Jev melempar snelli nya diatas sofa dengan kasar, begitupun dengan tas kerja nya. Kemudian ia mengambil sekaleng softdrink rasa lemon dan duduk di sofa di depan home theatre nya.
Pria itu meneguk minuman kalengnya dengan cepat, seolah ingin meneguk bulat-bulat segala permasalahan yang kini melanda hubungannya dengan Nou. Parahnya, kesalahan itu semua berakar dari keegoisan dan emosi sesaatnya saja. Ia menyesal? Tentu saja. Bahkan jika ia mampu, ia ingin menjadi seseorang yang memiliki sifat seperti kekasihnya yang tidak emosian, sabar dan pemaaf agar peristiwa itu tidak terjadi.
Tapi jelas ia tidak bisa. Sebab seberapa banyakpun ia berusaha untuk mengontrol emosinya, rasa takut akan kehilangan gadis itulah yang lebih mendominasi.
Jev mencintai Nou. Sangat. Namun ia sadar bahwa rasa cinta dan kepemilikan terhadap gadis itu perlahan menumbuhkan rasa takut kehilangan yang berlebihan. Dan ketakutan itu semua berasal dari pengalaman masa lalunya yang tak pernah menemukan sosok seperti Nou, yang mampu mengimbangi dirinya dan mampu bertahan dengannya.
Tidak. Apapun yang terjadi ia tak akan melepaskan gadis itu. Sebab gadis itu memang sudah ditakdirkan untuk bersamanya.
"Lo udah pulang?"
Jev tersentak dari lamunannya ketika ia mendengar suara itu. Dengan cepat ia menoleh, lalu detik berikutnya ia sudah mendapati seorang wanita berjalan lesu dengan rambut yang sedikit berantakan. Khas seseorang yang baru bangun tidur.
"As you can see," jawab Jev singkat. Ia pun kembali meneguk sisa minumannya hingga tandas.
Beberapa detik kemudian ia merasakan sofa disampingnya bergerak, tanda wanita itu sudah duduk di sebelahnya. "Kapan lo nyampe sini?"
"Tadi sore," jawab wanita itu sambil membuka minuman kaleng yang baru saja ia ambil dari kulkas. "So, what's your problem? Seorang Jev gak bakal nelpon sambil nangis-nangis minta maaf ke kakaknya ini kalo dia nggak punya masalah berat,"
Ya. Wanita itu adalah Davinka, kakak perempuan Jev.
"Gue nggak tau mesti cerita darimana," ujar Jev selepas menarik napas panjang.
"Kalem, sih. Lo bisa mulai cerita pelan-pelan. Tapi kayaknya ini berkaitan dengan Nou. Ya nggak?" tebak Davinka yang begitu tepat sasaran. Jev pun mengangguk lemah.
"Gue... gue udah ngelakuin kesalahan fatal, kak.." ucap Jev. Kali ini ia menatap Davinka yang masih diam, menunggu kelanjutan ceritanya.
Jev kembali menarik napas, karena ia tau penjelasan ini juga akan melukai wanita di hadapannya itu, "Gue ngelakuin hal yang pernah dilakuin mantan pacar lo dulu ke lo..." ucap Jev. "...sama Nou. Dan dia marah besar," lanjutnya.
Detik berikutnya, tangan Davinka sudah melayang ke wajah adiknya itu dengan kuat. Dan tak tanggung-tanggung, dua kali bolak balik sampai seluruh wajah pria itu memerah.
"Lo gila??!!" teriak Davinka dengan mata yang menatapnya garang. Tapi daripada itu, ia jelas lebih merasa kecewa dengan kelakuan pria yang memiliki darah yang sama seperti dirinya itu.
"Maafin gue..." lirih Jev lagi.
"Lo liat apa yang terjadi ke gue setelah kejadian laknat itu?! Gue trauma, Jev! Gue nggak bisa percaya lagi dengan laki-laki selain lo! Dan sekarang, satu-satunya lelaki yang gue percaya malah ngelakuin hal keji kayak gitu! Lo mau nambah korban trauma lagi, hah?!" teriak Davinka lagi yang wajahnya kini semakin memerah.
Sementara itu Jev masih membatu di tempatnya, dengan wajah yang menunduk dalam. Ia sungguh tak sanggup melihat raut kecewa yang ada pada wajah kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOCTOR FREAK ✅ (Proses Penerbitan)
General FictionMemiliki kekasih seperti Jev yang seorang dokter spesialis, tampan dan dari keluarga terpandang membuat Nou tidak bisa untuk tidak berbangga hati. Apalagi jika ditambah dengan Jev yang begitu menyayangi dirinya, membuat Nou ingin selalu memamerkanny...