43. Bicara Rindu...

61 3 0
                                    

"Aku gak maksa kamu harus sama aku. Lagian kita bukan apa-apa, kamu juga masih bisa milih yang lebih dari aku," Perempuan itu mengelap air matanya yang mulai jatuh,"Maka siapapun yang kamu pilih kelak, aku usahakan untuk ikhlas. Aku usahakan untuk ikut bahagia di atas air mata yang jatuh karena terlalu cinta...." si perempuan menangis sebelum melanjutkan langkahnya yang terhenti oleh gapaian tangan lain.

Dia, laki-laki yang berusaha mengehentikan pergerakan perempuaannya, terus mencoba menarik genggaman yang hampir terlepas.

Keduanya terlihat letih, terlihat seperti ingin sudahi namun tertahan karena cinta yang masih tak ingin berhenti.

"Udah lah, selesai saja. Percuma aku menulis banyak tentang rindu dan kita, jika bukan aku rindumu seutuhnya." menangis lagi perempuan itu.

"Aku minta kamu diam sejenak. Aku punya alasan!"

"Iya, kamu punya alasan untuk melepaskan aku! Bukan begitu?"

Langit malam dengan sedikit gerimis menjadi saksi bisu antara keduanya. Kesakitan yang ditahan, rasa lelah yang tak berujung membuat keduanya buntu dihadapan perpisahan.

Rindu bukan lagi menjadi yang utama dalam pertemuan, saat yang dibawa pulang adalah konflik kenyataan. Bukan lagi kerinduan.

Aku menuliskannya untuk membuatmu sadar, dan tentu untuk perasaanku juga. Bahwa; sesuatu yang terlalu diperjuangkan dengan kadar yang berlihan justru akan merusak hubungan. Menjaga dalam artian ingin selalu bersama dalam segala keadaan hanya akan menjadi angan. Ego akan berkuasa ketika hatimu melemah akan perasaan sayang.

Bukankah rindu akan dilupakan? Saat situasi pelik dengan konflik yang menjamin perpisahan sebagai akhir menjadi yang paling tinggi resikonya.

Bicara rindu...

Kupikir cukup untuk ku simpan saja. Kalau dibicarakan hanya akan mengundang keresahan, untuk apa dilakukan?

Rajutan Kalimat RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang