Haechan berlari dengan cepat, kakinya serasa akan lepas jika ia terus melanjutkan larinya. Namun, tak ada pilihan lain. Ini adalah kesempatan yang terakhir.
Haechan yang masih berjarak kurang lebih 5meter dari sosok yang akan ditemuinya lantas tersenyum teduh.
"Maaf... hoshh.. hossh... pelajaran baru saja selesai." Ucap Haechan tersengal karena lelah berlari. Mulutnya terbuka mengais oksigen sebanyak mungkin untuk mencukupi asupan oksigen diparu-parunya.
'Tak apa. Seharusnya kau tidak usah berlari.' Ucapnya dengan senyum teduh yang membuat Haechan ingin menangis karena melihatnya.
"Kau akan pergi jika aku terlambat." Ucapan lirih itu terdengar, Haechan mendudukan dirinya disamping sosok itu, Mark.
'Aku menunggumu. Selalu seperti itu.' Mark tersenyum lembut saat mengatakannya, senyum yang tertular pada Haechan yang kini terlihat mengulas senyum manis untuk Mark, sosok yang dicintainya.
'Aku tidak ingin kau kecewa, berhentilah bertanya tentangku pada temanmu.'
Hari semakin gelap, matahari sudah meninggalkan tahtanya. Kegelapan yang membuat Haechan sesak dan senang, karena pada saat inilah Haechan dapat bertemu dengan Mark. Mendengar ucapan Mark, hati Haechan sontak berdetak lebih kencang. Haechan mengingkarinya, perjanjian yang dibuatnya setahun yang lalu telah ia ingkari.
Perjanjian yang berisi tentang identitas Mark, hidup Mark, keberadaan Mark sekarang. Ia telah ingkar. Dulu, Mark meminta agar Haechan tak pernah buka mulut tentang kehadirannya yang setiap malam menemaninya. Mark menyanggupi untuk bertemu Haechan setiap hari; seperti yang Haechan inginkan.
Namun, dua hari yang lalu, Haechan menanyakan tentang Mark pada teman dekatnya, Jaemin. Yang dibalas dengan tatapan aneh serta gelengan kepala yang menandakan Jaemin tidak tahu menahu tentang Mark.
"Ma-maafkan aku. Aku-aku tidak akan mengulanginya. Jangan pergi, kumohon." Haechan mencoba menahan tangisnya, Mark akan semakin menjauh kala melihatnya menangis. Haechan tak ingin itu terjadi.
'Tak apa. Jangan menangis, itu menyakitiku,' Mark mencoba mendekat pada Haechan, namun melihat buliran air jatuh dari mata indah sosok kesayangannya membuat Mark mundur kembali. Mark tak ingin melihat ini.
"Hikkss... kau pasti... akan pergi.. setelah ini.. hikss.. hikss.." Haechan mengusap airmatanya kasar, kecerobohan dan keingintahuannya akan membawa petaka untuknya.
'Berhentilah mengeluarkan airmata. Aku memang akan pergi, dengan ataupun tanpa izinmu. Ini sudah lewat waktu yang dijanjikan, terlalu lama aku menghabiskan waktu denganmu sehingga tak sadar sudah habis massaku.'
Hati Haechan luluh lantak tak berbentuk, tangannya terulur menggapai tubuh Mark. Mark mundur dengan cepat, ia tak ingin bersentuhan dengan Haechan. Ini semakin sakit, Mark tak pernah merasa sesakit ini sebelumnya. Lebih sakit dari kematian ketika melihat Haechan menangis.
"Kau tidak mengerti!! Berapa banyak yang menatapku aneh ketika aku mengatakan menyukai sosok yang berada di gedung belakang! Berapa banyak yang mencaci ketika aku berbicara tentang lembutnya hatimu padaku! Ini menyakitiku! Tetaplah bersamaku, hyung" tak kuat Haechan memendamnya lebih lama. Haechan akan menyerah pada Mark. Ia tak sanggup berada jauh dari sosok Mark yang dingin dan menenangkan. Ia menangis entah untuk yang berapa kali karena Mark, hatinya sakit mendengar penuturan Mark yang mengindikasikan kalau ia akan pergi, lagi.
'Aku sudah menyerah, aku yang akan pergi. Hiduplah dengan baik, aku sudah banyak bertaruh tentang kebahagiaanmu dimasa depan. Kau akan bahagia. Sosok yang lain akan menggantikanku, teruskan hidupmu, sayang.' Mark ingin merengkuh tubuh bergetar itu, membenamkannya pada dada bidang miliknya dan membisikan kata-kata yang menenangkan. Namun, itu hanyalah angan karena Mark tak bisa melakukannya. Mark mundur selangkah dari hadapan Haechan yang sudah menjerit melihatnya menjauh.
Haechan tak sanggup. Segala bentuk perpisahan sangat menyakitkan untuknya, kehilangan sosok yang sudah seperti sandaran untuknya kesekian kali. Haechan menjerit tak terima kala melihat Mark menjauh selangkah darinya. Ini semua salahnya, Mark mengorbankan hidup abadinya untuk melihatnya terus hidup dan bertahan dari dunia yang kejam ini. Ini semua salahnya!
"Hikkss... bawa aku bersamamu.. hikss.. aku tetap akan mati.. ambil nyawaku juga.. hikss,"
'Kita akan bertemu dengan keadaan yang lebih baik. Aku akan hidup kembali untukmu, aku akan meminta pada-Nya, agar aku bisa menemanimu dalam bentuk yang lebih layak dari ini,' Mark maju selangkah menggenggam tangan bergetar milik Haechan, mengusap penuh kelembutan airmata yang telah mengotori pipi kesukaannya.
Haechan tak bisa banyak berkata, ini memang akan terjadi. Sebanyak apapun ia berdoa dan mengemis pada-Nya, tak akan terkabul karena Mark memilih untuk mengorbankan dirinya sendiri. Dapat Haechan rasakan, labia dingin menyentuh permukaan bibirnya. Menyapu dengan lembut bersama dengan isakan kacau yang dikeluarkan mulutnya.
Sepersekian detik, tautan bibir itu terpisah. Masih dengan isakan Haechan yang seakan tak akan berhenti. Mark menatap Haechan tepat pada maniknya, memberi hipnotis agar Haechan juga menatapnya.
'Bertahanlah. Lanjutkan hidupmu, kita akan bertemu. Teruslah hidup, ceritakan pada anak cucumu kelak, bahwa kau pernah mencintai dan dicintai oleh sosok penuh dosa seperti diriku. Haechan adalah sosok terindah. Selamat malam dan... annyeong.'
Annyeong
Annyeong
Annyeong
Bisa diartikan sebagai selamat tinggal, bukan?
Haechan menjerit memanggil nama Mark berulang kali. Tubuhnya berdiri bergetar dengan hati yang kalut. Tak ada yang bisa dilakukan. Haechan menjerit seperti orang gila seorang diri ditengah sunyinya malam berada di sekolah yang sudah sepi sekali.
"AKU AKAN MEMBALASMU, MARK!!!" jeritan Haechan yang disusul suara benda jatuh yang tak lain adalah tubuhnya sendiri dengan beralaskan tanah kasar yang akan melukai kedua lututnya.
Haechan tak sanggup berdiri, kepalanya mendongak menatap langit malam. Bulan seolah mengejeknya, ditengah malam sunyi dengan bulan yang mengeluarkan cahaya indahnya tak mengacuhkan rasa duka dan perpisahan dengan sosok yang didambanya.
"Aku akan membalasmu." Ucapan Haechan tertelan angin malam.
Sosok Mark telah tiada, meninggalkan Haechan bersama dengan seluruh cintanya. Seolah Haechan harus menanggung rasa cintanya seorang diri. Tak ada tangisan, tak ada jeritan lagi. Haechan terjatuh pingsan dalam heningnya malam, seorang diri.
Fin
Ada yang tau siapa sosok Mark?
Kalau yang tahu tulis dikomentar! Kalau nanti benar akan saya buatkan ff dengan segala pairing kesayangan kalian. 😆😆
See you😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Markhyuck Short Stories✔
RandomHanya cerita pendek-pendek aja :v Markhyuck in your area!!!