Naina terbangun dari tidurnya tepat saat ia merasa kekeringan pada tenggorokkanya. Naina mengedarkan pandangannya kesetiap sudut ruangan,ini bukan kamar Dimas,ia mengalihkan pandangannya pada tangan sebelah kanannya yang terasa berat. Benar saja Dimas menggenggam tangan Naina dengan kepala bersandar pada tepian ranjang,dengan mata tertutup dan dengkuran halus yang kaluar dari bibir penuhnya. Naina kembali meraba kaningnya,ada handuk yang terasa agak panas ia temukan,apakah semua ini Dimas yang melakukan?. Beralih pada seragamnya yang telah berganti menjadi kaos polo berwarna hitam,Naina tersentak langsung terduduk dari berbaringnya,membuat Dimas terusik tidurnya,seperti orang kelimpungan.
" Hah,apa ? " Dimas meracau dengan mata yang masih tertutup,lalu kembali menyandarkan diri pada tepian ranjang itu.
Setelah di rasa aman,barulah Naina bernapas lega,mungkin saja bukan Dimas yang mengganti seragamnya,pasti mama Nadia,tidak mungkin Dimas,begitu pikir Naina.
" Bang Dim " Naina coba membangunkan Dimas,menggoyangkan bahunya. Pasti tidak enak tidur dalam kondisi seperti itu.
" Hmm " Dimas mengangkat kepala,menatap Naina antara sadar dan tidak.
" Mau apa? " Dimas mencoba berdiri di sela-sela ia mengumpulkan nyawa.
" Haus " Mendengar penuturan Naina Dimas langsung berjalan menuju meja belajar di sudut ruangan. Ini kamar Zizah memang tak ada Nakas di samping tempat tidur di sini.
Setelah kembali dan memberikan Naina minum,Dimas kembali akan mendudukan dirinya di tepian ranjang dan kembali menyambung mimpinya yang terpotong tadi.
" Bang Dim tidur di sini aja " Naina berucap seraya menepuk bagian kasur yang kosong di sebelahnya. Ia merasa kasian dengan Dimas tentunya. Dimas yang sudah merasakan sakit di bagian pinggang dan lehernya karena tidak tidur dengan benar pun langsung pindah di bagian kasur kosong sebelah Naina.
Lima belas menit mungkin sudah berlalu,akan tetapi Naina masih saja telentang menatap langit-langit kamar yang berwarna biru laut ini. Memilin-milin jemari tangannya. Entahlah,walau dari luar Naina tampak tak peduli dengan apapun itu,seperti tak pernah berfikir akan apapun hal yang akan ia lakukan, dan katakan. Akan tetapi semua itu salah,Naina hanya mencoba menutupi. Jika sudah sendiri pasti ia akan merenungkan tentang apapun itu.
" Tidur " Naina mengalihkan pandangannya pada suara yang agak serak-serak di sampingnya itu. Ia dapat langsung menatap wajah Dimas yang masih menutup mata,tidur menghadap ke arah Naina.
" Ganteng ya " Naina langsung mengalihkan pandangan, setelah secara tidak langsung tercyduk oleh Dimas.
" Bang Dim. Yang gantiin baju Nai,mama kan? " Naina mencoba mengalihkan kegugupannya agar tak terlihat oleh Dimas.
" Gue " Dimas berucap seraya berbalik,tidur membelakangi Naina. Hitungan detik berikutnya timpukan dari tangan Naina sudah mengenai bahu Kanan Dimas.
" Ih,bang Dimas gak sopan ya " kali ini bukan hanya menimpuk,Naina juga sudah bangun dari posisi telentangnya menjadi duduk,meremas bahu Kanan Dimas menyalurkan kekesalan dan rasa malunya.
" Gue gantinya Tutup mata " Mendapat perlakuan dari Naina yang lumayan membuat kulitnya memerah,membuat Dimas juga ikut bangkit dari posisi tidurnya.
" Bohong " tentu saja bohong,bagaimana caranya Dimas menggantikan baju dengan mata tertutup.
" Ya iyalah bohong,kalau tutup mata ke grape-grape dong lu ntar " Tuh kan,ucapan Dimas barusan berhasil membuat wajah Naina makin memerah,entah karena malu atau marah.
"Auh,sakit tau Nai " Dimas terus menjadikan tangannya tameng dari pukulan bantal yang diberikan Naina.
" Lagi pula,gue gak minat kok,orang semuanya rata,gak doyan gue " Naina semakin di buat berapi-api oleh ucapan Dimas barusan. Naina merasa sudah dileceh kan oleh Dimas,setelah itu ia juga di ejek abis-abisan,yang benar saja,bagian mananya yang rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen Fiction" Aku bersyukur, bahwa ketidak sengajaan takdirku adalah kamu. "