MY SENIOR || 30

3.6K 152 16
                                    

Sadarnya Naina bukanlah sekedar bunga tidur yang menghadiri mimpinya Dimas. Naina benar-benar sadar dari komanya. Percaya atau tidak, Dimas sudah melihat langsung ke ajaiban Tuhan. Bahkan, Naina sudah diizinkan untuk pulang sore nanti. Jika di tanya bagaimana perasaan Dimas kali ini, mungkin lelaki itu juga tidak tahu harus mengungkapnya dengan cara apa. Lebih dari bahagia ia rasakan.

*

" Nai " Naina mengarahkan pandangannya pada Dimas yang kini tengah membawa nampan berisi sepiring nasi, segelas air, dan beberapa obat-obatan di sana. Naina menggeser duduknya dari atas kasur milik Dimas ini. Naina memang sudah kembali kerumah semenjak 3 jam yang laku, tepatnya mereka sampai di rumah pukul enam sore lebih sedikit.

" Makan dulu, terus minum obat " Dimas mendudukkan diri pada ruang kosong di atas kasur itu. Naina menerima ketika Dimas menyodorkan sepiring nasi yang sudah lengkap dengan lauk-pooauk di atasnya itu. Dimas meletakkan nampan yang ia bawa beserta obat-obatan dan air minum milik Naina di atas nakas sebelah tempat tidur mereka.
Naina makan dalam diam, hal tersebut juga tak luput dari pandangan Dimas.

" Udah! " Naina kembali menyerahkan piring yang berisi makanan itu, hanya sedikit berkurang. Naina sudah tidak bisa lagi untuk menghabiskannya.

" Kenapa gak dihabisin? " Dimas menatap dalam ke arah Naina.

" Gak nafsu. " Naina tersenyum memperlihatkan deretan giginya. Dimas hanya dapat menghela napasnya dengan kasar. Tidak mungkin ia harus memaksa Naina dengan cara keras. Sementara gadis itu baru saja keluar dari rumah sakit. Seberandalan apapun Dimas, ia juga masih berperi kemanusiaan dan berperasaan tentunya. Dimas harus selalu baik pada Naina selama masa pemulihannya ini, begitu pesan sang Oma sebelum kembali ke Ausie tadi pagi.

" Sekarang minum obat! " Dimas menyodorkan beberapa butir obat-obatan di tangan kanannya dan segelas air putih yang ia pegang di tangan sebelah kirinya. Naina memang bukanlah manusia yang dengan mudahnya bisa menelan pil-pil pahit itu. Biasanya kalau sakit dan di haruskan untuk minum obat, Naina akan memakan obat itu dengan cara memasukkan ke dalan buah pisang, lalu obat itu akan ia telan bersamaan dengan potongan buah pisang tadi. Itu pun Naina lakukan tidak akan sampai obat itu habis. Paling di siplin Naina minum obat ketika sakit itu hanya sampai hari ke tiga, setelah itu jangan harap Naina akan menyentuh pil-pil pahit itu lagi.
Namun, kali ini Naina tidak ingin menyusahkan Dimas, Naina sadar ia sudah terlalu banyak berhutang budi pada Dimas. Dari mulai menerimanya hidup berdua dengan Dimas, menolongnya dari pembunuhan yang sudah sahabat Naina sendiri rencanakan, hingga merawat Naina yang berbulan-bulan lamanya terbaring di rumah sakit. Rencana mereka akan berpisah setelah 3 bulan pernikahanpun sepertinya tertunda karena Naina. Ia paham betul, Dimas pasti merasa tidak nyaman jika harus bersama dengannya terus-terusan.
Dengan berat hati Naina melempar semua obat-obatan tersebut masuk ke mulutnya, lalu meneguk segelas air putih itu sampai habis tak bersisa. Napas Naina lumayan tersenggal-senggal setelah menelan 5 pil pahit itu. Naina tersenyum lega, akhirnya ia berhasil juga meminum obat-obatan  sialan itu tanpa bantuan buah pisang yang selama ini menjadi andalan minum obatnya.

" Sekarang tidur " Dimas bahkan sudah mirip seperti baby sitter Naina. Setelah mengatakan hal tersebut, Dimas pun berlalu meninggalkan Naina sendirian.
Naina sudah mencoba melakukan apa yang Dimas perintahkan, tapi ayolah! Mata Naina tidak mau terpejam sedikit pun. Bahkan rasa kantuk tak menghampirinya sedari tadi. Naina sudah membalik-balik badan mencari tempat ternyaman. Berganti posisi dari telentang hingga tengkurap, tapi tetap saja ia tak bisa memejamkan matanya.
Dapat Naina dengan sura pintu di buka, tentu saja hal tersebut membuat Naina memgalihkan fokusnya pada pintu bercatkan warna coklat di dudut kamar ini.  Dimas masuk lalu kembali menutup pintu itu. Berjalan menuju tempat tidur yang beberapa saat lalu sudah  Naina jelajahi untuk mencari posisi ternyaman masuk ke alam mimpi, namun nihil masih belum ia temukan. Naina menggeser tubuhnya agar Dimas bisa bergabung di atas kasur itu bersaamnya.

" Kenapa belum tidur? " Dimas bertanya dengan suara selembut yang ia bisa, jangan lupakan tangan kanan Dimas yang saat inj tengah mengusap-usap rambut Naina. Dimas benar-benar berubah, Naina hampir melongo di buatnya. Naina masih bingung sendiri, benarkah ini Dimas yang dulunya senior Naina? Kenapa berbeda sekali dengan Dimas yang biasanya.

" Gak bisa tidur " Naina mencicit di balik selimut tebal yang sepertinya juga milik Dimas ini. Lagi-lagi Dimas harus menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Lelaki itu bergabung dalam selut tebal itu bersama Naina, memposisikan diri untuk tidur, dan tangan kanannya ia jadikan sebagai bantalan untuk kepala Naina.

Tanpa di sangka-sangka Dimas menarik Naina ke dalam pelukkannya, tentu saja Naina terkejut akan tindakan yang baru saja Dimas berikan. Wajah Naina tepat berada di dada bidang milik Dimas, entah kenapa situasi seperti ini, membuat jantung Naina berdegup dua kali lebih cepat di bandingkan biasanya. Apakah Naina terkena serangan jantung setelah bangun dari koma? Ah yang benar saja!

" Sekarang tidurlah! " Naina dapat mendengar dengan jelas apa yang Dimas perintahakan. Hingga beberaoa menit berselang, tetap saja Naina tidak bisa menutup matanya lalu pergi ke alam mimpi.

" Bang! " Naina bersuara lirih, mungkin saja Dimas sudah tidur, Naina juga takut menggagnggu lelaki itu. Akan tetapi tebakan Naina salah, Dimas membalas seruan Naina walau hanya dengan gumaman saja.

" Setelah semuanya berakhir, Naina masih boleh anggap bang Dimas, abangnya Nai-kan? " dapat Naina rasakan usapan di kepalanya yang semula Dimas berikan berhenti untuk sesaat, tiba-tiba detak jantung  Dimas pun bisa Naina dengar dengan jelas. Apakah Dimasnya juga terkena penyakit jantung? Naina masih berpikir keras akan hal itu. Untuk sesaat keduanya diam.

" Jangan berpikir macam-macam Naina. Sekarang kamu tidur! " Naina tak lagi ingin bersuara ketika sudah mendengar suara Dimas yang meninggi. Naina makin menyusupkan wajahnya pada dada bidang Dimas, mempererat pelukkan. Naina tidak tahu kapan kesempatan ini akan berpihak padanya lagi. Atau mungkin ini adalah pelukkan untuk terakhir kalinya yang Dimas berikan padanya, sebelum surat perceraian yang  akan Dimas layangkan pada Naina. Naina tidak boleh melewatkan moment-moment terakhir kebahagiaannya bersama Dimas. Karena, mau tidak mau, suka tidak suka, rela tidak rela, Dimas pasti akan meninggalkannya. Naina harus siap ketika hari itu tiba. Lama-kelamaan usapan yang Dimas beriman di kepala Naina menarik gadis itu kedalam mimpinya, meninggalkan dunia nyata yang begitu fana. Dunia ini kejam tanpa memejam.

#Bersambung...

Halooo.... Hehe..
Ketemu lagi sama aku yang selalu membuat kalian menunggu. Apa kabar kawan-kawan semua? Aku harap kalian dalam keadaan yang baik-baik saja, sehingga bisa bertemu dengan Dimas dan Naina pada hari ini. Dan terimakasih banyak sudah rela terus menunggu kisah ini.

Awalnya aku mau bawa Dimas dan Naina pindah ke suatu platform lain selai wattpad ini. Tapi setelah ku pikir-pikir itu tidak adil. Aku punya ribuan pembaca di sini, kalau suka Dimas dan Naina dari Wattpad ini. Aku gak bisa dengan sembarangan aja ninggalin kalian semuanya. Makanya aku batalin itu semua. Dan berakhir dengan Dimas dan Naina yang tetap ada bersama kalian di sini. Yeeay!!

Hmmm... Btw kalian tau kan cerita ini udah mau selesai. Cuma tinggal beberapa bab lagi :'). Dan sekarang aku sedang nulis cerita baru, yang udah selesai beberapa bab. Kalau se andainya aku upload cerita baru  kalian masih mau baca ceritaku itu gak? Silahkan berikan tanggapan kalian yang kawan-kawan.
Sampai jumpa lagi denganku. Tapi gak tau kapannya😂😂😂

Padang, 1 Juni 2019.
Nurul Fazira.
@kinurr

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang