Kemarin ramai kembang api dihidupkan, saling bersahut-sahutan pada setiap penjuru kota. Tidak ada yang lengang. Bahkan hati yang sepi pun ikut dibuat ramai dengan kebisingan.
Kali ini aku ingin menyuarakan isi hati mereka yang berkecamuk minta disuarakan. Sebab terlalu lama memendam membuat hati larut dibuat lebam oleh luka.
Kali ini aku ingin memberitahu sedikit lagi perihal rindu yang tak habis. Perihal perih yang sengaja dilahap perasaan sendiri, sedih, tentu saja.
Dengar!
Tolong dengarkan saja bila tak mau ikut bersuara. Sebab mendapatkan pengakuan 'lihai' itu memang perlu usaha yang ekstra, bukan semata-mata ingin dikenal karena pandai berbicara saja, tapi lebih pada ahli menyuarakan perasaan hati seseorang.
Dengar dan perhatikan...
Tahun sudah berganti lagi, tapi rindu ini masih padamu... Setia sekali. Padahal aku sudah peringatkan hati untuk berhenti. Tapi tidak pernah disetujui oleh perasaan ini...
Mengapalah harus kamu lagi, sedang yang lain banyak yang mengajakku pergi dari situasi pelik dimana aku terus mencintaimu sedangkan untuk melihatku pun kamu tak pernah mau--tak pernah benar-benar peduli.
Bahkan kalau boleh jujur pun aku ingin sekali menyudahi. Jatuh hati sepihak begitu menyiksa hati. Tapi tidak pernah bisa! Sebab senyummu itu seolah selalu mengatakan,"Teruslah mengejar, nanti akan aku sejajarkan."
Tapi seperti pada kenyataannya bahwa senyummu bukan bermaksud begitu. Tidak pernah bermaksud untuk membuat harapan untuk hatiku.
Bahkan aku selalu ingin berkata seperti,"Senyummu adalah luka untukku. Jangan tersenyum di depanku!"
Atau barangkali,"Senyummu tidak pernah berarti kamu menyukaiku. Jangan tersenyum lagi, itu sangat membuatku sakit!"
Namun yang keluar dari mulutku,"Senyummu adalah rindu yang selalu kuingat sebelum tidur. Teruslah tersenyum."
Menyiksa sekali!
Tahun telah berganti lagi, tolong biarkan aku menjauh dari cinta dan rindu yang tak pernah jadi milikku utuh.
Bagaimana? Tidakkah kamu bersimpati sedikit saja? Begitu sesak raga selalu mencintai sepihak. Begitu rapuh jiwa dengan rindu yang tap pernah begitu utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajutan Kalimat Rindu
Literatura FemininaPada setiap kata yang kurangkai dalam catatan penuh kerinduan ini, entah mengapa ada banyak sekali "kamu" di dalamnya. Bagaimana aku dapat menulis sebanyak itu pun aku tak paham. Bagaimana rindu dapat hadir dalam setiap bayang-bayangmu yang semu pun...