9. Bicara

7.2K 558 82
                                    

Jev merasakan tubuh Nou menegang, tampak mulai memahami situasi yang ada saat ini. Nou menatapnya dengan tatapan penasaran sekaligus cemas yang seketika membuat Jev merasa bersalah pada Nou.

"Nou... Kamu masih mau nunggu satu tahun lagi, kan?" tanya Jev lirih. Ia menggenggam erat tangan Nou yang ada di pangkuannya.

"Maksud kamu?"

"Ini soal kak Inka, Nou. Semalem aku udah ngomong sama Mama, dan jawabannya sama kayak waktu itu. Aku belum diizinin nikah sebelum kak Inka nikah" jelas Jev.

Nou meneguk ludah. Penjelasan Jev kali ini sudah beberapa kali ia dengar, tapi rasanya kali ini ia ingin menangis saja, lantaran menyadari bahwa nasib dirinya dan Jev berada di tangan orang lain, bukan pada mereka berdua.

Sebenarnya Nou bisa memahami alasan Mama Jev yang ingin menunda pernikahan mereka, apalagi dengan fakta bahwa di keluarga Jev memang terdapat beberapa perempuan yang belum menikah sampai usia lanjut gara-gara didahului adik-adiknya menikah, apalagi dalam kasus ini Jev adalah adik laki-laki. Konon, dilangkahi oleh adik laki-laki akan semakin memperkuat kemungkinan bagi kakak perempuan untuk melajang seumur hidup. Dan jelas Mama Jev tidak akan membiarkan putrinya menjadi salah satu dari perempuan itu.

Tapi yang Nou tak habis pikir, ini sudah memasuki tahun ketiga hubungan mereka. Sampai kapan mereka berdua harus menunggu? Bagaimana kalau sampai kak Inka belum menemukan pasangan satu atau dua tahun kemudian? Bukan tidak mungkin selamanya Mama Jev akan membiarkan Jev dan Nou tidak menikah. Dan penantian mereka akan sia-sia.

Lagipula, ini jaman millenium loh. Kok masih aja peduli sama mitos begitu?

Nou menghela napas berkali-kali demi menenangkan gemuruh yang bercokol di dadanya. Jev yang mengerti dengan kegundahan hati Nou menciumi punggung tangan Nou berkali-kali pula. Mencoba mengalirkan ketenangan pada Nou.

"Sampai kapan kita begini, Jev?" tanya Nou frustasi.

"Satu tahun lagi aja, sayang. Abis itu, kak Inka menikah atau nggak pun kita bakal tetep nikah." jawab Nou.

"Iya kalau Mama nggak berubah pikiran lagi. Kamu inget, tahun lalu mama juga minta hal yang sama? Dan sekarang keulang lagi?" Nou membuang tatapannya, menghindari tatapan Jev yang begitu memelas.

"Aku janji kali ini yang terakhir, Yang. Lagian kamu juga masih muda, masih 26 tahun, tahun depan nikah juga gak papa kan?"

Nou kembali menatap Jev dengan pandangan tak percaya.

"Seriously, Jev? Kamu barusan bilang kayak tadi, kamu sadar?"

Mendengar ucapan Nou barusan, Jev membeliakkan matanya. Jelas ia tak terima, apalagi dengan pandangan Nou yang tampak mencemooh dirinya.

"Maksud kamu apa?!" ucap Jev, mulai meninggikan suaranya. Kali ini ia tau bahwa ego Jev sudah mulai tergores.

"Kamu nggak pernah denger kalo umur segitu tuh umur rawan para cewek? Rawan ditanya kapan nikah? Dan aku ini punya pasangan, loh. Masa iya aku mau pacaran terus?"

"Oh, jadi maksud kamu aku nggak pengertian sama kamu? Terus aku ajak kamu bicara baik-baik kayak gini, emangnya bukan bentuk pengertian aku ke kamu?"

"Pengertian kamu ke aku? Yang ada tuh aku lagi-lagi mesti ngertiin kamu, Jev. Masalahnya ini bukan sama aku sampe-sampe kamu yang harus ngerti keadaan aku. Tapi sama kamu. Selalu kamu dan akhirnya selalu aku yang ngertiin"

"Jadi selama ini kamu nggak ikhlas ngertiin keadaan aku? Kamu anggep aku egois? Gitu?"

"Udahlah, Jev. Aku pulang aja. Capek ribut begini"

DOCTOR FREAK ✅ (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang