Dalam diam sering sekali banyak pesan-pesan terlewatkan melalui otak menuju perasaan. Kiranya kita terlalu sibuk menggapai yang jauh dengan kadar kesulitan lebih banyak, padahal yang 'jelas' sudah berada di depan mata.
Aku sering berada di posisi demikian, di mana yang kuharap menjadi milikku adalah sesuatu yang sebenarnya mustahil aku sentuh. Sedang lainnya banyak menghampiriku dengan kejelasan yang sering gagal meluluhkanku.
Malam ini sebuah surat yang kutulis kemarin, Kembali aku teruskan. Tepat setelah satu jam yang lalu aku diantar pulang.
Menyenangkan bisa belajar ikhlas pada sesuatu yang gagal kita miliki, adalah benar kebahagiaan yang hakiki.
Dear Tuan Malam...
Barangkali ini akan menjadi yang terakhir aku tuliskan. Bahagia bisa mengenalmu, memahamimu bahkan pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupmu.
Aku harus berkali-kali menarik napas untuk tetap menulis tanpa harus menangis. Meski sesekali mata berair, tapi kuusahakan agar tak jatuh membasahi surat untuk Tuan.
Terima kasih sudah sudi menjadi tempatku menaruh rindu, terima kasih sudah menjadi acuan kemana tulisanku berlabuh. Terima kasih sudah menjadi inspirasi untuk tulisan penuh kerinduan milikku.
Tidak bisa. Aku tetap menangis juga. Sesak sekali. Betapa selama ini Tuan baik sekali.
Aku menutup wajah, tak kuat menahan semua. Memang begini jadinya kalau kita banyak tertawa, tangis itu pasti datang setelahnya.
Beberapa menit kemudian ponsel disebelahku berdering nyaring. Paduka, Paduka menelpon lagi.
"Jangan nangis."
Seperti paham apa yang sedang terjadi, ia menelponku tanpa basa-basi.
"Kesedihan kamu justru malah jadi kesedihan untuk orang lain."
"Kamu mungkin bertanya-tanya kenapa aku bisa tau semua, aku cuma mau bilang feelingku gak pernah salah kalau sudah bersangkut-paut dengan kamu dan tulisanmu."
Aku masih terus menangis kuat-kuat, perasaan ini jelas, sangat jelas untuk aku mengetahui semua.
Malam itu sedih kuhabiskan, air mata kujatuhkan hebat, biar tak ada lagi air mata setelahnya, biar banyak bahagia sesudahnya.
Aku menyelesaikan surat agar cepat keberikan pada Tuan. Ponselku masih menyala, Paduka masih berbicara di seberang sambil menenangkan.
Surat selesai, aku tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajutan Kalimat Rindu
ChickLitPada setiap kata yang kurangkai dalam catatan penuh kerinduan ini, entah mengapa ada banyak sekali "kamu" di dalamnya. Bagaimana aku dapat menulis sebanyak itu pun aku tak paham. Bagaimana rindu dapat hadir dalam setiap bayang-bayangmu yang semu pun...