MY SENIOR | 23

5.7K 190 13
                                    

Naina terbangun tepat setelah adzan subuh berkumandang,segera bergegas untuk melaksanakan kewajibannya pada tuhan lalu kesekolah. Naina menatap wajah Dimas yang begitu damai dalam tidurnya sebentar. Ingin membangunkan tapi ia tak tega,Dimas mungkin masih kurang enak badan. Naina meraih bantalan sofa di siglesofa sebelahnya,sebagai pengganti pahanya untuk alas kepala Dimas.
    
               Setelah sholat subuh dan mengenakan seragam sekolah,entahlah yang jelas saat Naina memasuki kamar yang ia tempati sebelumnya,sudah ada seragam bertengger disana,mungkin saja itu seragam Zizah semasa SMA. Saat turun hendak kedapur Naina tak lagi menemukan sosok Dimas di Sofa tempat terakhir ia meninggalkannya tadi. Naina acuh saja,melanjutkan langkahnya untuk memasak sarapan sederhana di dapur milik mertuanya ini. Memasak membuatnya lupa diri hingga tak menyadari Dimas telah siap dengan celana Jeans dan kemeja hitam kotak-kotaknya. Menghampiri pantry dan menyeduh sesuatu disana.

"Bikin apaan ?"

" Assh " Terlalu fokus kadang juga tidak terlalu baik. Contohnya saja yang kini tengah berlaku pada Naina. Tangannya melepuh karena menyentuh bagian panas penggorengan,disebabkan hanya terkaget mendengarkan suara khas milik Dimas.

" Ceroboh " Dimas langsung mengambil alih mematikan kompor dan menggiring Naina ke washtafel yang ada didekatnya,meredam luka itu dengan air dingin.

" Gak bisa masak sok-sokan sih " Naina hanya mengeram saja saat Dimas terus-terusan saja menyalahkan dirinya. " Masak nasi goreng doang cidera,gimana mau buka restoran ternama " lagi-lagi suara bariton dengan nada mengejek yang mulai cerewet itu membuat kekesalan Naina bertambah. Naina menarik kasar tangannya dari genggaman Dimas,lalu menatap sang lawan bicara yang sedari tadi tak ditanggapinya. Sementara yang ditatap hanya menaikkan sebelah alis kirinya seraya mengelap tangan yang tadi basah ikut serta membasuh luka Naina.

" Ishh " Naina menghentakkan kakinya seraya berlalu meninggalkan Dimas dan nasi goreng yang masih berada di penggorengan buatannya tadi. Ujung bibir tipis nan penuh milik Dimas terangkat,entah sejak kapan melihat wajah kesal Naina adalah hal  yang kini menjadi favorite Dimas dan tak ingin berhenti untuk menjahili istri serasa adik kecilnya itu. Kekesalan Dimas pada Naina semalam menguak entah kemana,hilang begitu saja.

    ***

" Bugh.. Bughh.. Bughh " Suara ketukan,tidak-tidak lebih tepatnya gedoran tak sabaran dari tamu yang berkunjung ke-kediaman orang tua Dimas kali ini sangat mengganggu ketenangan. Dimas yang tadinya tengah bermalas-malasan di sofa depan televisi yang ia tonton - lebih tepatnya Dimas yang ditonton oleh televisi di hadapannya - berdecak kesal sebelum akhirnya berjalan gontai menuju pintu dan melihat siapa yang telah mengganggu ketenangannya itu.

" Gila,lama lu anjir " mulut Dimas yang masih menganga ingin bersuara menjadi mengatup seketika,ketika Walski -tamu tak tau diri -  yang langsung ngacir tak tau arah dengan wajah konyol penuh ketakutannya itu. Pasti ulah tetangga seksinya lagi,pikir Dimas ketika melihat wajah Walski yang semakin pias.

" Otot doang gede lu,dikejar cewek aja takut " Dimas sedikit terkekeh melihat penderitaan kawan sejalannya semasa  SMA ini.

" Jangan bahas-bahas otot sekarang bego,gue ngumpet dimana ini? Kalo si semok datang,bilangin gue lagi ke Rusia,nonton Piala dunia,tadi mampir kesini cuma buat nyapa lu aja,bilangin gue udah pergi,siiip " Setelah acungan jempol pada kalimat akhir  Walski segera berlari kelantai atas menuju kamar Dimas. Dimas hanya mampu di buat geleng-geleng kepala saja,Walski -Mantan ketua osis sebleng itu kapan warasnya?.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang