68. Sekali

38 0 0
                                    

"Cukup untuk kita bertemu dan membuat sebuah cerita singkat yang lucu. Nanti siap kuceritakan lagi pada orang-orang baru di masa mendatang. Terima kasih, hadirmu merubah pandangku jadi lebih baik mengenai rindu dan merindukanmu."

.
.
.

Rasanya belum siap melepas, dan meninggalkan. Hari ini aku aku akan pindah dari Jakarta ke Bandung, berat, ada banyak yang aku tinggalkan. Tentang kenangan, tentang perasaan, bahkan menyisakan banyak kerinduan.

"Nanti aku bisa ke sini lagi gak?" Ibu yang sedang bersiap diri di depan cermin hanya terdiam. Aku tak tahu maksud diamnya Ibu.

"Aku ngerasa berat ninggalin semua ini, Bu. Aku... Aku gak bisa." Menangis lagi dihadapan ibu.

"Sejatinya dalam hidup memang selalu dihadapkan dengan pilihan. Pilihan untuk kamu, ya, ada dua; satu pergi dan merubah semua. Satu lagi tetap tinggal tapi kamu dikurung kisah lama. Pilih mana?" Ibu kembali merapikan bajunya.

"Bu...."

"Nanti kamu pasti paham sendiri, kok." Ibu tersenyum lalu berlalu.

Aku masih belum bisa menerima sepenuhnya, aku masih ingin melihat jelasnya bagaimana. Aku yakin ini belum berakhir tapi kenapa pilihan yang ibu beri hanya dua? Aku ingin di sini, tapi aku ingin bahagia.

Banyak diantara kita terjebak sendiri oleh ambisi, dirasa itu yang terbaik nyatanya yang didapat adalah duri.

Cukup sekali, untuk kali ini aku dihadapkan pilihan rumit. Semoga lekas baiklah pikiran dan perasaanku agar dapat kembali di sini. Meski barangkali itu tidaklah mungkin.

Huft

Aku mengamit tasku, namun mataku terpaku saat kutemui Paduka sudah berdiri di depanku.

"Sudah siap?"

"Ih! Ngagetin aja."

"Siapa suruh melamun." Dia mengelus kepalaku, seperti biasa.

Aku cemberut.

"Semoga ini memang yang terbaik," ucapnya pelan.

"Semoga memang ini jalannya untuk kamu kembali bahagia." Dia masih teruskan.

"Aku di sini selalu, temani kamu."

Air mataku jatuh lagi. Pria ini memang tulus.

Sedetik kemudian dia memelukku. Aku terkesiap, namun mulai mencoba memeluknya, mengeratkan pada tubuhnya lalu tenggelam wajahku di dadanya.

Sudah, cukup.

Sekali ini saja aku tidak ingin sia-sia merindukan seseorang.

Rajutan Kalimat RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang