Tenang ini beneran update kok,bukan aprilmop 😂😂 ku gak sejahat itu untuk menyakiti hati kalian para readers yang setia menunggu,because ku tau gimana rasanya sakit menunggu. Apalagi merindu,kalau yang dirinduin ngerasa gakpapa,ini enggak kita merindu sendiri. Ya salam nestapa kali rasanya hidup ini. Udah ah,jangan diajakkin curhat,mending kita saksikan, rasakan,dan baperan bareng kisahnya Naina dan Dimas. Kisah awal mereka kenal nih 😉. Untuk part ini kutantang kalian buat ceritain gimanasih awal pertama kalian kenal si doi -bagi yang berdoi saja,yg enggak punya gak usah,kek gue contohnya gak usah,sekalian gak usah lanjut update,eh 😂- . Udahlah capek aing cuap-cuap mulu 😂.
------------------------------------------------------
Setelah mendapatkan tanda tangan dari sepasang korlas tadi,kini Naina tengah mencari yang lainnya,yang tidak dikerubungi apalagi dicenayangi oleh teman-teman barunya yang lain. Dari persimpangan koridor ini Naina dapat melihat dengan jelas,seorang lagi lelaki tampan berjalan dengan gaya coolnya. Satu,dua,tiga,semakin banyak yang menghampirinya,Naina terjaga dati lamunannya,ia tak boleh ketinggalan,sebelum berdesak-desakan ia harus duluan. Lelaki tersebut memilih duduk dan bersandar pada sebuah tiang penyangga sekolah,meletakkan buku-buku yang diberikan padanya untuk ditanda tangani,Saat Naina memberikan buku dan pulpennya,lelaki tersebut mengarahkan pandanganya yang sebelumnya saat menanda tangani milik siswi lain kearah buku kini beralih menatap Naina. Lelaki tersebut menggigit sedikit ujung bibir kirinya serta mengangkat alis kirinya.
" Nama abang yang mana ?" skakmat,Naina sama sekali belum tau siapa nama korlas yang satu ini,lagi pula siswi yang meminta tanda tangan sebelum ini tidak ditanya sama sekali. Dan bodohnya lagi Naina lupa untuk menanyakan atau hanya sekedar melihat sebelah mana lelaki ini menanda tangani dibuku siswi lain tadi. Naina membolik-balik buku tersebut,melihat Naina yang kebingungan lelaki tersebut menarik ujung bibirnya yang tadi ia gigit menjadi smirk.
" Cari dulu gih " Naina masih saja membolak-balik buku PLSnya tersebut,berharap menemukan sesuatu yang bisa membantu. Dan ya,akhirnya ia temukan dihalaman paling belakang,disana ada foto-foto anggota osis. Ia memcocokkan wajah-wajah yang terpampang disana. Saking asiknya Naina tak menyadari bahwasannya lelaki tadi sudah pergi dari tempatnya tadi,dengan pulpen naina yang belum dikembalikannya. Naina terus meneliti,hingga jari telunjuknya berhenti di halaman kedua terakhir baris nomor 2 disana tertulis Dimas Wijaya.
" Bang Dimas !" Naina bersuara dengan mantapnya,mengira orang yang tadi dihadapannya masih berada disana. Namun sirna,yang Naina lihat hanya tiang tembok bercatkan merah muda. Naina mengalihkan pandangannya kemana saja,sepanjang koridor yang tampak dimata hingga lapangan yang luasnya tidak kentara. Di sana,ditengah lapangan dari arah belakang,seorang lelaki yang mungkin saja itu dimas tadi,dengan gaya berjalan yang lain dari yang lain. Ia berjalan tanpa menginjakkan tumitnya. Bukan tidak menapakkan kaki juga,hanya saja berjalan seperti berjinjit. Entah kenapa Naina sangat yakin. Naina berdiri lalu berlari kearah lelaki tadi. Sesampai dihadapan lelaki tadi Naina masih mengatur nafasnya,nasib kalau punya penyakit asma seperti dirinya ini,berlari sedikit saja sudah ngos-ngosan.
" Bangh Dhimash kan ?" Naina bertanya dalam keadaan yang sudah mulai tenang,tapi masih dengan nafas yang terputus-putus,tangannya masih berada dilutut,ia hanya mendongakan kepalanya kearah lelaki yang ia temukan namanya sebagai Dimas Wijaya tadi. Untung saja kebiasaannya untuk mengucir rambut masih ada,kalau tidak mungkin kini rambut Naina sudah berantakan karena berlari-larian. Sedangkan lelaki yang dianggap Naina sebagai dimas tadi hanya menatapnya bingung.
" Benerkan bang namanya Dimas A. Wijaya " tak kunjung mendapat respon dari sang empunya,Naina kembali bersuara.
" Bang ?(!)"
" Iya,gue Dimas " Naina tersenyum dengan hangatnya,usahanya tidak sia-sia. Naina menyerahkan buku tadi kehadapan Dimas.
" Ngapain? "
" Minta Tanda Tangannya " Naina masih setia mengarahkan bukunya pada Dimas.
" Besok " Poor Naina,setelah mengatakan hal laknat tersebut,Dimas berlalu dengan entengnya. Dengan pulpen Naina yang masih bersamanya. Naina mencoba menyabarkan dirinya,menabahkan hatinya. Ia teringat dulu semasa ia menjadi senior ia juga pernah berlaku sedemikian rupa pada juniornya. Jadi kini ia menganggap hal tersebut sebagai karma. Maka kini ia yakin,jika ia memberi kebaikkan pada orang lain sama saja ia memberikan kebaikkan pada dirinya sendiri,dan sebaliknya.
------------------------------------------------------
Sayoonara 😘💞💞.
Padang,Indonesia
Warm Hug and Big Love 💞
Nurul Fazira || 1 April 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen Fiction" Aku bersyukur, bahwa ketidak sengajaan takdirku adalah kamu. "