CHAPTER 22
"Jungkook. Aku tidak bisa."
Seperti petir menyambar di tengah matahari yang terik. Jungkook tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja Yerim katakan. berharap bahwa telinganya sedang bermasalah sekarang.
"Aku tidak bisa, Jungkook. Aku tidak bisa kembali kepadamu yang tidak memiliki perasaan apapun kepadaku." Yerim tidak bisa lagi membendung air matanya. Wanita itu berusaha menguatkan diri untuk membicarakan isi hatinya kepada Jungkook. dengan berani ia menatap obsidian milik pria itu. sudah ia pikirkan jalan apa yang harus ia ambil untuk menyelesaikan masalah ini.
"Yer-
"Jungkook, ada yang harus kau tahu. Aku mencintaimu. Sudah sejak lama, bahkan sebelum malam itu. Ketika aku mengetahui aku sedang mengandung. Aku senang dan sedih. Senang karena aku sedang mengandung anak dari pria yang kucintai. Sedih karena itu juga merupakan mimpi buruk. Kau mengahamiliku karena mabuk. Aku cukup senang kau datang dan mengakui kehamilanku, aku tidak berharap jika kau akan menikahiku. Menikah denganmu seperti mimpi." Yerim terisak di tengah permbicaraannya. Ia berusaha menahan isakannya dan melanjutkan kalimatnya. Berusaha memberitahu Jungkook apa yang ia rasakan selama ini. ia kembali menatap manik mata Jungkook yang kian sayu.
"Kenyataan kau mau menikahiku. Aku sudah cukup senang. Aku berharap kau juga akan mencintaiku. Nyatanya Aku hanya berharap terlalu tinggi. Aku terbuai dengan semua perhatianmu dan beranggapan bahwa kau sudah mulai mencintaiku. Aku salah. Hatimu masih milik orang lain. Aku hanya sebagai pengisi kekosongan hatimu, tidak lebih. Dan aku sudah memutuskan. Aku akan menceraikamu ketika bayi ini lahir dan mendapatkan akta kelahiran. Setelah itu kau bisa bebas. Kau bisa bersama dengan gadis yang kau cintai. Kau tak perlu cemas. Aku akan mengurus anakku sendiri. Aku tidak akan mengusik kehidupanmu. Aku yakin jika ia sudah besar, ia akan mengerti segalanya"
Jungkook tertohok mendengar kalimat Yerim. Tidak. Jungkook tidak akan membiarkan Yerim menceraikannya. Jungkook sudah mencintai wanita itu dan tak akan melepaskannya. Jungkook memaki dirinya sendiri yang bodoh karena tidak menyadari perasaan Yerim dan terus terbelunggu dengan bayang-bayang Eunha. Jungkook harus segera meluruskan ini semua sebelum Yerim benar-benar pergi meninggalkannya. Tidak, Yerim dan anaknya tidak boleh lepas dari genggamannya.
"Tidak Yerim. Aku mencintaimu. Aku bodoh karena tidak menyadarinya. Aku mohon Yerim kembalilah."
"TIDAK! Kau hanya merasa bersalah, Jungkook. Kau tidak benar-benar mencintaiku. Tidak perlu berbohong. Aku tahu sejak awal pernikahan ini memang hanya formalitas belaka. Aku-
Yerim tidak bisa melanjutkan perkataannya ketika bibirnya di bungkam oleh bibir milik Jungkook. Pria itu berdiri dan menyambar tengkuk Yerim. menyatuhkan kedua bibir mereka. Mengabaikan Guanlin yang berdiri di depan pintu dengan padangan terkejut. Jungkook melumat bibir Yerim. mencoba menyalurkan perasaannya sekarang. Berusha membuat Yerim yakin jika yang diucapkannya tadi adalah kebenaran. Bahwa ia mencintai wanita itu. ciuman itu seakan mengutarakan apa isi hati Jungkook saat ini. ciuman itu cukup menuntut, menggambarkan Jungkook yang saat ingin Yerim kembali lagi padanya.
Yerim memukul-mukul dada Jungkook. Berusaha melepaskan tautan bibir mereka karena Yerim sudah kehabisan napas. Jungkook menyadari bahwa Yerim yang membutuhkan pasokan udara melepaskan tautan mereka. Jungkook menyatukan dahi mereka. Matanya mengamati Yerim yang terengah. Tangan besar pria itu menarik tangan Yerim, membawah tangan mungil itu menyentuh dadanya. Membiarkan tangan itu merasakan dadanya yang bergemuruh.
"Apa kau bisa merasakannya. Jantungku berdetak tak karuan ketika aku bersamamu. Apa ini masih belum bisa dijadikan bukti jika aku mencintaimu?"
Napas Yerim masih memburu. Dengan tangannya yang bergetar, ia bisa merasakan jantung Jungkook yang berdetak kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Wasn't Her Fault
FanfictionMalam itu merubah hidupnya. Jika saja ia tidak datang ke pesta itu dan tetap berdiam diri di rumah, jika saja malam itu ia tidak beranjak dari ranjangnya yang hangat. Semua pasti baik-baik saja. Tubuhnya bergetar menahan tangis ketika dua garis mera...