CHAPTER 11
Yerim bungkam. Tidak mengatakan apapun kepada Guanlin. Memilih mengunci mulutnya rapat dan membuat Guanlin mendesah frustasi karena Yerim yang tidak menjawab pertanyaannya sama sekali. Yerim tidak berniat untuk menceritakan apapun kepada Guanlin. Tidak untuk masalah rumah tangganya yang harus ia selesaikan sendiri. Tidak ada alasan juga untuk menceritakan masalahnya kepada Guanlin. Yerim mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Oh ayolah, Yerim, katakan sesuatu? Apa kau bertengkar dengan suamimu? Apa ia melakukan kekerasan padamu? Kumohon jawablah pertanyaanku. Apa yang membuatmu terisak seperti tadi. Kau tahu, aku paling tidak suka melihatmu menangis."
Yerim hanya menggelengkan kepalanya lemah. Tubuhnya masih bergetar meskipun tangisnya sudah reda. Ia sangat berterima kasih kepada Guanlin yang sudah mau meminjamkan bahunya. Setidaknya setelah menangis, ada sedikit rasa lega meskipun itu sangat sedikit.
"Terima kasih, Guanlin-ah atas pinjaman bahunya."
***
Jungkook tidak pulang. Yerim menunggu pria itu seharian. Tidak ada tanda-tanda pria itu sama sekali. Yerim masih terus mengharapkan pintu apartemen terbuka meskipun jam sudah menujukkan pukul duabelas malam. Yerim tahu betul jika pria itu tak mau bertemu dengannya tapi setidaknya pria itu mau pulang barang sebentar saja agar tak membuatnya khawatir seperti saat ini.
Yerim sudah mencoba menelpon Jaehyun. Jaehyun tidak tahu apa-apa mengenai keberadaan Jungkook, yang ada pria itu malah menanyai Yerim dengan puluhan pertanyaan interogasi. Yerim tidak mungkin menghubungi kakaknya, dia tak mau kalau Taehyung sampai tahu masalahnya. Tidak. Masalah akan bertambah runyam jika kakaknya itu sampai tahu.
Yerim menoleh secepat kilat ketika mendengar pintu terbuka menampilkan tubuh Jungkook yang tampak lusuh. Yerim bisa mencium bau alcohol menguar dari tubuh Jungkook. Yerim menatap sendu pria yang tengah berjalan sempoyongan itu. Yerim lalu berdiri dari duduknya dan berusaha membantu Jungkook dengan memegangi lengan pria itu dan menuntunnya berjalan, tapi yang ia dapat adalah tepisan dan bentakan kasar Jungkook yang membuat nyali Yerim menciut.
"Jangan menyentuhku!!!"
Yerim menduduk takut. Tak lama lagi air matanya akan mengalir. Jemarinya meremas kuat piyama yang sedang ia pakai. Matanya tak lagi berani menatap Jungkook.
Sehancur inikah dirimu, Jungkook. Apa gadis itu meninggalkanmu? Tentu saja. Pasti dia meninggalkanmu setelah mengetahui pernikahan ini. maafkan aku.
Yerim menatap diam Jungkook yang berjalan menuju kamar. Pria itu juga membanting pintu yang membuat Yerim berjengit. Tidak ada yang bisa Yerim lakukan. Lagi-lagi tangisan menjadi teman Yerim malam ini. menemaninya dalam gelap malam yang dingin.
***
Yerim terbangun ketika matahari sudah menampakkan sinarnya. Gadis itu bangkit dari sofa yang ia tiduri. Semalaman ia tidur di sofa karena pintu kamar dikunci rapat oleh Jungkook. Beruntung Yerim menemukan selimut di lemari yang terletak di depan kamarnya. Jika tidak pasti ia akan kedinginan dan itu tidak baik untuk kesehatannya dan bayi yang sedang ia kandung. Yerim menatap ke sekeliling. Pintu kamar terbuka lebar dan Yerim bisa melihat jika Jungkook sudah tidak ada di dalam sana.
Yerim menghembuskan napasnya kasar. Seharusnya ia bicara baik-baik kepada pria itu, tapi apa daya, ia langsung mundur ketika Jungkook membentakknya. Ia juga tak mampu menatap mata Jungkook yang memerah kurang tidur.
Beberapa hari ini Yerim menghadapi semuanya sendiri. menghadapi morning sicknessnya sendiri. memenuhi keinginan bayinya sendiri. Jungkook saja tak mau melirik dirinya sedikitpun apalagi menuruti dirinya yang sedang mengidam. Sudah pasti pria itu akan menolak mentah-mentah.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Wasn't Her Fault
FanfictionMalam itu merubah hidupnya. Jika saja ia tidak datang ke pesta itu dan tetap berdiam diri di rumah, jika saja malam itu ia tidak beranjak dari ranjangnya yang hangat. Semua pasti baik-baik saja. Tubuhnya bergetar menahan tangis ketika dua garis mera...