Series Love Story - Change

3.9K 561 38
                                    

"Aku tidak ingin kau pergi."

Kulihat mata bulat itu berbinar sedih karenaku. Aku tidak menyukainya, aku tidak suka Haechanku bersedih.

"Aku tidak akan kemana-mana."

"Kau bohong! Kau akan mengambil beasiswa di Jepang 'kan?"

Aku tertegun. Ucapannya membuatku diam tidak mengeluarkan kata lagi.

"Jawab aku, Mark!"

Dia penuntut. Apapun yang keluar dari mulutnya harus terjawab. Aku suka!

"Aku masih memikirkannya."

"Bagaimana denganku?"

Suaranya lirih membuatku seketika merasa bersalah. Kulihat ia menundukan kepalanya tak ingin melihatku.

"Kau akan baik-baik saja."

Aku yakin dia baik-baik saja. Dia sosok yang kuat. Sosok yang dapat kuandalkan. Meskipun, dia adalah sosok yang selalu ingin kulindungi.

"Aku tidak."

Aku merengkuhnya dalam dekapan. Tidak kupedulikan banyak orang disini. Yang aku tahu, aku hanya perlu menenangkan sosok Haechan yang kini terlihat rapuh.

"Aku tidak bisa berjanji untuk selalu disampingmu. Manusia datang dan pergi."

"Aku membencimu."

Aku sangat tidak suka bagaimana lisannya berkata membenciku.

"Apa aku punya pilihan?"

Kulihat ia menunduk tidak menjawab pertanyaanku. Tanpa kujelaskan ia sudah paham dengan baik. Bagaimana hubungan keluargaku, sifat pengekang dan ambisius mereka.

"Aku berusaha untuk tetap tinggal. Tapi... apa aku punya pilihan?"

Dia menangis. Aku benar-benar tidak punya pilihan lain. Tidak ada opsi 'tidak' dalam kamus mereka.

"Baiklah."

Dia pergi. Meninggalkanku dengan tumpukan buku dan tugas miliknya. Tidak lagi kulihat ia menoleh padaku. Sesekali kulihat tangannya mengusap wajahnya. Airmatanya.

Tak ada yang bisa kulakukan untuknya. Aku memang tidak berguna.

Disinilah aku sekarang. Di depan rumah dengan plakat "Lee" dengan hangul. Bukan rumahku. Tapi rumah sosok yang tidak kutemui selama dua hari. Aku merindukannya.

"Terimakasih." Hanya itu?

Tidak ada sapaan untukku?

Aku kecewa.

"Kau menyerah padaku?"

Kulihat ia melirik wajahku sebentar kemudian mengalihkan pandangannya kearah depan.

"Aku tidak ingin berjuang."

Aku menghela nafas. Ini berat. Haruskah kami berakhir?

"...aku hanya ingin kau berjuang untukku."

Aku tersenyum. Mendekap tubuhnya dalam pelukanku. Merasakan aroma dari tubuh yang semakin kurus ini.

"Aku selalu memperjuangkanmu. Tidakkah kau menyadari?"

Dia menggeleng. Kemudian menelusupkan kepalanya pada dadaku.

"Aku tidak ingin menyadari perjuanganmu. Aku tidak ingin kau berhenti."

Bukankah dia egois? Entah kenapa aku suka.

"Aku sudah berhenti dua tahun yang lalu."

Aku meringis merasakan cubitan barbar pada pinggangku. Dia sosok lucu, ketika salah tingkah ia selalu berlaku kekerasan padaku.

"Menyebalkan."

"Aku tidak menyerah. Tidak akan menyerah sampai kita berada di altar mengucap janji dihadapan Tuhan."

"...tapi, aku memintamu untuk tetap tinggal. Menjadi singgah yang akan aku sanggah di masa depan."

Aku mencium kening sosok yang kini terlihat pucat. Kurasa ia melupakan vitaminnya.

"Jadilah milikku selamanya."

Kulihat ia memejamkan matanya tanpa melepaskan pelukanku.

"Selamanya itu berapa tahun?"

Sudah kembali sifat aslinya. Barbar dan jahil. Dan aku objek yang akan menjadi pelampiasannya.

"Sampai kau atau aku yang menghembuskan nafas terakhir. Menghadapi sepi yang kau sebut kematian."

"Aku takut mendengarnya dari mulutmu."

Aku terkekeh melihatnya mencebik manja seperti itu. Dua hari tanpa rengekan dan keluhan Haechan membuatku hampa. Seperti kosong dan tak terisi.

"Tetaplah bersamaku, jangan pernah singgah dihati yang lain. Sekalipun aku tidak disampingmu."

JANGAN LUPA VOTE KOMEN!!!

SIAPA YANG LIBUR HARI INI? IPPI LIBUR NIH!!

Markhyuck Short Stories✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang