Pemandangan paling indah sepanjang hidup 23tahun ini adalah melihatnya, Lee Haechan berjalan dengan mengapit lengan pria paruh baya yang akan kusebut ayah mertua.
Lucu sekali.
Kedatangannya tidak terduga. Sehari sebelum melangsungkan pernikahan dia datang. Membawa sebuah buket bunga lily untuk dibawa Haechan nantinya.
Respon Haechan?
Dia menangis tersedu dalam pelukannya. Setidaknya dia sudah bisa memperbaiki hubungannya dengan sang ayah.
Dia terlihat gugup. Kulihat pipinya memerah dengan pandangan mata yang tidak fokus.
Apa aku tidak tampan sehingga ia terus melengos?
Aku berusaha untuk tidak gugup melihatnya. Fokus pada satu titik dimana Haechan berjalan kearahku.
Sangat indah.
"Kalian boleh berciuman."
Ucapan pendeta ketika kami sudah mengucapkan janji dihadapan Tuhan dan orang-orang. Yang datang tidak banyak.
"Aku mencintaimu, Lee Haechan."
Pertama kali aku mengucapkan cinta padanya. Sebelum aku memagut pelan bibirnya. Disela-sela ciuman kami, aku mendengar.
"Aku mencintaimu, suamiku."
Hatiku menghangat. Tak ingin kusudahi ciuman ini. Sebelum teriakan keras yang kudengar dari sepupuku yang datang bersama kakak kandung dan suaminya.
"Bunganya lemparkan padaku! Berikan padaku!"
"Haechanie, sebelah sini!"
"Aku yang mendapatkan bunganya!"
Telingaku berdenging mendengar teriakan teman dan sepupuku. Kulihat di depan sana ada Jeno yang menatapku sembari tersenyum.
Dia sudah melupakan Haechan.
Menurutku.
"Hyung, aku gugup."
"Berlebihan."
Aku sudah menikahinya. Dia istriku, tapi tidak membuat sifatku berubah, bukan? Kurasa dia juga biasa saja padaku.
"Ck! Kau ini."
Aku kembali merasakan telingaku berdenging kala mendengar pekikan para tamu yang merebut lemparan bunga dari istriku. Istriku? Hmmm... tidak buruk.
Ini hari bahagia dalam hidupku. Tidak seharusnya aku bersedih.
Bersedih melihat fakta orangtuaku tidak datang.
"Ayah dan ibu sedang sibuk, Mark. Sabar, ya?"
Aku tau ini cuma omong kosong yang diucapkan Tae hyung untuk menghiburku.
"Tidak apa. Aku senang kau datang."
Dia menepuk pundakku pelan, kemudian ia memanggil suaminya untuk datang kearahku.
"Mark hyung, aku lelah sekali."
Aku menariknya dalam rengkuhanku. Membiarkannya menopang seluruh tubuhnya menyender padaku.
"Jangan terlalu banyak makan. Perutmu akan sakit jika kau makan sambil berlarian."
"...apalagi mulutmu tidak berhenti berbicara."
Kurasakan cubitan kecil diperutku. Cubitan kecil yang bertubi-tubi.
Kulihat Tae hyung dan suaminya terkekeh melihat tingkahnya. Siapa yang tidak tertawa melihat tingkah menyebalkan yang terlihat lucu itu?
"Aku benar-benar lelah, hyung."
Rengeknya sekian kali yang kujawab dengan deheman saja. Masih banyak tamu disini, tidak mungkin meninggalkan mereka begitu saja.
"Kau kurang olahraga jadi mudah lelah."
Ujarku sambil menyuapinya cake yang kami ambil dimeja.
"Malas sekali."
"Tenang saja. Setelah ini kita akan rajin olahraga pada malam hari."
Aku terkekeh mendengar ucapanku sendiri. Tidak ada yang lucu, tapi cukup membuatnya memekik dengan wajah yang memerah.
"Aku mencintaimu." Ujarku pelan sembari memagut pelan bibir manis yang sudah menjadi canduku.
"Aku juga."
"Tidak tanya."
"Yak!"
Hari ini cukup.
Kami sudah terikat dalam sebuah janji suci dihadapan Tuhan. Disaksikan banyak orang dan ayah mertuaku. Ah! Jangan lupakan kakak dan sepupuku! Suaminya juga.
Aku selalu baik-baik saja saat menatapnya.
Seluruh perhatianku tersedot padanya.
Mataku tak bisa beralih darinya.
Kebahagiaan tidaklah sulit dicapai. Ketika banyak orang yang tertawa saat aku terluka, saat banyak orang menatapku dengan binar kasihan. Semuanya tidak membuatku tersakiti. Tapi, tidak membuatku baik-baik saja.
Abaikan yang lain. Fokus pada satu yang ingin kau tuju. Dimana poros kebahagiaanmu terletak.
Aku sudah mendapatkannya.
Haechanku. Istriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Markhyuck Short Stories✔
RandomHanya cerita pendek-pendek aja :v Markhyuck in your area!!!