa tanpa sebab.

Akalku bekerja dengan hebat, memikirkan segala sebab mengapa aku selalu dilanda gemuruh resah. Terkadang aku selalu tak menemukan jawaban apa-apa. Kosong, hampa, layaknya ruangan gelap tak berisikan secercah cahaya dan beragam benda hiasan.

"Tidak selamanya, sesuatu yang kau pikir menggunakan akal akan mengeluarkan jawaban. Kau harus pintar dengan menggunakan cara lain," ucap temanku sambil menepuk pelan bahu kiriku, tak lama kemudian ia berlalu.

Aku berteriak, memintanya untuk berhenti,"Hei berhenti! Maksudnya cara lain itu, yang seperti apa?"

Temanku berbalik, menatapku dari jarak kurang-lebih sepuluh meter lalu tersenyum,"gunakan hatimu." Ia kembali melanjutkan langkahnya tanpa menoleh kembali.

Barangkali memang benar, berpikir menggunakan akal tak selamanya akan memberikan jawaban. Aku, dan barangkali kalianpun harus begitu; pintar dengan cara lain, menggunakan hati.

Satu malam berlalu cepat. Segala macam gundah dan resah tak kunjung reda.

Mari menggunakan hati!

Waktu terus bergulir, tiap detik, tiap menit, terus saja berputar sebagaimana porosnya yang wajib dilalui. Aku berpikir sejenak. Kali ini kugunakan segenap perasaan dan hati, tentu saja.

Hingga langit berubah warna menjadi jingga. Matahari mulai kembali ke peraduannya. Aku mulai menemukan jawaban atas segala bimbang yang melandaku selama ini.

Aku merindu.

Aku merindu, begitu senja berkata. Sesuatu yang telah lama kulenyapkan dengan susah payah, kini kembali kugali hingga menganga. Sebuah kenangan usang, berdebu tak lagi terjamah tangan, kini kembali kugenggam.

"Barangkali, mungkin, kau kembali ingin." Semilir angin sore sejuk menerpa kulitku, menggelitik, berbisik merdu pada daun telingaku.

Ya..., barangkali aku kembali ingin...

Rajutan Kalimat RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang