" Dia memang tak puitis apalagi romantis,tapi ia mampu menciptakan hal-hal kecil yang begitu manis "
- Naina
❤❤" Nai " Tepukan lembut di bahunya membuat Naina tersadar ke dunia nyata. Terlalu lama ia melamun rupanya.
" Hei " Naina bergumam membalas sapaan Bening barusan.
" Ngelamun aja lu,di cariin bang Dimas tuh dari tadi "
" Hah ? " Naina mencoba mencari kebohongan di mata Bening,namun nihil tak ia temukan.
" Hah,heh,hah,heh,hah, dari tadi di panggilin tuh di sana " Naina mengikuti kemana arah telunjuk Bening. Tepat di seberangnya,walau tak begitu jelas karena mata minusnya,namun Naina masih dapat melihat Dimas berdiri sedikit menyandarkan bahu pada dinding laboratorium biologi itu,dengan tangan yang ia masukan kedalam saku celana miliknya.
" Thanks ya,gue kesana dulu " Bening hanya menanggapi ucapan Naina dengan anggukan saja,sebelum akhirnya ia melihat Naina sedikit berlari guna cepat sampai di hadapan Dimas.
🐭🐭🐭
Dimas mengangkat kedua alisnya,ketika Naina tepat berada di hadapannya,dengan posisi membungkuk dan nafas yang memburu.
" Siapa suruh lari-lari sih " Kalimat yang Dimas lontarkan lebih tepat terdengar seperti pernyataan dari pada pertanyaan.
" Ta adi,katanya ba ang Di mas nyariin " Naina berucap dengan nafas yang masih tercekat. Dimas memandang Naina lama,kebiasaan fikir Dimas. Sudah tau punya penyakit asma malah lari-larian seperti penyakitnya tidak akan kambuh saja. Dimas menarik nafas panjang sebelum akhirnya menarik salah satu pergelangan tangan Naina.
" Mau kemana ?" Naina bersuara tapi tetap mengikuti langkah kaki Dimas.
" UKS,takutnya nanti lo pingsan lagi,berat. Capek gue gendong lo ke sini,medingan gue bawa sekarang mumpung masih bisa jalan " mulut Naina sedikit terbuka,mendengar respon dari Dimas A. Wijaya ini,bagaimana mungkin ia berfikir bahwasannya Naina akan jatuh pingsan,lagi. Seingat Naina ia hanya pernah pingsan sekali dan hanya sekali itu jugalah Dimas membopongnya,dan kenangan itu sudah hampir 3 tahun berlalu.
Setibanya mereka di UKS tak seorangpun yang bersuara. Kebetulan juga saat ini UKS tak berpenghuni seperti biasanya,tak ada mereka yang menjaga ataupun mereka-mereka yang sakit atau hanya mereka-mereka yang numpang tidur karena sudah terlalu bosan mendengar ocehan sang guru. Ataunya lagi mungkin karena ini hari pertama jadi tempat ini mereka kunjungi lain waktu saja. Untuk saat ini biarlah Dimas dan Naina saja yang berdiam di sana.
" Bang Dim,ngapain tadi nyariin ?" terlalu bosan dengan suasana hening itu,Naina mengeluarkan suara,melepaskan pertanyaan yang sedari tadi sudah memenuhi otak cantiknya.
Dimas berbalik dari posisinya yang tadi berdiri di samping kusen pintu membalakangi Naina,kini lelaki itu menatap ke arah Naina.
" Habis ini pulang bareng gue " seperti tersirat kata tidak boleh di bantah dari nada bicara Dimas saat ini.
" Habis ini Nai mau pembagian kelas bang,bang Dim pulang duluan aja,lagi pula rumah kita berlawanan arah " Memang pada dasarnya Naina bukan tipe perempuan yang manggut-manggut dan nurut-nurut saja,ia pasti akan bertanya hingga mendapatkan kepuasan jawaban atas pertanyaan itu,jika bisa ia tak masalah jika harus bertanya hingga mulut berbusa yang penting ia tidak akan salah paham apalagi tersesat di jalan nantinya.
" Bawel,gue bilang pulang ya pulang " bukannya tak sabaran untuk saat ini Dimas memang sedang dalam mode bad mood, sejak tadi pagi emosinya serasa di uji yang membuat kepala dan dadanya serasa mendidih. Bagaimana tidak,ia baru saja sampai di tanah minang ini kemaren dan harus kembali lagi ke tanah jawa esok lusa,hanya demi sekolah baru Naina yang katanya sekarang sudah menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. Di tambah lagi dengan omelan Papanya yang tak pernah ia suka,karena satu hal tertentu. Ia lebih memilih pergi di banding harus bertatap muka dengan sang papa,itu juga karena satu hal dimasa lalu yang hingga kini masih gelap abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen Fiction" Aku bersyukur, bahwa ketidak sengajaan takdirku adalah kamu. "