" Seperti ada ketidak relaan di dalam dada,saat melihat ia,terluka dan hanya dapat terbaring lemah di sana "
- Dimas A. Wijaya------------------------------------------
Setelah berkendara cukup lama,menempuh derasnya hujan di luar sana,akhirnya Dimas dan Naina telah tiba di kediaman Dimas,dengan keadaan yang bisa di bilang tidak lagi baik,seluruh tubuh mereka basah kuyup,buku-buku tangan Dimas yang sudah tampak memutih,bibirnya yang memucat dan mengeluarkan gigilan,tak jauh berbeda dengan Naina yang sudah tak sadarkan diri dengan tangan masih mendekap Dimas.
" Nai,udah nyampe " Dimas mencoba menggoyangkan tangan Naina yang masih melingkar di perutnya walau tak se-erat tadi. Tak ada respon dari Naina,Dimas menyangka Naina hanya tidur saja,karena terlalu lama berkendara.
" Nai " lagi-lagi Dimas berusaha untuk membangunkan Naina,tidak mungkin mereka akan hanya duduk saja di atas sepeda motor ini sampai Naina terjaga dengan sendirinya, bukan? Jika iya,sudah pasti akan masuk angin bahkan demam nantinya.
Putus asa membangunkan Naina,akhirnya Dimas memutuskan turun dengan Naina di gendongan punggungnya,Lumayan berat memang,tapi apa boleh buat. Dimas membawa Naina ke-kamarnya yang berada di lantai atas,ini memang bukan kali pertama Naina dayang kerumah dan masuk kamar Dimas,tapi ink kali pertama Naina mengunjungi tempat ini lagi dengan status yang berbeda,jika dulu Naina datang ke rumah ini atas suruhan seniornya -Dimas,sekarang ini Naina datang sebagai istri Dimas. Dimas memang tak berniat untuk sekamar dengan Naina,hanya saja untuk sekarang ia tidak tau akan membawa Naina ke kamar yang mana,nanti saja ia akan menanyakan pada sang mama kamar mana yang masih bisa di tempati oleh Naina.
Dimas merebahkan tubuh lunglai Naina di atas kasur beralaskan gambar dan tulisan real madrid itu,salah satu tim sepak bola kesukaan Dimas. Seragamnya masih basah tentunya,bibir Naina sangat pucat,bahkan melebihi pucatnya bibir Dimas. Dengan rasa kemanusiaan yang masih ada Dimas melepas sepatu milik Naina yang juga sudah basah berikut dengan kaos kakinya,agar rasa dinginnya sedikit berkurang. Tapi,untuk seragam Dimas tak harus menggantikannya juga kan? Dimas bergegas keluar kamarnya untuk beberapa saat,lalu kembali membawa 1set pakaian perempuan,mungkin saja itu milik Zizah - kakak Dimas." Nai,bangun dulu eh,ganti baju " Dimas mengguncang tangan Naina agar tidurnya terusik,begitu kira-kira harapan Dimas. Namun,nihil tak ada hasil,Naina masih saja setia menutup matanya. Tentu saja emosi Dimas sudah sedikit tersulut,ia sudah terlalu sabar menggendong,dan membuka-kan sepatu Naina,tapi gadis itu tidak juga terbangun dari tidurnya barang hanya untuk mengganti baju saja.
" Nai,eh bangun lo " Dimas makin mengguncang tubuh Naina,akan teyapi hasilnya sama saja,bahkan Dimas baru menyadari bahwa Naina bernafas dengan tersekat-sekat. Panik? Tentu saja,bagaimana tidak,Dimas malah sudah berfikiran apakah Naina akan mati sekarang? Ia akan menjadi duda semuda ini? Yang benar saja.
" Nai,eh,Naina bangun " kini Dimas beralih dari berdiri tadi mengambil posisi duduk di sisi kasur dengan pakaian yg juga masih basah di samping Naina seraya menepuk-nepuk pipi Naina. Namun tak jua membuahkan hasil. Dimas tak menyerah begitu saja,berbagai cara telah ia lakukan walau masih juga gagal,mengoleskan minyak kayu putih adalah cara kesekian kali yang Dimas lakukan. Nampaknya cara ini membuahkan hasil,buktinya Naina kembali bernapas dengan normal,dan perlahan mata yang agak sipit itu mulai terbuka dengan sayu-nya.
" Akhirnya " Dimas sedikit tersenyum lega dan kemudian menangkupkan kedua tangannya ke wajah,tanda ia bersukur.
" Minum dulu " Naina menerima sodoran teh panas yang tadi sempat Dimas buat. Dimas membantu Naina untuk meminum teh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen Fiction" Aku bersyukur, bahwa ketidak sengajaan takdirku adalah kamu. "