Tujuh tahun yang lalu...
Alya menghentikan langkahnya, tangan mungilnya masih berada dalam genggaman Papanya. Sekali lagi dia menoleh ke belakang, menatap rumah mewah ㅡdengan nuansa putih elegan dan empat pilar besar yang berdiri kokoh di antara terasnya, ada sebuah balkon luas menghiasi lantai dua menghadap ke taman depanㅡ yang menjadi naungannya sejak delapan tahun yang lalu. Kebersamaan dan kehangatan bersama keluarganya tersimpan di dalam sana. Alya kecil tidak tahu mengapa dia harus meninggalkan rumahnya. Papanya bilang, rumah itu memang sengaja dijual dan Papanya mengajak Alya, Mamanya serta dua saudara kembarnya pindah rumah dengan alasan pekerjaan. Alya tidak tahu bahwa kepindahannya adalah awal kehidupannya yang akan berbeda 360 derajat dari kehidupannya yang sekarang.
"Al, ayo kita pergi!" Ajak Alfian, papa Alya.
Alya menatap Papanya pasrah. "Kita mau pergi ke rumah baru kita Pa?"
"Iya sayang, kita akan pindah ke rumah baru kita." Jawab Alfian tersenyum.
"Rumah baru kita dimana Pa?" Tanya Alya. Dia mengikuti langkah Alfian menuju mobil yang terparkir di halaman depan. Hanya mobil itulah satu-satunya yang masih tersisa dari seluruh harta kekayaan Alfian yang dia jual demi menutup seluruh hutang-hutang perusahaan yang jumlahnya mencapai milyaran.
"Ada di suatu tempat, kamu pasti suka."
"Emm... ada taman bermainnya kan Pa?"
Alfian menatap Alya sejenak dengan binar sedih lalu mengangguk. "Tentu... nanti kamu bisa main sama Angga dan Anggi."
"Hore!!!" Alya bersorak gembira dan sejenak terlupa jika dia baru saja kehilangan rumah kesayangannya.
Alya masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan, di sebelah Alfian menyetir. Di kursi belakang, ada Yessi, mama Alya yang duduk dengan memangku si kembar Angga dan Anggi, adik Alya.
"Al, pakai save beltnya dulu." Perintah Alfian sebelum dia melajukan mobilnya.
"Siap Papa! Ayo Pa kita pergi, Alya udah nggak sabar pengen lihat rumah baru kita!" Serunya dengan semangat.
"Alya, jangan berisik!" Tegur Mamanya tiba-tiba. Dia terlihat kesal, bahkan sudah beberapa hari ini Alya sering melihatnya selalu uring-uringan terutama dengan Papanya tanpa Alya tahu sebabnya.
Alya menunduk dengan raut wajah menyesal. "Maaf Ma."
Alfian menghela nafas, dia hanya geleng-geleng kepala melihat istrinya dari balik kaca depan. Sepertinya dia masih belum bisa menerima kenyataan yang harus dihadapinya saat ini.
Setelah semuanya bersiap, mobil Alfian melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan halaman rumah menuju ke luar kota. Alfian mengamati dengan seksama jalanan yang mengantarkannya pergi bersama keluarganya. Baginya kota ini menyisakan berjuta kenangan yang tak akan pernah dia lupakan. Alfian berharap langkahnya kali ini menemukan titik terang yang akan mengembalikan semua yang telah hilang saat ini, terutama kebersamaan dan kehangatan ditengah-tengah keluarganya.
Sekitar satu jam lebih menyusuri jalan utama, mobil Alfian menepi ke sebuah daerah pinggiran yang teduh dengan pohon-pohon perdu terjajar rapi di sepanjang tepi jalan. Akhirnya Alfian menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah sederhana yang terletak di antara perkampungan kecil.
"Selamat siang Pak." Sapa seorang wanita muda yang menghampiri Alfian begitu dia turun dari mobilnya.
"Selamat siang Nia." Alfian melemparkan senyuman pada wanita itu.
"Rumahnya sudah saya siapkan Pak dan bisa langsung ditempati." Lapor wanita itu pada Alfian. "Bapak dan Ibu juga anak-anak pasti kelelahan karena perjalanan yang lumayan jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
BE WITH YOU (END)✔
Любовные романыAlya yang saat itu masih kecil tidak tahu bahwa kepindahannya ke rumah yang baru adalah karena Papanya bangkrut. Dia juga tidak tahu bahwa alasan Papanya menikah lagi adalah karena Mamanya pergi meninggalkannya, ㅡmeninggalkan Alya serta adik kembarn...