MY SENIOR || 32

2.9K 101 8
                                    

Hari pertama di sekolah baru tidak begitu buruk menurut Naina. Pandangannya terhadap sekolah yang ada di jakarta tampaknya meleset parah. Setidaknya untuk satu hari ini, Naina tidak tahu bagaimana dengan hari-hari berikutnya hingga satu semester ke depan, ia hanya bisa berharap agar semuanya baik-baik saja.
Setelah seharian berada di sekolah barunya, berakhir dengan bunyi bell menutup segala kegiatan belajar mengajar. Bunyi bell tadi rupanya menyebabkan suara bising dari kelasnya bahkan kelas lain terdengar nyaring, teriakan 'Horee!' hingga derap langkah dibangunan bertingkat tiga ini. Ini adalah hal baru bagi Naina, di sekolah lamanya euforia kebahagiaan pulang sekolah tak begitu senyata ini, biasa saja. Pulang oke gak pulang yowes. Haha.
" Lo kenapa? " bahkan Naina sendiri tidak sadar ketika ia masih terbawa arus dalam keterkejutannya. Ketika tepukan yang di berikan salah seorang temannya di bahu kanan milik Naina itu, barulah ia kembali di tarik ke dunia nyatanya.
" Eh, Nia " Nia adalah salah satu teman baru Naina di sekolah barunya ini. Gadis dengan perawakan tinggi yang hanya berkisaran 155cm itu memiliki sifat yang agak tomboy tapi juga feminim, Naina tidak bisa mendeskripsikannya.
" Gak pulang Lo? " gadis di samping Naina itu kembali bersuara seraya mengencangkan pegangannya terhadap tas ransel yang sedang ia sandang.
" Ini mau pulang " Naina membalas pertanyaan Nia dengan senyuman di akhir kalimatnya.
" Bareng gak? "
" Turun ke bawah? " bukannya menjawab pertanyaan yang Nia lontarkan Naina malah kembali melontarkan pertanyaan.
" Emangnya Lo mau nebeng sampe rumah? " Naina hanya memberikan cengiran khasnya lalu menggeleng sebagai respon untuk pertanyaan dari Nia barusan.
Koridor di lantai tiga ini sudah sangat sepi, padahal baru sekitar 5 menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi. Ini juga merupakan suatu pemandangan yang baru bagi Naina. Kalau dulu, disekolah lamanya walau sudah hampir satu jam lamanya bel pulang sekolah di bunyikan masih saja banyak siswa dan siswi yang berkeliaran, kenapa Naina tau? Karena ia juga pernah melakukan hal tersebut, sering malahan.
🍭
" Duluan ya! " Naina dan Nia berpisah sebelum keluar dari gerbang sekolahan, Nia harus keparkiran untuk mengambil mobilnya lalu pulang, sementara Naina ia harus berjalan dulu keluar gerbang dan menunggu Dimas di sana. Iya, kata Dimas tadi pagi, Naina di suruh menunggu sampai ia datang menjemput.
Tidak berselang lama sebuah motor sport berhenti tepat di hadapan Naina, siapa lagi pengendaranya jika bukan Dimas.
Seperti biasanya, Dimas akan menjulurkan tangannya sebagai pegangan untuk membantu Naina menaiki motor milik Dimas yang lumayan tinggi ini. Sedari dulu, Naina seperti sudah punya masalah tersendiri dengan motor sport yang Dimas milikki ini. Tak ayal, dulu sebelum terpaksa untuk dibonceng Dimas ia selalu menolak jika di tawari tebengan.
" Udah? " Dimas bersuara untuk memastikan, walau tangannya sudah tidak lagi di genggam oleh Naina. Kini tangan gadis itu tampaknya sudah beralih ke atas pundak Dimas, itu daoat ia rasakan. Sementara Naina hanya membalas dengan anggukan kepala yang dapat Dimas lihat dari kaca spion sebelah kanannya itu. Jangan lupakan dengan tampang cemberut yang saat ini tengah menghiasi wajah Chubby Naina. Sudut bibir Dimas sedikit terangkat, entah kenapa, makin ke sini Dimas merasa Naina sudah menjadi bagian dari Moodboosternya. Dimas kembali menstarter motornya dan segera berlalu memasuki jalan raya kembali berbaur dengan kendaraan yang memadati jalanan ibukota.
🍉
" Makan dulu gak? "
" Hah? " padahal Dimas sudah bicara dengan kerasnya tapi apa mau dikata, ini akibat helm dan kecepatan motor yang tengah dikendarai oleh Dimas, jadinya Naina kurang mendengar apa saja yang barusan Dimas katakan.
" Mau makan dulu gak? " saat berada di lampu merah, Dimas kembali melontarkan kata-katanya yang tadi sempat tidak Naina dengarkan, tepatnya tak begitu Naina dengar.
" Boleh! " kalau masalah makan seharusnya Dimas tak perlu lagi mempertanyakannya pada Naina.
" Mau makan apa? " masih ada beberapa detik lagi sebelum lampu merah itu berubah menjadi hijau dan Naina tidak akan mendengar ucapan Dimas dengan jelas lagi nantinya.
" Bang Dim nanya aku? " Dimas memutar bolah mata jengah, ia tidak pernah suka dengan pertanyaan yang tidak berbobot seperti ini.
" Yang gue bonceng siapa emangnya? " Naina hanya nyengir tidak jelas ketika Dimas melontarkan kalimat tersebut.
" Terserah Bang Dimas aja! " setelah itu lampu rambu lalu lintas yang tadinya merah berubah menjadi hijau. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka hingga sampai pada sebuah restoran yang mungkin tempat makan tujuan Dimas.
🍭🍭
Kini tidak ada lagi percakapan antara mereka berdua, yang ada hanyalah suara antara peraduan sendok dan garpu di atas piring kaca itu, mereka makan dengan diam seperti biasanya.
" Bang Dim! " suara itu memecah keheningan di antara mereka berdua. Semenatar Dimas hanya membalas dengan gumam saja.
" Besok gak usah jemput ya " Naina menatap lekat ke arah manik mata milik Dimas. Begitu juga dengan Dimas yang sudah mengalihkan intensitasnya pada Naina.
" Kenapa? "
" Nai-" ketika tangan tegas milik Dimas itu menjulur ke arah Naina membuat gadis itu harus menghentikan ucapannya. Dimas mengusap noda yang ada di sudut bibir Naina dengan lembutnya. Tanpa sadar perlakuan kecil nun begitu manis yang baru saja Dimas lakukan itu Membuat detak jantung Naina berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan, gadis itu sudah lupa akan mengatakan apa tadi pada Dimas. Sebegitu besar pengaruh Dimas dalam kehidupannya. Naina tidak bisa membayangkan, bagaimana alur selanjutnya pada kehidupan Naina jika Tuhan berkata mereka harus berpisah Nantinya.
🍭🍭🍭
Padang, 4 september 2019.
@kinurr on instagram.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang