Dua Puluh Tiga.

32K 1.2K 23
                                    

Happy reading.

------------

Aletha menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan langkahnya menuju lapangan basket. Sebelumnya Aletha sudah meminta Risky agar menemuinya saat jam istirahat tiba. Dan Risky menerimanya begitu aja.

Saat ini, dilapangan Basket. Hanya ada Aletha dan Risky yang sedang memainkan bola basket di tangannya.

Aletha menghela napas pelan. Jantungnya berdetak kencang. Dengan ragu ia melanjutkan langkahnya untuk menghampiri Risky.

"Udah lama nunggu?" tanya Aletha.

Risky menjatuhkan bola basketnya lalu beranjak pergi ke tempat duduk penonton.

"Mau ngomong apa?"

Aletha memejamkan matanya sebentar. Lalu cewek itu kembali menarik nafas.

"Perasaan lo ke gue, masih ada, ky?" bodoh. Pertanyaan macam apa itu? Entah setan apa yang merasuki tubuh Aletha sampai cewek itu berani bertanya seperti itu.

Risky menautkan alisnya bingung, "Lo tau jawabannya,"

"Tapi, kenapa?"

"Kenapa apanya?" tanya Risky dengan cepat.

Aletha menghela napas berat, "Kenapa setiap gue mau lupain lo, lo malah datang lagi seolah-olah lo gak ngebiarin gue move on,"

Risky tersenyum sinis. Lalu dia menatap Aletha sekilas.

"Lo mikir gitu karena waktu itu gue bersikap biasa aja ke lo? Gue nganterin lo pulang?" tanya Risky.

Aletha mengangguk ragu. Sejak kejadian itu, entah kenapa Aletha merasakan bahwa Risky masih memiliki perasaan yang sama dengannya.

Risky berdecak pelan. Semua karena Adit. Kalau sudah begini, ia merasa sudah memberi harapan pada Aletha.

"Gue ngajak lo pulang bareng, karena gue kalah TOD sama Adit. Gak lebih,"

Seperti tertusuk anak panah tepat dihatinya, Aletha merasakan sakit. Jadi hanya itu. Tidak ada maksud lain Risky mengantarnya pulang.

Semua harapannya kepada Risky hancur saat itu juga. Pandangannya mulai kabur karena cairan bening itu mulai menggenang di pelupuk matanya. Tapi rasanya tidak mungkin jika ia menangis di depan Risky. Dengan cepat Aletha mengusap air mata yang perlahan jatuh.

"Sorry kalo lo pikir gue kasih lo harapan. Gue udah lupain lo sejak lama Tha. Bahkan kalo bisa, gue gak mau kenal lo lagi biar semuanya benar-benar berakhir, tapi itu gak mungkin" Jelas Risky.

Jujur, sebenarnya Risky tidak ingin mengatakan itu semua. Hanya saja, semalam ia sudah bertekat akan melepaskan Aletha. Aletha berhak bahagia tanpa harus terus mencintai cowok seperti dirinya. Ia rasa juga Baskoro lebih bisa memberi kebahagian pada Aletha.

Air mata Aletha jatuh begitu saja. Kali ini ia membiarkannya. Kaki nya terasa lemas. Bibirnya bergetar menahan isak tangisnya.

Risky membuang wajahnya ke arah lain. Tidak ingin melihat Aletha menangis karena dirinya lagi. Itu sangat menyakitkan. Dia memang masih mempunyai perasaan pada cewek itu, hanya saja ia tidak mau terus menerus menyakiti orang yang dia sayang.

"Gue harap lo bisa lupain gue setelah ini, Tha" ujar Risky sambil beranjak pergi.

Aletha menghapus sisa air mata di pipinya, "Mulai saat ini, gue pastiin, gue gak akan ganggu lo lagi Ky"

Langkah kaki Risky terhenti. Cowok itu menghela napas berat. Bagaimana nanti jika Aletha malah jadi membencinya. Cowok itu kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Aletha sendirian di lapangan basket.

Aletha membiarkan dirinya duduk di pinggir lapangan. Tangannya menutupi wajahnya. Punggungnya naik turun karena terisak. Biar bagaimanapun, Risky adalah orang yang dia cintain selama dua tahun ini. Dan saat ini, Risky memintanya untuk melupakannya.

Baskoro yang sedang melewati lapangan basket melihat Aletha yang sedang menangis. Dengan cepat cowok itu berlari menghampiri Aletha.

Dengan ragu, tangannya menyentuh pundak Aletha.

Aletha mengangkat kepala nya dan melihat Baskoro di depannya. Dengan cepat cewek itu langsung memeluk Baskoro yang saat ini selalu ada untuknya. Kadang cinta itu memang membuat kita buta. Kita selalu mengabaikan orang yang sayang kita, sedangkan kita malah memperjuangkan orang yang sama sekali tidak bisa menghargai perjuangan.

**

"Lo dari mana aja, Tha?" tanya Rahma saat Aletha sampai di kelasnya.

"dari toilet," alibi Aletha.

Aletha hanya tidak ingin sahabat-sahabatnya tahu kalau ia baru saja menangis karena Risky. Bisa-bisa Risky semakin dibenci sahabatnya.

"Lo habis nangis, Tha?" tanya Lia saat menyadari mata Aletha yang bengkak.

"Oh, ini tadi gue kemasukan binatang, perih banget, maka nya gue ke toilet," Aletha berbohong lagi.

Lia menyadari ada yang ganjal pada Aletha. Dia sangat kenal pada Aletha, kalau cewek itu sedang berbohong maka Lia akan segera tahu. Tetapi, Lia membiarkan Aletha berbohong. Mungkin dia memang butuh sendiru dulu.

"Tadi ada pengumuman buat Try Out, Tha," kata Ida sambil memberikan lembaran kertas pemberitahuan.

Aletha membuka lembaran kertas itu.  Di dalamnya terlihat jadwal-jadwal ujian untuk kelas dua belas serta jadwal perpisahan mereka. Kini perpisahan semakin dekat. Aletha semakin cemas memikirkan jika dia tidak dapat melupakan Risky hingga lulus nanti.

"Waktunya cepet ya," ucap Aletha sambil memasukan lembaran kertas itu ke dalam tas.

"Iya. Dua minggu lagi kita USBN, seminggu setelah itu udah UNBK," kata Ida.

"Lo pasti lagi mikirin Risky ya Tha?" tanya Rahma saat menyadari Aletha yang hanya diam.

"Ah, nggak kok. Gue cuma gak siap aja pisah dari kalian," ujar Aletha.

"Aduh, jangan melow-melowan sekarang dong, gak tepat,"

"Hahaha iya iya, yaudah yuk bahas yang lain," Aletha tersenyum menatap ketiga sahabatnya.

Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Mungkin dia harus bisa membuka hatinya untuk Baskoro. Dan belajar melupakan Risky mulai sekarang.


-----------

Hallo!!
Maaf yaa baru next wkwk

Dear Aletha. [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang