Alya menutup telponnya setelah membawa kabar buruk sekaligus bahagia pada Alfian. Kabar buruknya adalah Nia sempat mengalami kejang beberapa saat hingga akhirnya tim dokter berhasil menangani kondisinya, dan kabar baiknya adalah Nia sudah melewati masa kritisnya sehingga dia sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Dokter bilang hanya tinggal menunggu waktu sampai Nia terbangun.
Alya sangat bahagia hingga menitikkan air matanya, akhirnya harapannya agar Nia bisa sadar kembali terkabul. Hanya tinggal menunggu waktu sampai Nia membuka mata dan Alya bisa menyapanya, mengajaknya berbicara dan mencurahkan segala hal yang ingin diceritakannya. Alya begitu merindukannya.
Lewat telponnya tadi Alfian menyampaikan bahwa dia belum bisa datang ke rumah sakit. Alfian bilang ada sesuatu yang sangat penting dan harus diselesaikan saat itu juga. Alya paham karena Papanya kini menjabat sebagai wakil direktur dan menangani semua urusan kantor. Sementara Erosh sudah sekitar tiga puluh menit yang lalu dalam perjalanan menuju ke rumah sakit setelah Alya mengabarinya.
Alya duduk di sebelah Nia yang masih memejamkan matanya. Rasanya dia sudah tidak sabar menunggu Bundanya terbangun.
"Al..." Erosh masuk ke dalam ruangan dan sedikit mengejutkan Alya, akhirnya dia sudah tiba.
Alya tersenyum gembira menyambutnya.
"Gimana Bunda?"
"Dokter bilang tinggal nunggu Bunda siuman."
"Syukurlah kalo gitu." Erosh mendekat di sebelahnya. "Lo gimana?"
Alya menoleh. "Gue?"
"Lo udah nggak ngrasa pusing lagi kan?"
"Nggak, gue udah ngrasa enakan."
Erosh tersenyum menatap Alya kemudian membelai lembut rambutnya. Dia merasa lega.
"Kapan ya Bunda bangun?" Tanya Alya merasa tak sabar.
"Nggak akan lama, gue yakin. Bunda pasti udah kangen sama anak-anaknya."
"Sebenarnya gue takut sama kondisi Bunda setelah sadar nanti."
"Kenapa?" Erosh mengerutkan keningnya.
"Dokter bilang Bunda mengalami kelumpuhan di bagian kakinya. Gimana perasaan Bunda nanti?"
"Bunda adalah orang yang paling tegar yang pernah gue kenal. Dia tidak akan menyerah gitu aja. Gue yakin." Jawab Erosh beralih menatap Nia yang masih terbaring. "Lagi pula Dokter bilang ini bukan kelumpuhan permanen, Bunda pasti bisa sembuh, kita doain aja."
Alya menghela nafas panjang, dalam hatinya dia juga meyakininya, berharap Nia akan tegar menghadapi cobaan yang menimpanya. Tapi saat ini, yang diinginkannya adalah Nia segera membuka matanya. Bahkan Alya terus menggenggam tangan Nia, dia ingin Bundanya tidak merasa sendirian saat terbangun nanti. Alya ingin menjadi seseorang yang dilihatnya pertama kali.
Satu jam berlalu, Erosh tertidur di atas sofa sementara Alya masih setia menemani Nia dengan posisi seperti sebelumnya. Hanya saja kedua matanya kini juga ikut terpejam. Setelah mengobrol banyak tadi, nampaknya mereka berdua kelelahan. Apalagi Erosh yang beberapa hari ini harus bolak-balik mengurus masalah kantor yang memerlukan penanganannya.
Jemari Nia menandakan adanya pergerakan sedikit demi sedikit. Kemudian kedua matanya perlahan terbuka. Yang pertama dilihat Nia adalah langit-langit berwarna putih cerah yang terasa asing baginya. Dia merasa seluruh badannya sulit digerakkan. Bahkan untuk menolehpun harus berusaha dengan sekuat tenaga.
Dilihatnya sebuah infus yang digantung di samping kirinya. Kemudian dia menelusur ke seluruh ruangan dan melihat seorang laki-laki tertidur di atas sofa. Nia tersenyum menatapnya. Setelah itu dia baru tersadar jika sejak tadi di sampingnya juga ada seorang perempuan yang tertidur sambil menggenggam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE WITH YOU (END)✔
RomanceAlya yang saat itu masih kecil tidak tahu bahwa kepindahannya ke rumah yang baru adalah karena Papanya bangkrut. Dia juga tidak tahu bahwa alasan Papanya menikah lagi adalah karena Mamanya pergi meninggalkannya, ㅡmeninggalkan Alya serta adik kembarn...